Dengan cepat tombak petir merah menusuk dada Jaka Bamantara hingga menembus ke bagian punggungnya. Dewi Sari Kencana langsung mengayunkan pedang teratai es dan menebas kepalanya. Larasati mundur dan mengerahkan seluruh kelopak bunga cempaka putih untuk menyayat dan memotong tubuh Jaka Bamantara menjadi beberapa bagian.
Mereka bertiga berhasil menghentikan pendekar lima pilar. Sang Pilar udara akhirnya tewas dalam keadaan mengenaskan. Pusaran angin yang semula bertiup sangat kencang pun menghilang."Akhirnya selesai juga." Arya Santanu tersenyum dan menoleh ke arah dia wanita di sampingnya."Tinggal tersisa dua lagi, kita harus bergegas." Dewi Sari Kencana ingin memasukkan pedangnya ke sarung.Tiba-tiba sebuah serangan udara menggores wajahnya. Arya Santanu dan Larasati terkejut, mereka menoleh ke arah altar dan melihat Jaka Bamantara sedang duduk bersila."Apa?! Ba–bagaimana mungkin?!" Arya Santanu terbelalak. Ia merasa tidak percaya.Tubuh Dewi Sari Kencana yang tertusuk dan terluka langsung tergeletak di depan Ki Janggan Nayantaka. Kakek tua itu menggunakan teknik berpindah tempat miliknya. Asura juga membawa tubuh Larasati yang tergolek lemas akibat serangan puluhan jarum udara. Keduanya segera ditangani oleh Ki Janggan Nayantaka."Asura, bantu aku dengan energi alam milikmu. Kita harus menutup lukanya." Ki Janggan Nayantaka memohon."Apa? Kukira kau bisa sendiri. Tapi kumohon cepat, aku harus kembali dan membantu Arya Santanu." Asura harus bersabar untuk kembali ke dalam kastil. Ia berharap bila temannya tidak kenapa-kenapa."Aku mengerti. Lebih baik kita lakukan sekarang, aku takut mereka berdua kehabisan darah." Tangan Ki Janggan Nayantaka menyentuh dia kepala wanita itu. Energi murni dari alam berwarna putih terang menyinari kedua tubuh wanita itu. Asura membantu Petapa tua dengan ikut mengalirkan energi miliknya yang berwarna merah tua. Dua teknik pemulihan diri dilaku
Suparnaka memungut kembali kepala miliknya yang terjatuh di lantai. Ia meletakkannya kembali ke lehernya dan merajut kepalanya sendiri dengan menggunakan benang yang yang dari tangan kirinya. Ia sempat meletakkan gada Bajapala miliknya dahulu. Benang tersebut terbuat dari serat otot miliknya sendiri. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyatukan kembali kepalanya. Ketika semuanya selesai, giliran tenggorokan, darah dan daging yang menyatu kembali."Ia bisa menyatukan kembali anggota tubuhnya?" Asura tidak tahu bila Rakhsasa tersebut bisa melakukan hal itu."Apa kau terkejut? Mungkin, iya. Ada alasan kenapa aku tidak bisa mati meski seluruh tubuh dan dagingku tercabik-cabik. Ini adalah anugerah dari Dewa Yama, sang dewa kematian. Aku tidak akan bisa dibunuh oleh seluruh elemen dan oleh semua senjata. Aku akan bangkit berkali-kali lagi dan akan memburu yang ingin membunuhku." Suparnaka tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya. Seakan ia ingin sombong dengan an
"Apa maksudmu dengan ayah? Apa ia ayahmu?" Ki Janggan Nayantaka bertanya karena bingung dan begitu terkejut."Ia membuang aku dan ibuku. Ayahku membuang ibuku dan mengusirnya keluar dari Sundapura ketika aku berumur sepuluh tahun. Kami berdua hidup di gubuk tua dan berakhir dengan kematian ibuku karena penyakit aneh yang menyerangnya." Rangga Jaya menundukkan wajahnya. Ia teringat kembali dengan mendiang ibunya."Penyakit aneh? Penyakit seperti apa maksudmu?" Ki Janggan Nayantaka kembali bertanya."Seseorang yang memiliki kemampuan penyembuhan dan memiliki kesaktian mengatakan kepadaku tentang kebenaran dari penyakit itu. Ia bilang bahwa ada roh jahat yang merasuki tubuh ibuku dan menghisap semua saripati hidupnya. Dan orang yang melakukan semua itu adalah Raden Jaya Balangkara, ayahku sendiri." Rangga Jaya mengepalkan erat tangan kanannya. Amarah eindakam hatinya timbul."Sungguh biadab! Ia bukan ayahmu, ia adalah iblis! Menumbalkan istrinya send
"Sangat menyusahkan! Ingin sekali aku segera menebas kepala orang itu!" Dewi Sari Kencana menunjuk ke arah Raden Jaya Balangkara. "Sebaiknya kita masuk sekarang. Tidak ada Buto dan para roh jahat lagi. Kita bisa memasuki kediaman Raden Jaya Balangkara dengan mudah saat ini." Rangga Jaya coba memberi saran. "Aku setuju dengannya." Dewi Sari Kencana menoleh ke Ki Janggan Nayantaka dan Larasati. "Aku ikut saja, bagaimana menurutmu, Ki Janggan Nayantaka?" Larasati bertanya. "Heuh… baiklah! Cepat kita masuk!" Ki Janggan Nayantaka akhirnya setuju. Rangga Jaya memandu mereka bertiga untuk melewati gerbang utama kediaman rumah Raden Jaya Balangkara. Anehnya tabir pelindung hitam yang menyelimuti rumah tersebut begitu mudah dilewati oleh Rangga Jaya yang merupakan manusia biasa. Melihat hal itu, Ki Janggan Nayantaka yang segera ingin masuk langsung menghentikan langkah dua wanita di belakangnya. Ia merasa ada yang aneh dari gelagat Rangga Jaya. Bagaimana mungkin manusia biasa bisa melewa
Panah Agneyastra melesak cepat menuju ke arah Rangga Jaya. Bola api raksasa yang besarnya sampai menutupi wilayah sebesar Sundapura pun juga dilemparkan oleh Rangga Jaya."Apa itu?!" Dewi Sari Kencana begitu terkejut dengan besarnya bola api tersebut."Bila bola api tersebut sampai menghantam permukaan tanah, maka Sundapura akan menjadi kawah raksasa." Ki Janggan Nayantaka yang ikut membantu mengungsikan penduduk terlihat khawatir."Apa kita harus membantu Arya Santanu?" Larasati ikut khawatir."Tidak perlu. Ia menyuruh kita untuk pergi, artinya ia memiliki rencana lain. Tapi, aku meragukannya. Kuharap ia tidak bodoh dan mati konyol di sana." Ki Janggan Nayantaka berdoa untuk keselamatan pemuda itu.Panah Agneyastra coba dikendalikan oleh Rangga Jaya dengan pengendalian api dan teknik pengekang udara milik Pilar Udara. Namun kedua hal tersebut tidak bisa dilakukan. Panah Agneyastra adalah kumpulan energi api suci milik Dewa Agni yang merupakan senjata berbentuk pusaka Dewata. Sulit un
Asura menggunakan kontak batin dengan memanfaatkan fungsi dari gelang pemberian Ki Janggan Nayantaka. Ia memberikan pesan kepada mereka semua. Kali ini, Asura akan melawan boneka milik Hirayaksa bersama Arya Santanu saja. Ia meminta kepada semuanya untuk bergegas pergi menuju ke pelabuhan dan berlayar menuju ke Swarnadwipa. "Kau yakin dengan keputusanmu? Kita tidak tahu seberapa kuat boneka itu." Ki Janggan Nayantaka berbisik ke arah Asura."Jangan meremehkanku, Kakek tua. Aku bahkan belum menggunakan bola jiwaku yang kedua." Asura bersikeras dengan keputusannya."Ingatlah, jangan sampai mati. Setidaknya kembali dan menyusul ke Swarnadwipa meski kau telah kehilangan kedua tangan dan kakimu." Dewi Sari Kencana pamit."Jaga dirimu baik-baik, tikus." Larasati menepuk pundak Asura."Aku bukan tikus! Setidaknya panggil namaku, dasar wanita bodoh!" Asura kesal dengan celotehan Larasati."Hati-hatilah, kita tidak tahu apa lagi rencana milik para iblis itu. Aku takut kapal kalian akan diteng
Kedua mata Asura terbelalak ketika seratus tombak tersebut datang ke arahnya. Sekilas ia melihat raut wajah Hirayasura yang begitu senang dengan membuka kedua mulutnya dan mata melotot tajam, seakan ia menginginkan kematian Asura. Arya Santanu mencoba untuk melakukan sesuatu, namun tidak ada satu pun jalan keluar yang ia pikirkan untuk menyelamatkan si iblis tersebut. "Teknik gerak kilat!" Tanpa diketahui, sukma milik Aji Sangkala mendatangi Asura dan berdiri di belakang iblis merah tersebut. Saat ia berada di belakang Asura dengan menggunakan gerak kilat miliknya, pancaran kilat dari petir putih miliknya bersinar terang. Seratus tombak yang ingin menghujam tubuh iblis tersebut terlihat melambat."A–Aji Sangkala…?" Asura merasakan kehadiran sukma dari temannya. Ia sangat terkejut ketika ia mendatangi dirinya. Aji Sangkala menepuk punggung Asura dan mereka berdua menghilang begitu cepat dari sana. BRAK!!!Seratus tombak logam hitam saling menghantam satu sama lain. Suaranya begitu
Api suci keluar dari mata pedang dan membakar tubuh Hirayasura dengan begitu cepat. Tubuh dari boneka itu perlahan hangus terbakar menjadi abu, di mulai dari pusat tempat ia ditusuk, lalu semuanya menjalar ke bagian tubuh lainnya. Pedang Anala bahkan mampu untuk melelehkan satu buah gunung dan menguapkan air sungai dengan sangat cepat saat ia ditenggelamkan ke dasarnya. "Ku–Kurang ajar!" Hirayasura berusaha untuk melarikan diri sebelum tubuhnya benar-benar hancur seutuhnya. Ia mengayunkan pedang Tembadau Ireng miliknya ke arah belakang. Hirayasura mencoba menggapai tubuh Arya Santanu yang dikendalikan oleh Asura agar ia memiliki kesempatan untuk membebaskan diri. Namun sayangnya kesempatan seperti itu tidak diberikan oleh Asura. Ia menggenggam erat pedangnya dan menarik pedang Anala ke atas. Asura memotong leher Hirayasura hingga menuju ke kepala. Akhirnya, pedang Anala memotong kepala boneka itu dan bebas dari tubuh Hirayasura. Asura langsung berpindah tempat dengan gerak kilat mi