“Pedang Bengkok…kamu yang di katakan Pendekar Pekok itu…iya..aku baru ingat, wajah kamu mirip Pangeran Dipa…dan pernah kamu kalahkan saat adu tanding setahun lebih yang lalu di rumah Panglima Jenderal Ki Parong…haayaaaa…apeess dah aku!”
Tiba-tiba tanpa diminta dua kali, Ki Korna langsung loncat sendiri keluar dari perahu, lalu buru-buru berenang ke pinggir, untung Ki Korna pintar berenang.
Ki Korna sebagaimana pejabat lainnya di kerajaan Hilir Sungai tentu saja pernah dengar kemunculan seorang pendekar muda, yang di juluki Pendekar Pekok berhati kejam dan tak kenal ampun terhadap para penjahat.
Dia juga tahu desas desus, selain mirip dengan wajah Pangeran Dipa, putra mahkota itu juga pernah kalah melawan Pendekar Pekok ini.
Yang namanya isu, apalagi menyangkut Putra Mahkota, sangat cepat menjalar kemana-mana.
“Jadi kamu orangnya yang dikatakan mirip pangeran mahkota dan dulu pernah mengalahkan sa
“Ada apa?’” tanya Larasati pada seorang penjaga yang biasa berjaga di luar tempat ini.“Gawat Nyi, ada kelompok preman pimpinan Ki Paruki, mereka ngamuk-ngamuk di dalam!” sahut penjaga itu.Nyi Larasati tanpa sadar menarik tangan Malaki dan masuk ke dalam, mencueki pandangan orang-orang yang rame berkumpul.Termasuk puluhan wanita dari Bunga Tulip yang berbisik-bisik melihat Nyi Larasati menggandeng seorang lelaki muda tampan dan perlente.Begitu masuk ke dalam, Nyi Larasati dan Malaki kaget melihat kursi-kursi berhamburan, terlihat Nyai Tulip yang bersimpuh ketakutan di hadapan seorang pria, yang dipinggangnya ada golok besar dan sedang bercakak pinggang, serta 5 anak buahnya yang tertawa terbahak-bahak.Begitu melihat Nyi Larasati masuk, salah seorang perusuh itu langsung menunjuk wanita cantik ini.“Ki Paruki, nihh datang wanitanya, ehh dia bawa cowok ganteng Ki, saingan berat nihhh!” ceplos anak
Nyi Larasati tak pernah tahu latar belakang pelancong yang telah mencuri hatinya ini, karena sang pelancong itu tak pernah terbuka siapa jati diri dia sesungguhnya.Padahal sang pelancong itu adalah Pangeran Dipa, yang sedang dalam perjalanan menuju daerah perbatasan bersama ribuan pasukannya.Pangeran Dipa sengaja menyamar karena Kadipaten Pangsa yang merupakan salah satu kota paling dekat dengan Kadipaten Solak, kabarnya sering menjadi tempat pertemuan para tokoh pemberontak.Inilah sebabnya sang pangeran yang hobby berpetualang ini sengaja menyamar sebagai pelancong. Walaupun Panglima Ki Parong agak mengkhawatirkan keselamatan sang pangeran mahkota ini, tapi ia juga tak berani melarang, walaupun tahu resikonya sangat besar, kalau penyamarannya terbongkar, tapi sang pangeran sangat ngotot, panglima ini pun hanya bisa membiarkan, tapi telik sandi yang berilmu tinggi tetap memantau kemanapun Pangeran Dipa melancong dan siap sedia turun tangan kalau posisi sang p
“Tidur yang nyenyak sayang…aku akan membalaskan sakit hatimu…!” lalu Malaki meloncat melalui jendela dan menghilang cepat dari rumah Bunga Tulip tanpa ada yang tahu kemana pendekar sakti yang sedang di amuk patah hati ini pergi.Kalung yang di belikan buat Nyi Larasati tadi sempat ia pasang di leher kekasihnya ini.Tak sulit bagi Malaki melacak di mana keberadaan Ki Paruki cs, markas mereka ternyata masih dalam kota di Kadipaten Pangsa ini juga.Begitu dia tiba di sana, dia langsung di kurung 15 orang bersenjata golok dan tombak di depan markas mereka tersebut.Ki Paruki dan 4 temannya yang dulu di hajar hingga kini hanya memiliki satu lengan, melihat kedatangan musuh besarnya ini, kaki mereka langsung gemetaran.Mereka langsung bersembunyi ketakutan, tangan ke lima orang ini yang sudah hilang sebelah 2 bulan akibat tebasan Pendekar Pekok, kini tertutup jubahnya masing-masing, walaupun sudah sembuh, tapi rasany
Saat Ini…!Pendekar Pekok kini bangkit dari duduknya, sekaligus menghentikan lamunannya, di usianya yang sudah mendekati 25 tahun, rasa bosan mulai mendera dirinya, 2 tahun lebih berpetualang sebagai pendekar dan juga tak melewatkan kasih sayang wanita, telah membuat pendekar ini ingin berubah.Sebenarnya dia sempat ingin meladeni Nalini, tapi saat menatap wajah Dusman, murid Ki Jarong, dia langsung paham. Pemuda sederhana itu diam-diam sangat mencintai Nalini. Itulah sebabnya Pendekar Pekok ini tak pernah mau menanggapi Nalini.Biarpun terkenal sebagai Pendekar Romantis, tapi rasa kasian dalam dirinya sering timbul, sehingga pendekar ini tak mau mengumbar cintanya pada sembarang wanita.Dia kasihan dengan pemuda sederhana itu dan tidak ingin juga merusak hati Nalini.Karena sampai detik ini, dipikirannya hanya ada dua wanita, yakni Rani dan mendiang Nyi Larasati.Kini dia menuju Pegunungan Meratus bagian Barat, penasaran juga pendeka
Dua kawannya langsung menolongnya dan kini mata mereka melotot ke semua pengunjung warung yang sedang rame-ramenya itu.“Siapa yang berani gila menyakiti sahabat kami, belum tau siapa kami hahhh…tiga pendekar golok putih dari perguruan Warik Putih,” teriak seorang teman si pria ini sambil berkacak pinggang.Semua pengunjung tentu saja tak ada yang berani menyahut ucapan teman pria ini, nama padepokan Warik Putih sudah terkenal memiliki banyak pendekar hebat, hanya anehnya kenapa ada yang jadi penjahat seperti tiga orang ini..?Pria ini makin emosi saja, dan dia menendang sebuah meja milik seorang pengunjung, hingga semua makanan dan minuman berhamburan di atas meja tersebut.Tiba-tiba melayang sebuah gelas dan tepat mengenai wajah pria ini, lagi-lagi kepalanya bocor dan langsung semaput di lantai.“Ha-ha-ha…ngaku pendekar golok putih, kena gelas saja langsung semaput!” ternyata yang tertawa itu seorang dara rem
Kinanti langsung melompat dan menebaskan pedang panjangnya ke leher si botak yang kurang ajar ini, dia terus menerjang maju, lalu mengirim pukulan keras sekali ke dada si botak.Akan tetapi tak percuma si botak sebagai salah seorang tokoh golongan hitam, dia enteng saja menghindar serangan-serangan dara ini sambil terus tertawa terbahak-bahak. Si Botak melihat gerakan Kinanti masih sangat lamban, sehingga dia terus makin tertawa terbahak-bahak mengejek serangan gadis cantik ini.Melihat serangannya selalu gagal, dara ini lalu menambah dengan pukulan yang amat kuat di sertai tenaga dalam.Si Botak malah sengaja menahan dengan salah satu tangannya. “Desssss…wuutttssss!” si dara ini menyusul dengan tebasan pedang di tangan kanannya, si botak langsung menunduk dan melancarkan pukulan balasan yang mengandung tenaga dalam yang kuat.Akibatnya isi dada Kinanti serasa remuk terguncang, dia langsung mundur sambil memuntahkan darah seger, seperti
Setelah mengobati Ki Saul, Malaki meminta dua orang yang kini sudah terlihat sehat setelah minum pil pemberiannya tadi untuk mendudukan Kinanti yang pingsan.“Pegang bahunya, aku akan menyalurkan hawa dingin ke tubuhnya!” setelah Kinanti bisa di dudukan dan di pegang dua orang, Malaki kemudian seperti mengobati Ki Saul tadi, dia langsung menempel kedua lengannya ke punggung Kinanti.Dua orang yang tadi memegang tubuh Kinanti sampai merasakan hawa sangat dingin yang masuk ke tubuh dara cantik ini.Mereka kini ikutan mengigil, setelah beberapa saat, pelan-pelan wajah pucat Kinanti mulai berubah memerah, lalu dia pun mengeluh dan kini matanya terbuka.“Kamu jangan melawan, terima saja hawa dingin ini, lalu kamu fokus salurkan tenaga dalam di perut dan diamkan saja!” perintah Malaki pada Kinanti yang mulai siuman lagi ini.Kinanti yang tahu dia sedang di obati langsung melakukan apa yang diperintakan Malaki.Lama-lama dad
“Aku sangat suka ilmu silat bang, makanya sejak kecil aku malas masuk sekolah, lebih suka masuk perguruan silat itu. Kebetulan ayah sangat dekat dengan guru-guru di sana, jadinya aku sejak 5 tahun lalu di titipkan di sana…tapi 5 tahun belajar siang malam, baru menghadapi satu orang tokoh jahat, aku dah keokkk…capeee dehhhh!” kata Kinanti dengan wajah murung sekaligus kecewa.Malaki tertawa kecil dan bilang mungkin Kinanti kurang serius saja berlatih dan banyak main-mainnya.“Sebetulnya abang lihat ilmu silat kamu sudah lumayan, hanya kurang latihan saja!” cetus Malaki sengaja membangkitkan semangat Kinanti lagi.“Bang ajarin yaa…biar Kinanti tak kalah lagi melawan para penjahat!” harap Kinanti, bahkan tanpa sungkan dia menarik tangan Malaki dan mengguncang-guncang tangan kekar pendekar sakti ini.“Boleh…tapi nanti yaaa…!”“Kapan bang…ehh aku ikut abang a