‘Tap’
‘Deugh’Kaki kiri Indra berhasil menapak di tanah dengan agak ke belakang, hujaman tendangan Lana juga dengan tepat berhasil ditahan oleh telapak tangan Indra. Tubuhnya terdorong ke belakang oleh tenaga Lana, andaikan kaki kirinya tadi menapak lurus mungkin dia sudah terpental karena tidak ada penopang tubuhnya yang menahan tenaga tendangan Lana.Lana langsung menghentakan telapak kaki kanannya lagi ke depan mendorong Indra, sadar akan rencana yang disusun oleh Lana Indra langsung mengibaskan kaki kanan Lana ke samping hingga dia tidak terdorong dan kini malah balik menyerang dengan memutar tubuhnya ke belakang dan mengarahkan sikutnya mengincar leher Lana.‘Deukh’Sikut Indra bisa ditahan oleh lengan kiri Lana yang kembali menyerang dengan pukulan tangan kanannya, Indra dengan tangkas menangkap tinju Lana yang masih menggunakan gerakan pancalima tersebut. Indra berniat membalaIndra juga menarik nafas dalam karena kelihatannya dia tidak akan semudah itu menyelamatkan diri. Lagipula terlalu banyak yang memusuhinya saat ini, sedangkan yang membelanya hanya ada dua orang saja. Tapi Bara tiba-tiba berjalan di sampingnya. Mereka kini berjalan paling belakang, di depan mereka ada Purba dan Lana serta teman-temannya.“Salam kenal Kisanak, namaku Bara Sagara,” tutur Bara sambil mengajak berjabat tangan.“Aku Indra Purwasena,” balas Indra sembari menjabat tangan Bara. Dia harap Bara tidak seperti murid-murid lainnya.“Sebenarnya aku sudah bisa menebak apa yang terjadi. Lagipula sebagai murid di sini aku sudah tahu sikap Lana seperti apa. Dia sangat tidak suka jika ada pria yang dekat-dekat dengan Elin. Bahkan dia tidak terlalu akrab denganku, karena itu kau jangan khawatir. Mahaguru pasti akan memihak dirimu,” tutur Bara.“Terima kasih. Aku juga berharap begitu,” ba
“Ayah, mengapa ayah mengizinkan mereka bertarung?” tanya Putu Sagara setengah berbisik kepada Mahaguru Maung Lodra seakan tidak setuju dengan keputusannya.“Memangnya kenapa?” Maung Lodra malah bertanya balik seakan tersenyum.“Padahal aku sengaja membawa mereka kemari supaya ayah meredam kemarahan Lana. Bagaimana jika pemuda itu sampai kenapa-napa? Lana itu sudah lama di sini, dia juga sangat hebat dibandingkan yang lainnya. Mungkin hanya Bara yang bisa mengimbanginya,” tukas Putu Sagara.“Kalau kenapa napa ya tinggal kita hentikan saja pertarungannya,” jawab Maung Lodra dengan santainya.“Lagipula kuat tidaknya seseorang bukan ditentukan oleh berapa lama dia berguru. Tapi seberapa keras usaha yang dia kerahkan dalam latihannya. Aku rasa pemuda itu mengingatkankau kepada seseorang, seseorang yang seumur hidup tidak akan pernah bisa aku imbangi. Walau seberapa keraspun usaha yan
‘Beukh’‘Dakh’‘Deugh’Suara benturan demi benturan terdengar saat Lana menyerang Indra secara beruntun. Tapi Indra yang memang sudah tahu pola gerakan silat pancalima tidak kesusahan sama sekali menghalau setiap serangannya. Para murid Megasagara malah dibuat bingung karena Indra terlihat bisa mengimbangi Lana.Malah di beberapa kesempatan Indra terlihat jauh lebih unggul dan bisa mendaratkan serangannya kepada Lana. Merasa dirinya di permainkan oleh Indra, Lana semakin kesal saja dan menyerang Indra secara terus menerus dengan membabi buta. Semua gerakan silat tangan kosong yang dia bisa langsung digunakan untuk menyerang Indra. Tapi dengan emosinya yang tidak stabil itu membuat Indra semakin mudah membaca pola serangannya.Benturan demi benturan kembali terjadi dengan keras pertanda betapa kuatnya tenaga dalam yang mereka kerahkan. Riuh angin terus bertiup tatkala serangan mereka
“Tidak mungkin, aku pikir dia hanya meniru gerakannya saja,” ujar Putu.“Gerakannya sudah sempurna, apa dia benar-benar bisa meniru gerakan pancalima dalam waktu singkat secara sempurna?” kata Bara seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Waktu itu aku pikir dia menggunakan gerakan lain karena penglihatanku di malam hari tidak jelas. Jangan-jangan waktu itu dia juga menggunakan gerakan pancalima?” batin Purba yang sangat terkejut dan kecewa dengan keadaan di arena duel.“Hihihi… kelihatannya gerakan yang kau banggakan itu malah jadi malapetaka buatmu,” ejek Indra sambil melihat Lana yang berusaha bangkit dan mengelap darah di tepi mulutnya. Itulah salah satu alasan mengapa sejak tadi Indra tidak banyak menghindari serangan Lana, sebab menghindar jauh dari seorang musuh akan membuat celah bagi musuh melakukan serangan balik, terlebih gerakan pancalima memang gerakan silat yang terbi
“Keparat!” teriak Lana yang langsung melesat dengan tinju tangan kanan yang diselimuti petir dalam ajian tinju gelap.Indra tanpa ragu langsung menghantamkan ajian tinju gelap miliknya hingga membentur ajian tinju gelap yang digunakan oleh Lana. Kilat langsung menyambar-nyambar dari titik benturan yang terjadi, tanah yang mereka pijak serasa bergetar seiring dengan tiupan angin yang tiuh bergemuruh bertiup dari titik benturan kedua ilmu kanuragan tingkat tinggi.‘Bbbhhhaaammrrr’Suara dentuman keras langsung terdengar, andaikan yang mereka pijak adalah tanah pastilah tanah itu sudah berhamburan ke udara. Tapi yang mereka pijak adalah tebing batu, tebing itu hanya terasa bergetar sedikit saja saat benturan terjadi. Tiupan angin terasa menerpa tubuh semua orang yang ada di sana.Mereka yang ada di sana hanya terbelalak seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ajian tinju gelap yang Indra gunakan adalah
“Jangan-jangan ini,” ujar Putu.“Ya. Ajian terlarang yang hanya dikuasai oleh Maung Lara, satu-satunya orang yang berasal dari Kerajaan Panjalu ini yang menguasainya. Ajian gelap ngampar,” tukas Maung Lodra. Dia langsung tersenyum, entah mengapa sudah puluhan tahun ini dia baru melihatnya lagi. Suasana mengerikan itu mengingatkannya kepada mendiang gurunya, Surawisesa.“Kita harus menghentikannya ayah, jika dia menggunakan ajian terlarang itu di sini maka tidak akan ada yang bisa selamat,” kata Istri Putu.“Tidak ada satupun yang bisa menghentikan ajian mengerikan itu, tapi aku yakin Ua kalian tidak akan mengajarkan ajian mengerikan itu kepada seseorang yang tidak bisa mengontrol emosinya. Dia sendiri tahu jika dia salah memilih orang maka Kerajaan Panjalu bisa hancur begitu saja,” ucap Maung Lodra dengan tenang, dia sangat percaya kalau Indra tidak akan menggunakannya secara sembarangan.
“Maafkan kami Kang,” imbuh Astri seraya tersenyum. Mereka akhirnya berjalan pergi meninggalkan Lana dan Purba yang tampak kecewa. Tapi mereka tidak bisa apa-apa lagi, yang bisa mereka lakukan hanyalah menggerutu di dalam hatinya kepada Indra. Mereka tetap menganggap bahwa Indra adalah biang keladi dari semua ini.Sementara itu Indra dan Bara serta Putu menghadap Mahaguru Maung Lodra yang duduk di kursinya sendirian. Mereka bertiga langsung duduk bersila menatap wajah Sang Mahaguru Perguruan Megasagara tersebut.“Saya sudah membawa Indra Mahaguru, tapi Bara juga meminta izin untuk ikut di dalam diskusi ini,” kata Putu.“Tidak masalah, lagipula dia akan tetap mengetahuinya cepat atau lambat,” jawab Maung Lodra.“Ada apa Mahaguru? Rasanya ada perasaan tidak enak di hati saya saat ini,” tanya Bara.“Aku sudah membaca surat yang dikirimkan oleh Mahaguru Larasati. Setelah
Mahaguru Maung Lodra bersama Putu dan Bara hanya mengangguk paham setelah Indra menceritakan semuanya. Senyuman langsung menghiasi wajah Maung Lodra, sementara Putu dan Bara hanya menghela nafas dalam ketika mendengar kisah hidup Indra yang begitu berat.“Aku sangat senang kalau Braja berubah total dan menjadi orang yang baik sebelum ajal menjemputnya. Aku tidak pernah menyangka jika orang seperti dia bisa berubah sampai sejauh itu,” tutur Maung Lodra.“Saya malah sampai saat ini masih belum percaya jika masa lalu guru saya sampai sekelam itu,” tukas Indra.“Itu artinya Braja Ekalawya memang tidak ada sangkut pautnya. Sekarang aku malah berpikir mungkin Wirarasa adalah satu-satunya kemungkinan dalang dibalik penaklukan tiga perguruan besar di wilayah selatan,” kata Maung Lodra lagi.“Saya juga berpikir demikian Mahaguru. Sejak awal saya sudah merasa curiga saat Kelompok Tangkurak tidak berk
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari