Asura menggunakan kontak batin dengan memanfaatkan fungsi dari gelang pemberian Ki Janggan Nayantaka. Ia memberikan pesan kepada mereka semua. Kali ini, Asura akan melawan boneka milik Hirayaksa bersama Arya Santanu saja. Ia meminta kepada semuanya untuk bergegas pergi menuju ke pelabuhan dan berlayar menuju ke Swarnadwipa. "Kau yakin dengan keputusanmu? Kita tidak tahu seberapa kuat boneka itu." Ki Janggan Nayantaka berbisik ke arah Asura."Jangan meremehkanku, Kakek tua. Aku bahkan belum menggunakan bola jiwaku yang kedua." Asura bersikeras dengan keputusannya."Ingatlah, jangan sampai mati. Setidaknya kembali dan menyusul ke Swarnadwipa meski kau telah kehilangan kedua tangan dan kakimu." Dewi Sari Kencana pamit."Jaga dirimu baik-baik, tikus." Larasati menepuk pundak Asura."Aku bukan tikus! Setidaknya panggil namaku, dasar wanita bodoh!" Asura kesal dengan celotehan Larasati."Hati-hatilah, kita tidak tahu apa lagi rencana milik para iblis itu. Aku takut kapal kalian akan diteng
Kedua mata Asura terbelalak ketika seratus tombak tersebut datang ke arahnya. Sekilas ia melihat raut wajah Hirayasura yang begitu senang dengan membuka kedua mulutnya dan mata melotot tajam, seakan ia menginginkan kematian Asura. Arya Santanu mencoba untuk melakukan sesuatu, namun tidak ada satu pun jalan keluar yang ia pikirkan untuk menyelamatkan si iblis tersebut. "Teknik gerak kilat!" Tanpa diketahui, sukma milik Aji Sangkala mendatangi Asura dan berdiri di belakang iblis merah tersebut. Saat ia berada di belakang Asura dengan menggunakan gerak kilat miliknya, pancaran kilat dari petir putih miliknya bersinar terang. Seratus tombak yang ingin menghujam tubuh iblis tersebut terlihat melambat."A–Aji Sangkala…?" Asura merasakan kehadiran sukma dari temannya. Ia sangat terkejut ketika ia mendatangi dirinya. Aji Sangkala menepuk punggung Asura dan mereka berdua menghilang begitu cepat dari sana. BRAK!!!Seratus tombak logam hitam saling menghantam satu sama lain. Suaranya begitu
Api suci keluar dari mata pedang dan membakar tubuh Hirayasura dengan begitu cepat. Tubuh dari boneka itu perlahan hangus terbakar menjadi abu, di mulai dari pusat tempat ia ditusuk, lalu semuanya menjalar ke bagian tubuh lainnya. Pedang Anala bahkan mampu untuk melelehkan satu buah gunung dan menguapkan air sungai dengan sangat cepat saat ia ditenggelamkan ke dasarnya. "Ku–Kurang ajar!" Hirayasura berusaha untuk melarikan diri sebelum tubuhnya benar-benar hancur seutuhnya. Ia mengayunkan pedang Tembadau Ireng miliknya ke arah belakang. Hirayasura mencoba menggapai tubuh Arya Santanu yang dikendalikan oleh Asura agar ia memiliki kesempatan untuk membebaskan diri. Namun sayangnya kesempatan seperti itu tidak diberikan oleh Asura. Ia menggenggam erat pedangnya dan menarik pedang Anala ke atas. Asura memotong leher Hirayasura hingga menuju ke kepala. Akhirnya, pedang Anala memotong kepala boneka itu dan bebas dari tubuh Hirayasura. Asura langsung berpindah tempat dengan gerak kilat mi
Awan hitam berselimut kilatan petir yang bergemuruh sangat kencang terlihat begitu menakutkan dari sudut pandang kapal layar usang milik Banyu Sangkala. Tiupan angin yang menggerakkan air laut hingga menciptakan ombak besar membuat kapal layar itu terombang-ambing. Beberapa awak siaga di setiap sudut kapal. Ada yang menjaga tali layar dan kemudi kapal. Banyu Sangkala memberi perintah kepada para awaknya untuk tetap waspada terhadap terjangan ombak besar. Terutama pada bagian layar yang harus memastikan kecepatan angin. Ia sendiri berada di belakang kemudi kapal bersama ahli navigasinya. "Entah kenapa, aku ingin sekali muntah.""Uuuok!"Larasati mulai mabuk laut. Beberapa kali ia mencoba untuk muntah, namun ia menahannya sambil berpegangan pada tiang layar. Dewi Sari Kencana yang memiliki elemen es tidak begitu peduli dengan guncangan dan goyangan kapal karena ombak lautan. Ia justru bermeditasi dengan duduk bersila di atas geladak kapal. Namun beberapa kali air laut mengguyur tubuhn
Makara hitam tersebut belum mengetahui kedatangan dari sukma Aji Sangkala yang melesak cepat ke arah dirinya. Laju makhluk tersebut semakin cepat dan kian mendekati kapal layar milik Banyu Sangkala. Beberapa meter saja sebelum kapal tersebut dilahap masuk ke dalam mulut makhluk besar itu. "Banyu! Cepat berbelok!" Larasati melihat besar mulut dari makhluk tersebut sampai membuatnya terbelalak.Ia melotot dan menganga menyaksikan gigi runcing sebesar kapal layar yang kian mendekat. Bahkan hawa napasnya pun semakin terasa. Larasati merasa degup jantungnya menjadi lebih cepat. Rasa takutnya merubah pikirannya menjadi tidak karuan. Ia panik."Banyu, cepat!" Larasati berteriak."Kapal ini bergerak tergantung angin dan arus laut! Kau pikir kapal ini bisa bergerak sendiri?!" Banyu Sangkala belum mengetahui bila kapalnya juga dibantu bergerak dengan ditarik oleh seekor paus putih.Namun, kecepatan paus putih berenang tidak mampu menandingi kecepatan milik Makara hitam. "Busur Wijaya; panah p
Dewi Sari Kencana mengayunkan pedangnya ke arah puluhan panah. Ia membekukan mereka semua dan membuat seluruh anak panah tersebut berjatuhan bagaikan burung yang mati. Larasati mengubah pedangnya menjadi kelopak bunga cempaka putih. Ia mengendalikannya dan membuat seluruh kelopak bunga menerjang ke arah dermaga pelabuhan. Ia membuat seluruh siluman tersebut terkena ilusi. "Kurasa mereka sudah tidak berulah lagi." Dewi Sari Kencana menyarungkan pedangnya. "Cepat berlabuh, aku ingin tahu siapa para siluman ini." Ki Janggan Nayantaka meminta kepada Banyu Sangkala.Kapal layar Banyu Sangkala tidak bisa berlabuh terlalu dekat. Ia takut bila ada serangan kejutan dan malah membuat kapal tersebut kenapa-napa. Banyu Sangkala memilih untuk menurunkan perahu kecil dan meminta Ki Janggan Nayantaka, Larasati, Dewi Sari Kencana, Arya Santanu dan Asura untuk mendayung ke daratan."Aku akan kembali ke Sundapura. Bila ada apa-apa segera hubungi aku." B
"Kau menyeduh kopi?" Arya Santanu duduk di samping Ki Janggan Nayantaka. Ia baru saja mandi di telaga di dekat desa. Asura yang ikut bersamanya lebih memilih untuk mencari beberapa buah segar di sekitar hutan."Kopi di sini sangat nikmat. Apa lagi untuk menemani hari yang baru di Swarnadwipa. Dari kemarin kita terus saja bertarung hingga tidak memperhatikan badan sendiri. Hari ini aku ingin berjemur di pantai dan menikmati pagi." Ki Janggan Nayantaka menikmati pemandangan pantai dan pelabuhan.Arya Santanu tidak melihat dua wanita yang selalu saja mengganggu. Ia memilih untuk mencari mereka dari pada duduk diam dan hanya menghirup aroma kopi milik Ki Janggan Nayantaka. "Maaf, apa kau melihat dua wanita manusia?" Arya Santanu bertanya ke salah satu warga.Warga itu menunjuk ke arah alun-alun desa. Arya Santanu melihat begitu banyak anak kecil yang sedang berkumpul. Ia merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. "Terima kasih." Arya Santanu pamit dan
"Kau juga?!" Asura menoleh ke arah ular tersebut. "Sukma Aji Sangkala, apa kau bisa membantu Asura sebentar? Bantu ia mengalahkan Rakshasa lainnya, lalu segera kembali kepadaku." Arya Santanu menggunakan zirah iblis api dan lengan iblis serta sepatu iblis api. Ia siap untuk bertarung dengan si harimau petir."Aku mengerti. Baiklah, aku pergi dahulu." Sukma Aji Sangkala meninggalkan tubuh Arya Santanu dan melesak terbang ke arah Asura.Ular bermahkota itu melompat dan membuka mulut besarnya. Ia siap menerkam elang kecil di hadapannya.AAAARGH!!!Asura berteriak karena saking takutnya. "Teknik dewa petir, sambaran petir langit!" Sukma Aji Sangkala memusatkan energi miliknya di tangan kanan hingga membentuk kilatan petir. Ia memanggil dengan cepat petir dari langit untuk menghantam tubuh ular bermahkota itu.JEGEER!!!Petir besar menghantam tubuh ular bermahkota hingga membuatnya menutup mulut dan terlempar ke bawah kembali. Tubuh besarnya me