“Jadi begitulah baginda, kami sama sekali tak menyangka, begitu masuk ke wilayah perbatasan Kadipaten Pangsa, kami di sambut dengan tembakan-tembakan meriam, hingga pasukan kita kocar kacir dan banyak yang tewas!” Panglima Dalman memberikan laporan pada Prabu Sembara, yang didengarkan dengan geleng-geleng kepala saja, saking kagetnya dengan fakta yang dihadapi pasukannnya saat ini.Setelah Panglima Dalman memberi laporan, giliran 5 orang komandan yang memberikan laporan dan menceritakan jumlah pasukan mereka yang banyak tewas atau terluka berat.Prabu Sembara sampai lama terdiam dan memikirkan langkah berikutnya, namun ia langsung ingat pelajaran dari Permaisuri Putri Galuh, istri ketiga ayahnya yang memang lihai taktik perang.Sebelum ibunda nya dan juga ayahanda bersama berempat merantau, Prabu Sembara sudah ditinggali sebuah kitab pejaran ilmu peperangan oleh Putri Galuh, sehingga kini Sembara jadi paham menghadapi musuh yang kuat.“Begini…sambil menunggu pasukan bantuan dari kadip
Saat Sembara bermaksud menguping pembicaran Alfred dan Nyi Padmasari, dia kaget karena ada keributan di luar rumah makan mewah ini.Keributan itu cukup menyita perhatian semua orang di rumah makan ini, termasuk Sembara dan kini ia melihat apa yang terjadi.Dihalaman ada 2 orang yang ditangkap pasukan keamanan Kadipaten Pangsa dan diteriaki sebagai mata-mata Kerajaan Hilir Sungai. Semua warga menyingkir, seakan takut terlibat.Otomatis perhatian Sembara tertuju ke dua orang itu dan alangkah kagetnya dia, karena yang ditangkap ada dua orang, salah satunya wanita dan satunya pria.Keduanya kini sampai terduduk di tanah dengan kondisi tak bisa bergerak!Tentu saja Sembara kenal yang wanita itu, saat caping lebarnya di rengut paksa orang yang menotoknya.“Sarasvati…!” batin Prabu Sembara kaget, ia lalu menatap anak buah Ki Sapuan ini yang tertotok oleh dua orang yang agaknya sangat sakti.Saat Sembara menatap lagi, Sembara makin kaget, ternyata yang menotok kedua orang itu adalah Dulung da
“Ceritalah Nyi, biar paduka tahu apa yang terjadi dengan kamu dan siapa ayah dari Putri Gea ini!” kembali Ki Sapuan bersuara lembut.Prabu Sembara turut menganggukan kepala mendengar ucapan Ki Sapuan, karena ia pun penasaran.“Baiklah…pertemuan yang tak di sangka-sangka ini memang sudah jalannya Tuhan, dan hari ini aku memang harus terbuka, Ki Sapuan nggak usah kemana-mana, karena sampian sudah aku anggap orang tuaku sendiri!” Nyi Padmasari lalu kembali menghela nafas panjang dan mulai bercerita.Setelah dulu bertemu Sembara yang saat itu bersama Ranina, Sembara dan Nyi Padmasari lalu kembali merajut cinta setiap kali ada kesempatan bersama.Tak di nyana saat bersama mereka sempat kepergok Ranina dan Sembara lalu mengejar Ranina yang bertemu musuh hebat, yang ternyata Dulung dan Nyai Dina, yang ternyata kini bergabung di Kerajaan Pangsa pimpinan Ki Basarah.Saat mengejar Ranina kala itu, Sembara terjungkal ke jurang dan akhirnya Ranina sembuh berkat memakan daun ajaib, yang tak sengaj
Paginya, setelah keluar dari Kadipaten Pangsa, Sembara lalu membeli 2 ekor kuda, satu buatnya dan satu buat Putri Padmasari, istrinya.Selain menghemat tenaga, juga biar makin cepat sampai ke Kerajaan Barito Barat, Putri Gea tentu saja bingung melihat ‘ayahnya’ yang berkuda di depan ibunya, namun dia diam saja karena Putri Padmasari terlihat menghela kudanya sangat cepat mengikuti kuda Sembara.Setelah setengah malam dan satu hari berkuda dan sudah sangat jauh meninggalkan Kadiapetan Pangsa, Sembara mengajak anak dan istrinya ini mampir di sebuah desa yang lumayan rame, tapi sudah masuk wilayah perbatasan dengan Barito Barat.“Dinda, kita istirahat dulu, kasian juga putri kita kelelahan di atas kuda, juga ini sudah sore, kita malam ini bermalam di desa ini, di sana ku lihat ada penginapan!”Putri Padmasari mengangguk, tubuh Putri Gea yang sengaja di ikat punggungnya juga diturunkan.“Bunda…siapa paman ini!” tunjuk lengan mungil Putri Gea ke arah Sembara.“Sayangg…itulah ayahanda kamu,
Kedua madu yang sama-sama cantik ini terus bercanda sambil jalan-jalan melihat persiapan pasukan yang kini siaga penuh untuk melakukan penyerbuan ke pertahanan pasukan Ki Basarah.Sejak saat itulah, terdapat ke cocokan keduanya, Soha juga berangan-angan bisa memiliki anak seperti Putri Padmasari, yang telah memiliki putri mungil yang cantik dari Prabu Sembara.Tiga hari kemudian, datanglah pasukan besar yang dipimpin langsung Panglima Jenderal Ki Dusman, dengan persenjataan yang lengkap.Setelah bertemu Prabu Sembara, juga dikenalkan dengan dua istrinya, panglima tua ini hanya tersenyum maklum.“Tak jauh yang di ikutinnya, pastilah ayahandanya, tapi hebat juga bisa rukun begitu,” batin Ki Dusman senyum sendiri, melihat dua putri jelita kadang bercanda berdua ini.Panglima tua ini sudah berencana, selepas perang ini dia akan ajukan pensiun dan ingin beristirahat menikmati masa tua nya, dan pastilah anaknya Panglima Muda Dalman sudah di gadang-gadang sebagai penggantinya kelak.Dua hari
Seluruh keluarga Ki Basarah yang tertinggal langsung di kumpulkan dan akhirnya benar-benar di eksekusi mati.Itu setelah di lakukan penyelidikan, ternyata keluarga Ki Basarah mengumpulkan pundi-pundi harta tak sedikit dan ketahuan keluarganya hidup berfoya-foya.Sedangkan yang tua-tua, hanya di asingkan, karena Prabu Sembara masih ada belas kasihan.Ki Basarah langsung di cap sebagai borunan paling di cari Kerajaan Hilir Sungai dan ditangkap hidup atau mati, juga ada sayembara untuk menangkap salah satu mantan pejuang yang membelot ini.Prabu Sembara juga mengangkat Ki Jaja sebagai Kepala Kadipaten yang baru, Ki Sapuan lah yang menyarankannya.Karena dia sudah merasa tua dan hanya ingin kembali menghidupkan padepokannya, sebelumnya Prabu Sembara meminta pendekar tua ini, tapi dengan alasan usia tadi, Ki Sapuan lalu mengusulkan Ki Jaja yang lebih muda dan dapat dipercaya.Setelah hampir sebulan menata kembali Kadipaten Pangsa yang sempat porak poranda akibat perang saudara ini.Prabu S
Setelah hampir 1 bulan, kini Sembara sudah sampai di perbatasan Borneo Timur, ia lalu meminta 25 pengawalnya bertahan, karena Sembara ingin bergerak sendiri masuk wilayah negeri yang sempat bikin Sembara marah, karena membantu Kadipaten Pangsa.“Ki Saros, kalian bertahan di sini, aku akan bergerak sendiri masuk ke wilayah kerajaan ini, tenang saja tak akan terjadi apa-apa!” pesan Sembara pada kepala dan 24 pengawalnya ini, semuanya mengangguk dan percaya dengan kemampuan sang maharaja yang memang sakti ini.Sembara sudah mengganti bajunya, tak lagi baju kebesaran yang menandakan dia seorang maharaja, kini ia mengenakan jubahnya, warna abu-abu. Jubah yang selalu dia kenakan sejak dulu, sebelum jadi Maharaja Hilir Sungai, sekaligus menutupi pedang bengkoknya.Lalu mengenakan caping lebar, setelah memberi perintah ini itu pada 25 pengawalnya, terutama untuk terus mencari jejak Putri Gea, Sembara pun melompat dan menghilang dalam sekejab mata.Agak bingung juga Sembara di kuil mana Amanda
Sembara kini menguburkan jasad wanita malang ini, kini Sembara harus mencari 3 orang sekaligus, yakni Putri Gea, Amanda dan Putri Feli kemenakannya, anak dari mendiang Felicia dan Pangeran Dipa.Untunglah dia sudah dapat gambaran di mana kuil yang di maksud Alfred, Felicia sempat mengatakan dengan suara terputus-putus, letaknya di bagian barat dari sini dan tempat itu berada di sisi Bukit Sepaku.Awalnya Sembara ingin bertanya pada tetangga Felicia, kenapa si gadis bule ini sampai berada di kampung ini bersama putrinya dan dimana ayahnya Tuan Fernando, namun ingat nasib Amanda, Sembara memutuskan pergi cepat menuju kuil yang di maksud tersebut.“Aku selamatkan Amanda dulu, baru menyelidiki anakku dan kemenakanku itu,” batin Sembara yang terus berlari bak terbang menuju ke bagian barat, ke bukit sepaku.Setelah 3 hari berlari siang malam, istirahat kecuali pas lapar dan mengantuk Sembara akhirnya sampai juga di sebuah kuil tua di sisi Bukit Sepaku.Sembara tak mau buru-buru masuk ke ku