Dewi Purbalara segitu yakinnya jika Arya juga tunduk berkat pengaruh kalung buaya putih yang dikenakan Arya di lehernya itu, Ratu Siluman Buaya Putih itu juga menyakini jika sang pendekar takan pernah meniinggalkan istana itu meskipun diizinkan bebas ke luar namun bakal kembali lagi ke sana. “Terima kasih Dewi, kamu telah memberi izin pada saya jika ingin sesekali waktu ke luar dari istana,” ucap Arya. Dewi Purbalara sunggingkan senyum manisnya. “Hemmm, kamu tak perlu sungkan kapanpun kamu ingin ke luar saya tidak keberatan.” Arya balas tersenyum, dipikirannya muncul sesuatu rencana. “Oh ya, kalau diperbolehkan saya ingin berjalan-jalan di sekitar istana ini sekaligus berkenalan dengan seluruh penghuninya.” “Silahkan Arya, apa perlu saya temani?” Arya menggelengkan kepalanya. “Tidak usah Dewi, biar saya sendiri saja.” Dewi Purbalara kembali tersenyum. “Baiklah, kalau kamu ada perlu apa-apa sampaikan saja pada orang kamu temui di lingkungan istana ini.” Arya mengangguk dan b
“Nak Arya..?! Ayo, kita masuk dan bicara di dalam,” ajak Ki Darmo. Arya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Tidak usah Ki, kita bicaranya di pendopo ini saja.” Ki Darmo awalnya merasa kurang nyaman diajak Arya untuk duduk dan bicara di pendopo, namun setelah berfikir sejenak akhirnya ia mengiyakan ajakan sang pendekar itu. “Apa tidak sebaiknya kita bicara di dalam saja Nak Arya? Saya kuatir di sini akan mengundang kecurigaan jika tanpa sepegetahuan kita ada mata-mata dari Ratu Siluman Buaya Putih?” Kembali Arya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu kuatir Ki, tidak akan ada mata-mata yang akan menguping pembicaraan kita di pendopo ini. Saya memastikan begitu karena sebelumnya saya memang minta izin untuk ke luar dari lubuk tengkorak itu pada Dewi Purbalara, dia juga tidak akan curiga meskipun dia dapat melihat keberadaan kita di pendopo ini akan tetapi tak bisa mendengar apapun yang akan kita bicarakan.” Ki Darmo nampak melongo dengan yang dikatakan Arya itu.
Dewi Purbalara tak teruskan ucapannya, tiba-tiba saja wajahnya memerah karena hampir saja terlompat kata yang waktunya tidak tepat untuk diutarakan. Itu semua dikarenakan semakin besar dan dalamnya perasaan dia terhadap Arya, sejak pertama kali ia melihat Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas itu di pinggiran lubuk tengkorak. “Kenapa Ratu Siluman Buaya putih itu tak meneruskan ucapannya? Apa sebenarnya yang ingin ia katakan?” gumam Arya dalam hati sembari mengaruk-garuk kepalanya. ******* Tiga hari sudah Arya berada di istana buaya putih itu, selama 3 hari itu pula ia memanfaatkan waktu untuk mempengaruhi para pengikut Dewi Purbalara agar muncul keinginan melepaskan diri dari pengaruh jahat Ratu Siluman Buaya Putih itu menjadikan mereka sebagai alat yang sewaktu-waktu dapat dikorbankan jika ada gangguan dari sebangsa siluman atau pasukan mahkluk alam lain melakukan penyerangan untuk memperebutkan daerah kekuasaan. Akan tetapi sejauh itu Arya belum menemui keberhasilan sedikitpun, me
Arya terkejut mendengar pertanyaan dari Dewi Purbalara yang sama sekali tak ia duga itu, di hatinya membatin dari mana Ratu Siluman Buaya Putih itu tahu jika dia tengah berusaha mempengaruhi para prajurit dan juga pengawal istana dan siapa pula yang telah melaporkannya. “Mempengaruhi para prajurit dan pengawal istana ini? Maksudmu bagaimana Dewi? Saya benar-benar tak mengerti.” Dewi Purbalara tak menunjukan sikap curiga sedikitpun terlebih Arya balik bertanya seperti itu. “Hemmm, saya hanya bertanya saja Arya. Ada yang melaporkan pada saya bahwa kamu sering dilihatnya bicara dengan para prajurit dan juga para pengawal, dan itu membuatnya curiga kalau kamu mempengaruhi mereka untuk hal yang tidak baik pada istana ini.” Arya garuk-garuk kepalanya sembari menunjukan sikap bahwa dirinya benar-benar tak mengerti dengan yang dimaksud Dewi Purbalara itu. “Siapa yang melaporkan itu padamu Dewi? Tak mungkinlah saya melakukan yang tidak-tidak, apalagi mempengaruhi para prajurit dan juga pe
Tatapan Arya kosong ke luar jendela kamar, sekelebat bayangan melintas samar-samar di kegelapan malam membuat Arya terkejut. “Hei, siapa kau.......!” Arya dengan segera ke luar melalui jendela kamarnya mengejar sekelebat bayangan yang baru saja melintas di depan jendelanya itu, dengan ilmu meringankan tubuh yang mempuni Arya pun berhasil mengejar bahkan mendahului dengan menghadang sosok itu dari depan. “Berhenti...! Siapa kau yang sepertinya sengaja mengintip di kamar saya tadi?” seru Arya. Sosok yang tadi berkelebat dan ternyata mengenakan topeng penutup wajahnya itu tak menjawab, hingga Arya menjadi kesal lalu mengarahkan cengkaramannya ke wajah sosok yang bertopeng itu. Menyadari Arya akan meraih dan membuka topeng yang ia kenakan, sosok bertopeng itu mundur satu langkah lalu memutar balik tubuhnya dan berlari kembali dengan cepat. Arya tentu saja dibuat semakin kesal, iapun kembali mengejar dan seandainya sosok bertopeng itu tak berlari ke kawasan di mana di sana terdapat be
Seiring Dewi Purbalara kembali ke ruangannya setelah memberi perintah, para prajurit yang tadi telah mengepung Arya secara serentak maju untuk menangkap Arya. “Wuuuuuus..! Traaaa.. trataaataaaap..!” Bak Seekor elang tubuh Arya yang tadi tegak lurus menginjakan kedua kakinya di tanah melesat ke atas, lalu dengan menapakan kedua kakinya di kepala dan juga bahu para prajurit yang hendak menangkapnya itu ia pun lolos dan saat ini berdiri tegak di belakang mereka yang mengepung. “Ha.. Ha.. Ha..! Kalian pikir saya ayam dikepung lalu ditangkap?!” Arya tertawa terbahak-bahak, lalu ia menggaruk-garuk kepalanya sambil cengengesan. Hal itu tentunya membuat para prajurit dan pengawal Dewi Purbalara makin murka, karena mengetahui jika sasaran yang hendak mereka tangkap lolos dan terkesan meremehkan. Mereka kembali serentak berlari mengejar dan mengepung Arya, namun sebelum para prajurit dan pengawal itu mendekat sang pendekar arahkan kedua telapak tangannya ke depan. “Tunggu dulu..! Saya ber
“Taaaap...! Buuuuuuuuk....! Gubraaaaaaak..!” Arya menangkap pergelangan tangan Gento Ireng, lalu di susul dengan tendangan keras ke arah perutnya hingga tubuh lelaki berkulit hitam itu terpental jauh melabrak dinding salah satu tempat penjagaan pengawal di bagian depan istana buaya putih itu. Gento Ireng bukan hanya meraung kesakitan sambil meraba perutnya namun bagian dadanya ternyata juga nyeri terkena tendangan Arya yang dilesatkan secara beruntun, Arya yang mengarahkan pandangannya pada tubuh Gento Ireng yang tertelentang di tanah tak menyadari sebuah serangan lain mengarah kepadanya. “Awas...! Deeeeeees...! Bruuuuuuuk..!” Salah seorang prajurit berseru pada Arya, namun sang pendekar terlambat mengelak hingga tubuhnya seketika saja terpental dan sempat bergulung-gulung beberapa saat di udara sebelum akhirnya jatuh tertelungkup di tanah. Darah segar nampak ke luar di sela-sela bibirnya akibat hantaman sebuah benda berwarna putih panjang melibas ke wajahnya, rupanya benda itu a
Selain kembali mengibas ekornya dari mulut buaya putih besar itu menyemburkan cairan merah mendidih seperti lahar gunung berapi, jangankan tubuh manusia besi pun dapat meleleh. Arya yang tadi berhasil kembali menghindari ganasnya kibasan ekor buaya yang juga dapat meremukan tulang belulang jika sosok itu tak memiliki kekuatan apa-apa di tubuhnya, segera mengeluarkan salah satu ajian yang ia dapatkan dari Sang Guru. Kedua pergelangan tangannya ia putar berulang-ulang kali, lalu gelombang angin pun muncul makin lama makin besar. Ajian ini diberi nama oleh Nyi Konde Perak ajian Topan Gunung Sumbing, karena dirasa cukup Arya pun meluruskan kedua telapak tangannya ke depan ke arah semburan cairan mendidih dari mulut buaya putih itu. “Wuuuuus...! Blaaaaaam....! Glaaaaaaar...!” Deruan angin bak topan menghantam semburan cairan panas yang dilesatkan Dewi Purbalara berwujud seekor buaya putih itu, akibatnya terdengar ledakan dahsyat cairan panas mendidih itupun hancur menjadi debu dengan a
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa