Lan Feiyu berada di depan ruang tenang seraya menengadahkan kepalanya ke langit. Ucapan Zizi yang mengatakan mendengar semuanya sangat mengganggu Lan Feiyu. Ia sudah menutup akses agar suaranya dan Li Haoxi tidak terdengar, tapi si licik Zizi masih saja mendengarnya. "Ya ke sana, ke sana, sedikit lagi!" suara teriakan nyaring membuyarkan pemikiran Lan Feiyu. Lan Feiyu mengepalkan tangannya saat ia melihat gadis yang ada dalam pikirannya kini tengah berada di depan sana tengah bermain dengan muridnya yang lain. Baru beberapa hari kedatangan Zizi dan satu hari Zizi sadar dari sakitnya, Zizi sudah membuat Mata Air ramai. Sekarang bukan hanya Xuan Yi, Ji Lian dan Yizi yang bermain dengan Zizi, tetapi murid yang lain ikut bermain dengan gadis itu. Pujian-pujian tentang Zizi yang pintar da cantik terus terdengar di telinga Lan Feiyu. Lan Feiyu rasa murid-muridnya sangat senang bermain dengan Zizi. "Guru Lan, sekarang Mata Air lebih berwarna, ya," ucap Li Haoxi mendekati Lan Feiyu. Lan F
Malam semakin larut, bulan dan bintang bersembunyi di awan yang gelap. Tadi sesaat setelah matahari terbenam, hujan deras mengguyur membasahi bumi. Harusnya malam ini ada pembelajaraan di ruang terbuka, tapi tidak bisa dilakukan karena hujan deras. Kini malam semakin larut dan hujan sudah mereda. Hujan deras tergantikan dengan hujan rintik-rintik yang suaranya membuat telinga terasa nyaman dan damai. Aroma tanah basah dan hawa dingin membuat tidur semakin nyenyak. Suara tetesan air, dan hewan kecil juga saling beradu membuat malam tidak terlalu sunyi. Penerangan di Mata Air sudah sebagian redup. Hanya beberapa saja untuk menerangi jalan. Seorang gadis mengendap-endap melewati jalanan gelap seraya menyisingkan bajunya. Gadis itu menutup sebagian wajahnya dengan rambut panjangnya. Pijakan kakinya sangat hati-hati karena takut menimbulkan suara. Kreek!Suara ranting yang terinjak membuat gadis itu tersentak seorang diri, padahal kakinya sendiri yang membuat ulah. "Hustt kaki, mohon ke
"Diam," desis Lan Feiyu masih membekap bibir Zizi dengan tangannya. Jam malam ada pengawas yang keliling untuk memastikan semua murid di Mata Air tidur. Kalau tidak mengikuti aturan tidur di jam yang sudah ditentukan, maka hukuman siap dijatuhkan. "Kamar guru Lan jendelanya masih terbuka," sebuah suara terdengar di telinga Lan Feiyu dan Zizi. kedua orang itu melihat dari celah rak buku ke arah dua pengawas yang tampak celingukan di jendela Lan Feiyu. "Kalau kamu ketahuan berada di kamarku, apa yang harus kita jelaskan? Maka jalan satu-satunya adalah sembunyi," ucap Lan Feiyu. Zizi menganggukkan kepalanya. "Guru Lan, apa guru sudah tidur?" tanya pengawas mencoba melihat ke dalam. Ada lentera yang menerangi kamar Lan Feiyu. Sadar lenteranya masih menyala, Lan Feiyu melepaskan bekapan tangannya pada bibir Zizi. Lan Feiyu keluar dari persembunyiannya, sedangkan Zizi masih berjongkok di balik rak buku. "Aku sedang mengerjakan sesuatu," ucap Lan Feiyu. "Apa guru mendengar suara berisi
Malam semakin larut, pun dengan hawa yang semakin dingin. Mata Lan Feiyu masih terbuka dengan lebar. Pria itu duduk dengan menyelonjorkan kakinya. Di tangannya memegang buku, tetapi Lan Feiyu tidak bisa fokus pada membacanya. Di sampingnya ada seorang gadis cantik yang juga masih membaca. Lan Feiyu tidak tahu apa maksud Zizi membaca buku di kamarnya, tetapi Lan Feiyu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Di mata para murid-muridnya, Lan Feiyu bisa merasakan kalau mereka mengagumi Zizi, tetapi Zizi tidak menganggap mereka. Melainkan malah berusaha mendekatinyw meski ia menolaknya. "Mengantuk sekali," ucap Zizi mengusap matanya yang terasa perih. Bruk!Zizi merebahkan kepalanya tepat di paha Lan Feiyu, Lan Feiyu sedikit terkesiap, pria itu ingin menarik pahanya, tetapi saat melihat wajah Zizi yang terlihat kelelahan, pria itu mengurungkan niatnya. Lan Feiyu menatap wajah Zizi yang sudah tertidur pulas, bibir Zizi sedikit terbuka dan dengkuran halus keluar dari sana. Tangan Lan F
Lan Feiyu membuka jendela kamarnya dengan lebar. Cahaya matahari masuk memalui jendela dan celah-celah lubang di kamar Lan Feiyu. Pria itu berdiri sembari menatap ke luar di mana udara sangat segar. Semalam turun hujan yang membuat bumi terasa lebih dingin dan segar. Matahari yang sudah keluar dari peraduannya membuat sorot wajah Lan Feiyu tampak lebih bercahaya. Pria dengan hidung mancung itu menarik napasnya dalam-dalam untuk menghirup aroma tanah basah. Setelah puas, pria itu membalikkan tubuhnya, menatap soerang gadis yang kini menggeliat dalam tidurnya karena wajahnya yang terkena sinar matahari. Gadis itu mengucek matanya, tiba-tiba matanya terbuka dengan lebar. Sadar akan sesuatu, Zizi segera bangun dari ranjang. "Akhh aku dimana?" pekik Zizi dengan kencang. Zizi menatap ke segala penjuru arah, sampai ia menatap tepat ke arah Lan Feiyu. Ingatan tentang semalam merasuki Zizi. "Eh guru, semalam aku ketiduran di sini?" tanya Zizi menatap Lan Feiyu. "Kamu pikir?" tanya Lan Feiy
Pembelajaran hari ini mulai pukul tujuh sampai matahari tepat berada di tengah langit. Selama belajar, Zizi menepati janjinya pada Lan Feiyu untuk serius. Zizi mencoba fokus pada pelajaran yang diberikan orang tua di depan sana. Zizi sudah susah payah masuk di padepokan Mata Air sampai dirinya pingsan tiga hari di gurun, kalau ia tidak serius, ia sendiri yang akan rugi. "Akhh ... akhirnya selesai," ucap Zizi merenggangkan otot tubuhnya saat guru Li Ren sudah pergi dari kelas. Zizi merebahkan kepalanya di meja, gadis itu mulai memejamkan matanya yang terasa kantuk. "Zizi," suara seseorang yang memanggil membuat Zizi mendongak. "Ah iya guru," jawab Zizi segera berdiri. Lan Feiyu yang masih duduk pun melirik ke arah Li Haoxi dan Zizi yang tengah berhadapan. "Mau berlatih pedang?" tanya Li Haoxi. "Mau," jawab Zizi ingin menarik pedangnya yang terselip di tubuh kanannya. Namun tangannya dicegah oleh Li Haoxi. "Nanti saat di tempat latihan. Sekarang keluar dulu dari kelas," ucap Li Ha
"Eh guru, Li. Kenapa aku tidak boleh menggunakan ilmu pedang yang aku miliki?" tanya Zizi menatap Li Haoxi dengan lekat. Saat ini Li Haoxi dan Zizi tengah duduk bersama di pinggir lapangan. Li Haoxi duduk dengan sopan, sedangkan Zizi, meski perempuan cara duduk gadis itu tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Zizi duduk sembari mengangkat kaki kanannya yang diletakkan di kaki kiri. Li Haoxi tidak menegur, pria itu hanya tersenyum kecil sembari menatap kaki Zizi. Merasa ditatap oleh gurunya, Zizi menggaruk kepalanya dengan kikuk. "Eh, ada apa, Guru?" tanya Zizi. "Apa kamu tidak mendengarkan pelajaran hari ini?" tanya Li Haoxi. "Pelajaran?" Zizi bertanya balik. Gadis itu seolah tengah berpikir keras. Sadar akan yang dia lakukan, gadis itu segera menurunkan kakinya. "Hehehe ... maaf, Guru. Sudah kebiasaan nangkring di atas pohon," jawab Zizi menepuk-nepuk kakinya. Li Haoxi mengernyitkan dahinya menengar ucapan Zizi. "Ah lupakan saja, aku sudah terbiasa duduk begitu," kata Zizi meng
"Ahhh ... rasanya senang sekali," ucap Zizi berjalan sembari merentangkan tangannya. Sesekali gadis itu akan memutar-mutar kepalanya untuk mengurangi rasa pegalnya. Latihan dengan guru Li sangat menyenangkan, meski Zizi harus sekuat tenaga melawan Guru Li, setidaknya Guru Li lawan yang imbang dan tidak benar-benar melukainya. "Eh ... di mana teman-temanku?" Zizi menatap ke sekelilingnya yang tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda satu orang pun di sana. Zizi berlari untuk menuju ke aula mencari teman-temannya. Senyum masih mengembang di wajah gadis itu. Terlihat sekali kalau Zizi tengah bahagia. "Ekheem ...." Suara orang berdehem sedikit kencang terdengar di telinga Zizi saat Zizi melewati ruang hukuman. Ruangan yang pernah ia masuki dan membuat punggungnya sakit bukan main. Tetapi Zizi harus berlagak seperti seorang pendekar yang tidak merasakan sakit. Padahal aslinya Zizi juga ingin menangis. "Ekheem ... ekheemm ...." Suara orang berdehem-dehem saling bersahutan. Zizi menolehkan kep