Sudah hampir tiga puluh jurus, wajah Putri Galuh mulai berkeringat tapi dia belum juga mampu mendesak apalagi mengalahkan Pendekar Pekok.
Melihat baju sang putri yang mulai basah dengan keringat sehingga makin memperlihatkan badannya yang padat dan berisi.
Bahkan keluar aroma harum dari keringat Putri Galuh yang ternyata sangat rajin dan rutin lakukan perawatan tubuh, Pendekar Pekok makin tak karuan rasa, pendekar ini berpikir sudah saatnya dia sudahi latihan ini, daripada dia makin pusing sendiri.
Pendekar Pekok berteriak nyaring lalu tubuhnya mencelat ke atas, inilah pembukaan jurus menari di atas awan yang dia keluarkan.
Tentu saja pendekar ini membatasi tenaganya, dia kemudian meluncur deras ke bawah, tangan keduanya bertemu, dengan posisi putri di bawah dan pendekar dari atas.
“Dessss….!” Tubuh Putri Galuh terjengkang ke belakang, tapi dia langsung bersalto dan mampu berdiri dengan kokoh, tapi dadanya terasa sesak. Pukulan d
“Hanya persoalan asmara kek…tapi…yahhh sudahlah, maafkan kelemahan hati murid yang tak kuat ini guru!” sahut Malaki sambil menunduk.Kakek misterius ini malah tersenyum maklum, tanpa Malaki cerita pun si kakek misterius ini sudah paham, Malaki sedang patah hati.“Tak apa anak muda…kelak kalau kamu makin dewasa, semua kesedihan itu akan jadi pelajaran bagi kamu dan anak-anak kamu kelak!”“Anak-anak…murid belum menikah sampai kini guru…kekasih pun…tidak punya kini?”“Kelak kamu akan bertemu jodohmu…tapi aku bukan Tuhan yang bisa menyebutkan kapan, tapi kelak kamu pasti bertemu beberapa wanita yang akan kamu cintai dan mereka cintai…bahkan kamu kelak akan mendapatkan anugerah yang tak di sangka-sangka, tapi diimpikan semua orang, walaupun kamu menolak, tapi takdir agaknya tak bisa kamu tolak!”Melongolah Malaki, kakek ini menyebutkan beberapa wanita
Akhirnya Prabu Dasad mematuhi saran dari Pendekar Budiman. Seminggu kemudian Jenderal Tarkuli luar biasa kagetnya, saat dapat kabar pergantian atau lebih tepatnya pemecatannya sebagai Panglima Perang Kerajaan Hilir Sungai oleh Prabu Dasad.Namun Prabu Dasad tentu tak melupakan jasa mantan Panglima Perangnya ini, hadiah-hadiah besar diberikan pada sang Panglima, sebagai bekal pensiun. Termasuk penghargaan-penghargaan lainnya, agar sang mantan panglima ini terhibur.Sejak saat itu juga, status buronan pada Pendekar Budiman di cabut oleh Panglima Perang yang baru pengganti Jenderal Tarkuli, atas perintah Prabu Dasad tentunya.Namun Jenderal Tarkuli terlanjur sakit hati, tak dia duga Prabu Dasad yang masih muda ini berani dan tega memecatnya, padahal dia dulu luar biasa berkorbannya dengan ayah sang Prabu untuk membesarkan kerajaan ini, tapi setelah sang Prabu Dasasana mangkat dan digantikan Prabu Dasad, jasa-jasanya seakan tak ada artinya di mata Prabu Dasad.
Ternyata itulah Pendekar Budiman yang sudah sangat tua, dan banyak yang mengatakan usianya sudah 200 tahun, ada yang bilang 150 tahun serta 100 tahun dan lain-lain saking tuanyaLambat laun diapun dijuluki dengan nama baru ‘Kakek Berhati Emas’ karena selalu memberikan petunjuk-petunjuk silat pada orang yang beruntung bertemu dia.“Nah Malaki…kiranya sudah cukup kita bercakap-cakap, hari makin malam…waktuku pun hampir habis…selamat tinggal, semoga kelak kamu jadi pendekar yang baik…kelak kamu pun jangan kaget, kalau kamu dan aku sebetulnya ada pertalian keluarga…saat ini tak perlu aku ceritakan, kelak kamu sendiri akan tahu jawabannya!” lalu Kakek Berhati Emas ini berjalan santai, tidak menunggu jawaban Malaki.Tapi hasilnya sungguh di luar dugaan, dalam sekejab, tubuh tua renta ini langsung hilang dari pandangan Pendekar Pekok.Terang bulan purnama yang menerangi malam memperlihatkan tubuh pendeka
Nyai Tulip sang mucikari sekaligus pemilik tempatn ini sejak tadi terus memperhatikan ulah Pendekar Pekok ini, dia pun mengangguk-anggukan kepalanya, seakan paham apa yang diinginkan Malaki.Ternyata selain dua anak buahnya yang di suruh menjauh tadi, ada beberapa anak buahnya yang juga tak berkenan di hati pendekar ini.“Anak muda hartawan ini mahhh, seleranya pasti ga bakalan anak buahku yang biasa-biasa saja, perlu bintangnya yang harus menemaninya!” batin Nyai Tulip.Diapun mendekati Pendekar Pekok dan duduk di depan lelaki tampan perlente, tapi berwajah dingin ini.“Selamat datang di kafe mawar tulip, saya Nyai Tulip, pemilik tempat ini!” wanita yang masih tetap cantik di usia 45 tahun ini sambil menyodorkan tangannya yang lentik pada pendekar ini, untuk memperkenalkan diri.Pendekar Pekok menerima uluran tangan Nyai Tulip, sambil menyebutkan nama Pekok, sengaja tak mau sebutkan nama aslinya.“Pekok…
Nyi Larasati kini paham, wanita jelita yang sangat berpengalaman dengan para pria ini maklum.Pemuda tampan di depannya ini sedang patah hati. Itu terlihat dari gaya dan sikapnya yang seakan membutuhkan hiburan ke tempat ini.Dan ia salah satu wanita yang mampu membuat seorang pria patah hati kembali bersemangat.Nyi Larasati duduk di kursi yang ada di depan Malaki, dia kembali duduk dengan cara memikat, sehingga sukses membuat pendekar ini benar-benar kikuk dibuatnya dan makin serba salah, karena gaya Nyi Larasati benar-benar sangat memikat.“Jadi Tuan Muda Malaki benar-benar tak tahu tempat apakah ini?”Malaki kembali menganggukan kepala.“Tempat ini berkumpulnya para wanita tuna suu….!” Tiba-tiba Nyi Larasati menghentikan ucapannya.Karena kamarnya tiba-tiba di gedor seseorang dari luar, dan terdengar suara Nyai Tulip menyabarkan orang yang menggedor kamar itu sambil berteriak-teriak marah.&ld
“Heiii setan mana yang tiba-tiba nongol!” lalu…dessss pria yang berpenampilan acak-acakan ini menendang pria berpakaian mewah yang bicara tadi hingga terjungkal ke sungai. Setelah sebelumnya dua pengawal yang tadi dia pukuli juga dia lempar ke sungai.Malaki sengaja mendiamkan ulah pria yang tak dikenalnya ini saat melempar tiga orang tadi ke sungai. Ia masih melihat sampai sejauh mana pria aneh itu mengamuk.Saat dia melirik Nyi Larasati, Malaki tersenyum dan menganggukan kepalanya, tanda agar wanita cantik ini jangan takut. Nyi Larasati kini mulai tenang, karena kehadiran Malaki tepat di saat genting dan senyuman itu makin menguatkan hatinya.“Sabar kisanak…!” kata Malaki mencoba menenangkan orang yang agaknya punya kelakuan kurang waras ini. Tapi agaknya memiliki ilmu silat tinggi, terbukti tendangan dan pukulannya mampu menaklukan semua pengawal plus orang tua berpakaian mewah tadi tanpa kesulitan.“Kamu sia
“Pedang Bengkok…kamu yang di katakan Pendekar Pekok itu…iya..aku baru ingat, wajah kamu mirip Pangeran Dipa…dan pernah kamu kalahkan saat adu tanding setahun lebih yang lalu di rumah Panglima Jenderal Ki Parong…haayaaaa…apeess dah aku!”Tiba-tiba tanpa diminta dua kali, Ki Korna langsung loncat sendiri keluar dari perahu, lalu buru-buru berenang ke pinggir, untung Ki Korna pintar berenang.Ki Korna sebagaimana pejabat lainnya di kerajaan Hilir Sungai tentu saja pernah dengar kemunculan seorang pendekar muda, yang di juluki Pendekar Pekok berhati kejam dan tak kenal ampun terhadap para penjahat.Dia juga tahu desas desus, selain mirip dengan wajah Pangeran Dipa, putra mahkota itu juga pernah kalah melawan Pendekar Pekok ini.Yang namanya isu, apalagi menyangkut Putra Mahkota, sangat cepat menjalar kemana-mana.“Jadi kamu orangnya yang dikatakan mirip pangeran mahkota dan dulu pernah mengalahkan sa
“Ada apa?’” tanya Larasati pada seorang penjaga yang biasa berjaga di luar tempat ini.“Gawat Nyi, ada kelompok preman pimpinan Ki Paruki, mereka ngamuk-ngamuk di dalam!” sahut penjaga itu.Nyi Larasati tanpa sadar menarik tangan Malaki dan masuk ke dalam, mencueki pandangan orang-orang yang rame berkumpul.Termasuk puluhan wanita dari Bunga Tulip yang berbisik-bisik melihat Nyi Larasati menggandeng seorang lelaki muda tampan dan perlente.Begitu masuk ke dalam, Nyi Larasati dan Malaki kaget melihat kursi-kursi berhamburan, terlihat Nyai Tulip yang bersimpuh ketakutan di hadapan seorang pria, yang dipinggangnya ada golok besar dan sedang bercakak pinggang, serta 5 anak buahnya yang tertawa terbahak-bahak.Begitu melihat Nyi Larasati masuk, salah seorang perusuh itu langsung menunjuk wanita cantik ini.“Ki Paruki, nihh datang wanitanya, ehh dia bawa cowok ganteng Ki, saingan berat nihhh!” ceplos anak