“Biarlah Dafina, lain waktu kalau berjumpa lagi aku tak akan memberi ampun,” sahut Remibara sambil menghela nafas lega, karena kini dadanya normal lagi.Saat melihat mayat Ki Sohail dan 10 orang itu, Remibara tersenyum lega, kini semua musuh besarnya sudah habis.Sementara Nyai Dawina tak mungkin dia lawan dan musuhi, selain wanita itu ‘ibu mertuanya’ juga Nyai Dawina sudah menjelaskan duduk perkaranya dulu (baca bab terdahulu), sehingga Remibara tidak lagi mendendam pada wanita yang cantik dingin itu.“Bagaimana dengan 11 mayat ini Remibara, aku malas menguburkan mereka, aku cape,” sungut Dafina manja.Tiba-tiba Dafina melongo, saat melihat ke 11 jasad ini bak melayang dan terbang menuju ke sebuah telaga yang di penuhi bunga-bunga hutan, lalu perlahan tapi pasti jasad ke 11 orang ini tenggelam ke dalam telaga itu, yang ternyata sebuah lumpur hisap.Remibara sengaja mengerahkan tenaga dalamnya dan melempar ke 11 mayat ini ke telaga yang dia tahu merupakan lumpur isap di bawahnya airny
Setelah menguburkan ke tiga jasad itu, termasuk dua musuhnya yang dikatakan Ki Pani anak buah Kakek Kofa, bermunculanlah ratusan warga Kampung Bangkirai, semuanya dengan wajah ketakutan.Mereka berani muncul saat Remibara dan Dafina yang mereka lihat sudah menolong ketiga orang yang tewas tadi, yang selama ini di anggap sebagai pelindung warga kampung ini.“Kalian jangan takut, mulai hari ini kampung ini akan jadi wilayah perlindungan Pangeran Remibara dari Kerajaan Hilir Sungai. Siapapun kelak yang menganggu kalian, maka akan berhadapan denganku dan istriku, Putri Dafina,” itulah kalimat yang menjadi obat rasa tenang bagi warga Kampung Bangkirai ini, yang selama berbulan-bulan jadi budak Ki Jarot dan komplotannya.Remibara lalu meminta warga menunjuk salah satu orang yang diangkat sebagai Kepala Kampung yang baru, menggantikan Ki Jarot yang dulu merampas dari Ki Parleh.Dan di tunjuklah Sampanan kemenakan dari Ki Parleh, karena Ki Parleh tak
Sembrana yang marah langsung memukul perampok itu, lalu menebas dengan parangnya, tapi apalah daya Sembrana yang masih kecil dan tak memiliki ilmu kanuragan.Tapi sekali libas Sembrana terjengkang dan kepalanya membentur pintu kamar, kepalanya langsung nanar dan matanya berkunang-kunang.“Sembrana…pergilah cepat…!” terdengar lirih suara Nyi Santi yang tak berdaya saat dirinya akan perkosa perampok itu, yang ternyata pelakunya sang kepala rampok itu sendiri.“He-he-he anak kecil tampan ini rupanya anak kamu ya Nyi Santi…baiklah aku akan membunuhnya dulu, baru kita lanjutkan bersenang-senang, menganggu benar ni anak, belum sempat aku menikmati tubuh denokmu si bocah ini muncul!” sungut si kepala rampok, agak aneh juga kenapa sang kepala rampok ini justru kenal Nyi Santi.Si kepala rampok ini lalu mengangkat tubuhnya dari tubuh Nyi Santi yang tadi sempat di tindihnya dan sudah tak karuan pakaiannya serta hampir saja berhasil di gagahi.Nyi Santi langsung turun dari ranjang dan menghiba a
Tujuannya ternyata ingin mencari seorang guru silat yang lihai, untuk kelak membalas dendam terhadap para perampok tersebut, wajah sang kepala rampok tak pernah lepas dari ingatannya.Anak kecil ini benar-benar memiliki tekad yang kuat dan agaknya sifat pendendamnya menurun dari ayah kandungnya, Pendekar Berhati Kejam, Remibara.Hatinya yang polos memutuskan dia harus merantau ke kota dan mencari padepokan besar, untuk berlatih silat.Selama ini Sembrana sering bertanya pada ibunya, siapa guru silat yang hebat, tentu saja ibunya tak kenal, kecuali menyebut-nyebut nama ayah si anak kecil ini.“Dia sangat hebat, ganteng dan kamu kelak harus bertemu dia, sayangnya ayah kamu itu seorang perantau dan ibu tak tahu di mana dia tinggal, namanya Remibara” itulah ucapan yang sering terngiang-ngiang di telinga si kecil Sembrana. Selama merantau, Sembrana setiap kali sampai di sebuah kampung, akan meminta pekerjaan di sebuah warung makan, lalu minta makanan sebagai upah, dia tak sudi mengemis.
Sembrana dan Atos kini jalan-jalan di kotaraja, sangat banyak orang berlalu lalang, bahkan agaknya seperti ada pesta rakyat. Nasib baik berpihak pada dua bocah ini, hari ini mereka bakal makan besar sepuasnya.Ternyata hari ini sedang diadakan pesta ulang tahun anak Putra Mahkota Pangeran Kertamalaki dan Putri Renecia, yakni Pangeran Malaki yang ke 3 tahun sampai satu pekan ke depan, yang artinya merekapun bakal terjamin selama satu minggu ke depan.Nama pangeran kecil ini sengaja sama dengan kakeknya buyutnya, sebagai penghargaan buat Prabu Malaki.Tentu saja hari ini Atos tak perlu mengemis, karena ini pesta rakyat, maka makanan gratis pun ada di mana-mana. Sembrana yang sejak dulu juga ogah mengemis ikutan senang, karena mereka bebas makan apa saja tanpa memandang status, yang sengaja diletakan di depan pemilik rumah makan di Kotaraja.Prabu Sembara memang sudah meminta semua warung makan di ibukota di gratiskan buat rakyat Kotaraja, sebagai rasa syuku
Sembrana terus mendengarkan dua orang itu bercakap-cakap dan hatinya merasa sangat tegang sekali.Sembrana makin kaget saat tahu titik-titik di mana kedua orang ini sengaja menyebar racun di makanan yang di santap gratis warga Kotaraja oleh dua orang yang tidak di kenal ini.Tak lama kemudian terdengar dua orang berjalan keluar, Sembrana yang cerdik lalu pura-pura tidur agar tak di curigai, dua orang yang melewati dirinya dan sempat menatap dan kaget ada ‘pengemis’ cilik yang ngeprok di bangunan kosong ini.“Huhh sudah kecil jadi pengemis, eh jangan-jangan dia dengar kita ngobrol tadi?” sahut satu dari dua orang itu.“Ahh nggak usah di perdulikan buang-buang tenaga saja, kalau dia dengar tak kenal juga dengan kita, lagian ini masih bocah. Ayoo kita pergi lapor pada bos, kita lihat hasilnya, tak sabar aku ingin lihat warga yang kelaparan bakal keracunan mati he-he,” temannya langsung mengangguk dan merekapun berlalu dari sana dan menghilang di jalan yang rame.Sembrana menatap kepergia
“Sembrana, kamu sekarang mau kemana?” pria setengah tua yang mengenalkan diri sebagai Ki Panjali bertanya ke Sembrana setelah mereka di lepaskan anak buah Panglima Dalman, usai di interogasi para pengawa sang panglima ini.“Aku tak punya tempat tinggal paman..aku hanya perantau dari kampung, aku yatim piatu!” sahut Sembrana apa adanya.“Berbahaya kalau kamu berkeliaran, pasti para pelaku dan komplotannya bakal mencari-cari kamu. Kasus ini sangat menghebohkan, bahkan kini seluruh kotaraja sedang sibuk mencari pelakunya. Begini saja, kamu ikut aku pulang dan tinggal bersamaku, aku jamin mereka tak berani menganggu kamu!”Sembrana cerdik, ia paham konsekwensi yang sudah ia lakukan tadi, benar kata Ki Panjali, pasti kini nyawanya terancam dan bakal di cari-cari si baju hijau dan si baju biru. Tanpa banyak pikir, Sembrana mengangguk dan mengkuti Ki Panjali.Sembrana kaget sekaligus senang, Ki Panjali ternyata mengajaknya pulang ke Padepokan Bangkui Hirang.Ki Panjali ternyata bukan orang s
“Aku tidak mencurinya…aku mendapatinya tak sengaja…!” bantah Sembrana. Si kakek ini mendelik lalu tertawa hingga giginya yang ompong terlihat jelas. Dan yang aneh lagi, si kakek ini agak cebol, saat Sembrana berdiri, tinggi si kakek hampir sama dengannya, bahkan agak tinggian Sembrana.“He-he-he…terserah kamulah, eh bocah, kamu tahu apa isi kitab ini?” tentu saja Sembrana langsung menggeleng dan ia bilang baru mau membaca hari ini.“Ahh masa…sekarang kamu serang aku, aku mau lihat benar apa bohong ucapan kamu itu!”“Baiklah, jangan salahkan aku kek kalau membuat kamu terluka!” ucap Sembrana bak orang dewasa saja.“Hik-hikkk bisa ajee ni bocah, kayak orang dewasa yang sakti aje bacotnya, cepat lakukan,” desak si Kakek terbahak.Merasa di remehkan, Sembrana marah juga, kini dia mulai pasang kuda-kuda, yakni jurus pembuka bangkui menerkam mangsa.Inilah untuk pertama kalinya dia mulai mengeluarkan ilmu silat yang dilatihnya selama 2 tahunan ini.Angin mulai bersiur lalu menyambar dan ber