Perasaan Lin Lin tidak karuan, ia benar-benar tidak mengerti akan tindakan Long Wan. “Mengapa suheng begitu kejam menyiksa ayah?” air mata gadis itu mengalir deras membasahi kedua pipinya. Saat itu sudah lewat tengah malam, suasana di kota Xian Zhi sangat sunyi karena semua penduduk tengah asyik terbuai mimpi.Tidak seperti daerah lainnya yang dipimpin penguasa korup dan hanya mementingkan sendiri. Kota ini sangat aman, tidak pernah terdengar ada berita perampokan sebab setiap perbatasan dijaga oleh pasuka patroli. Gubernur kota ini benar-benar mengutamakan ketentraman warganya. Begitupun dengan pembesar seperti Tuan Kwe, ia membantu pemerintah dengan memanfaatkan kekayaannya menyewa para jagoan untuk mengamankan penduduk dari ancaman penyamun.Di atas langit sana, bulan sepasi tergantung. Cahayanya walaupun tidak terlalu terang akan tetapi cukup menaringi jalan yang dilintasi oleh Lin Lin, apalagi ribuan bintang tampak berkelipan dengan indah. Suasana keindahan malam saat ini sama se
“Hup!” ranting yang dilemparkan Long Wan meluncur dengan kecepatan tinggi dan menancap pohon cemara hingga amblas setengahnya. “Aih Meleset!” gerutu pemuda itu, kedua matanya yang tajam mengamati keadaan hutan yang sangat gelap. Kalau orang biasa, tentu akan gelagapan karena tidak bisa melihat apapun. Malam sudah semakin larut, cahaya rembulan tidak sanggup menerobos dedaunan rimbun di tengah hutan pinus itu.“Kriuk!” perutnya kembali berbunyi pertanda protes dan ingin segera diisi. Long Wan menarik napas panjang, di kantungnya masih ada beberapa sisa uang perak. Sebetulnya lebih dari cukup untuk membeli makan alakadarnya, akan tetapi dirinya tidak mau keluyuran ke tengah-tengah kota Xian Zhi.Tuduhan bahwa dirinya pemberontak sudah tersebar ke mana-mana. Long Wan sangat hawatir jika persoalan dirinya berimbas ke keluarga sumoinya. Akan tetapi ia sangat bersyukur, bahwa tuduhan keji tersebut tidak berlaku kepada Lin Lin, padahal mereka berdua sama-sama murid Pendeta To. Kemungkinan be
“Saya sangat senang dapat bertemu dengan paman guru di sini!” kata Long Wan sambil duduk di samping Tbaib Lo. Orang tua gendut itu hanya menarik napas panjang, kedua matanya bergerak-gerak mengamati lima pengeroyoknya yang lari pontang-panting meninggalkan tempat itu.“Mereka hanyalah penjahat-penjahat kacangan yang terpaksa menjarah demi menghidupi keluarganya!” lirih Tabib Lo. “Sedangkan keluarga anak ini adalah bangsawan yang sedang berpelesir dan kemalaman di hutan ini!” Tabib Lo menunjuk anak kecil tadi yang sedang membersihkan sisa-sisa darah di tubuh orang tuanya. “Biarkan saja mereka beristirahat, lebih baik kamu ambil kain agar orang tuamu tidak kedinginan!” mendengar ucapan Tabib Lo, dengan cekatan si anak mengambil kain dalam buntalan dan dibentangkan menutup tubuh orang tuanya agar tidak basah terkena air embun.“Kriuk!” perut Long Wan kembali berbunyi, rasa laparnya sudah tidak tertahankan lagi. Tabib Lo tertawa renyah “Ternyata seorang pendekar sekalipun bisa kelaparan!”
“Cuit, cuit!” burung-burung yang sedang berteger di atas dahan pohon berkicau dengan nyaring. Mereka seolah-olah gembira menyambut pagi ini yang cerah. Sejak tadi cahaya matahari sudah menghangatkan suasana hutan pinus yang letaknya cukup jauh dari kota Xian Zhi.Long Wan berjalan riang gembira. Pertemuannya yang tidak disengaja dengan tabib Lo membuka wawasannya akan dunia persilatan. Ia kini tahu siapa saja tokoh-tokoh yang harus diwaspadai, dijauhi dan sebisa mungkin tidak berurusan dengan mereka. Bukan karena takut, namun saat ini ilmu silatnya belum benar-benar matang.Hal ini tidak mengherankan, sebab Long Wan mempelajari kitab peninggalan mendiang gurunya secara mandiri tidak ada bimbingan langsung dari orang yang mumpuni, ditambah pengalamannya dalam bertarung masih mentah.Beruntung ia bertemu dengan paman gurunya yang memiliki watak aneh. Walaupun memiliki kesaktian yang sangat hebat dan mendekati kelihaian Pendeta To, akan tetapi sedikitpun Tabib Lo tidak mau bertarung. Dia
Long Wan melompat ke samping, serangan tadi lewat beberapa inci dari bahunya. Akan tetapi pedang lawan terus meliuk memburunya. “Berhenti dulu!” bentak Long Wan, akan tetapi Dewa Pedang tidak memperdulikan ucapannya, malahan sebaliknya ia terus melancarkan serangan yang lebih dahsyat dibandingkan tadi.Yang dihadapi Long Wan bukanlah orang sembarangan, lelaki yang berjuluk si Dewa Pedang sangat lihai bahkan dulu menjadi sahabat Pendeta To. “Menyerahlah, kamu harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan terkutuk itu!” teriak si Dewa Pedang, senjatanya terus berputar-putar membentuk pusaran angin yang sangat dahsyat.Long Wan benar-benar kalang kabut, perasaannya tidak menentu bukan hanya karena sedang diserang oleh Dewa Pedang akan tetapi batinnya penuh tanda tanya, sekaligus penasaran akan keadaan Lin Lin. “Sumoi, sebenarnya apa yang terjadi?” sambil mengucapkan kata-kata barusan, kedua tangannya mendorong ke arah Dewa Pedang sehingga terdengar suara angin menderu dan membuat Dewa
“Tidak, aku bukan pelakunya!” Long Wan terbata-bata. Sebagai lelaki dewasa, ia sudah bisa menduga apa yang terjadi kepada sumoinya. Akan tetapi, sedikitpun Long Wan tidak pernah menyangka bahwa tuduhan keji itu akan diarahkan terhadapnya.“Long Wan, aku akan memaafkanmu, asalkan kamu mengakui semuanya. Percayalah aku juga mencintaimu!” dengan berlinangan air mata Lin Lin memelas di kaki Long Wan. “Biadab, jahanam, aku akan membunuhmu!” Tianba berusaha bangkit, hatinya benar-benar dilanda api cemburu.Mengetahui Lin Lin sudah dinodai saja ia benar-benar merasa gila, apalagi sekarang dia mendengar sendiri dari mulut Lin Lin bahwa tunangannya itu mencintai Long Wan, lelaki yang sudah dituduh telah melakukan perbuatan terkutuk kepada Lin Lin.“Long Wan, kamu harus dibawa kepengadilan untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu!” Dewa Pedang menodongkan senjatanya kepada Long wan. “Tapi aku tidak melakukannya!” kilah Long Wan.Lin Lin mendekati Long Wan, wajahnya terlihat semakin puca
“Siapa kamu?” kedua mata Lin Lin mendelik tajam. “Yang jelas, aku bukan wanita bodoh seperti dirimu!” jawab gadis bercadar tadi, tanpa menghiraukan Lin Lin ia menghampiri Long Wan dan memeriksa semua luka di tubuh pemuda itu.“Kamu lebih bodoh, menyerahkan nyawa kepada wanita seperti dia!” bisiknya. Long Wan mengangkat wajahnya, pandangan keduanya beradu. “Kamu ..” rintih Long Wan, namun ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya sebab tubuhnya ambruk, lemas karena kehilangan banyak darah.Melihat kemesraan keduanya, amarah Lin Lin tidak terbendung lagi. “Wanita iblis, aku akan membunuhmu!” emosi Lin Lin tersulut karena hatinya terbakar oleh api cemburu. Tadi matanya melihat Long Wan terpesona menatap gadis misterius itu, padahal wajahnya ditutup cadar.“Wut!” Lin Lin menerjang, serangannya sangat ganas karena dilapisi oleh amarah. Dua gadis itu bertempur dengan sangat hebat, akan tetapi terlihat jelas perbedaannya. Si gadis bercadar hijau tampak lebih lihai. Dia dengan mudah menghindari
Li Mei memapah Long Wan, mereka berdua berjalan meninggalkan kuil tua di ujung desa. Kepergian mereka diiringi tatapan kebencian Lin Lin. “Kalian berdua harus mati di tanganku!” ucap Lin Lin sambil mengepalkan tinjunya.“Nak, mari kita pulang!” ajak Dewa Pedang, namun Lin Lin mengacuhkannya. Ia tidak bergeming seperti batu karang yang tetap berdiri kokoh walaupun dihantam gelombang ombak. Dewa Pedang melirik ke arah Tianba, dia berharap muridnya mau menenangkan amarah tunangannya.Akan tetapi sayang, Tianba berpaling begitu saja dan meninggalkan kuil dengan wajah yang penuh amarah dan kekecewaan. Bagi dirinya, sekarang Lin Lin sudah tidak berarti lagi, mana mungkin ia melanjutkan rencana perjodohan sedangkan kesucian Lin Lin yang selama ini ia idam-idamkan sudah direnggut oleh orang lain.Dewa Pedang menarik napas panjang, ia mengerti akan kekecewaan muridnya. “Kalian awasi nona Kwe Lin, jika amarahnya reda segera ajak pulang ke rumah!” titah Dewa Pedang kepada para pengawal setia Tua
“Hang, saya harap anda bersabar dan membiarkan nyonya Tin Hua menjelaskannya terlebih dahulu!”“Lengan Delapan, kamu tidak perlu membelanya. Eh saya lupa, bukannya kalian telah menjalin hubungan terlarang ya!” Hang mencibir ke arah si Lengan Delapan.“Jaga ucapanmu!”“Singa Gila, mulutmu sungguh busuk!”“Yang busuk itu sikap dan tingkah laku kalian berdua, gara-gara kalian berselingkuh, Kang Kui membelot dari kelompok Teratai Putih dan bergabung dengan para Penghuni Pulau Neraka!”“Kurang ajar!”Tin Hua dan si Lengan Delapan berdiri, keduanya tidak terima dipermalukan di hadapan smeua orang.“Singa Gila, saat ini juga mari kita mengadu nyawa!”“Ha ha, kalian pikir aku takut?” tantang Hang.Semua orang terlihat tegang, mereka tahu bahwa Hang, si Lengan Delapan dan Tin Hua bukanlah orang sembarangan. Ke tiganya merupakan jago silat istana yang tersohor akan kehebatannya.“Brak!”Panglima Tung Hai menggebrak meja.“Kalian sudah tidak menghargaiku lagi, hah?”“Maafkan saya panglima, akan
“Aku tahu, di antara kalian tentunya ada permasalahan pribadi yang harus diselesaikan. Akan tetapi hal ini lumrah terjadi di antara sesama pendekar silat!” ucap Panglima Tung Hai.Semua orang yang hadir di ruangan tersebut saling lirik, mereka juga tahu di antara jagoan istana sering terjadi percekcokan, bahkan berakhir dengan pertarungan hidup dan mati seperti yang terjadi Dengan si Lengan Delapan dan suaminya Tin Hua beberapa tahun silam.“Kaisara memerintahkan agar kita mengesampingkan urusan pribadi, sebab ada hal penting yang harus diselesaikan, yaitu menumpas gerakan pemberontak dari wilayah Utara. Karena itulah Yang Mulia mengutus pendekar Hang untuk menyelesaikan benteng di perbatasan ini!”“Maaf panglima, bukannya urusan pemberontakan sudah berakhir tiga tahun silam saat markas Panji Merah dihancurkan oleh si Singa Gila?” Tanya salah seorang yang hadir, dia bernama Kao Shi salah seorang jagoan istana yang ditugaskan menjaga perbatasan Timur.“Itu memang benar, akan tetapi ham
“Ini rahasia, hanya orang-orang tertentu saja yang berhak mengetahuinya!”“Kalau panglima merasa saya tidak berhak mengetahuinya, lalu untuk apa dibicarakan di sini?”“Bukan begitu, kamu termasuk orang-orang pilihan karena sudah terbukti setia terhadap kaisar semenjak beliau naik tahta sampai sekarang!”“Lalu?”“Besok lusa kita akan mengadakan pertemuan tertutup untuk membicarakan masalah ini, dan saya harap anda sudi menjadi tuan rumah di acara pertemuan nanti!”“Siapa saja orang-orang yang sudah anda undang?”“Semua jagoan istana, panglima pilihan dan beberapa pendekar, termasuk si Lengan Delapan!”“Kelompok Teratai Putih?”“Tentu saja, karena kelompok Teratai Putih merupakan benteng utama pertahanan kekaisaran Barat. Kesetiaan mereka sudah terbukti, apalagi kelompok tersebut dibentuk oleh mendiang ayahanda kaisar!”Mendengar ucapan Panglima Tung Hai, Hang memalingkan mukanya, dari sorot matanya terpancar rasa tidak suka terhadap Kelompok Teratai Putih yang ia anggap sudah usang tid
“Cepat!”“Tuan, tolong izinkan kami istirahat dulu”“Tidak bisa, siapa yang terus merengek dan minta istirahat harus dihukum!”“Tapi, tuan!”“Plak, plak!”Sebuah cemeti mendarat di laki-laki tua itu, akibatnya dia berteriak kesakitan dan tubuh ringkihnya tersungkur di atas tanah. Ia menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan, melihat hal itu orang yang menyiksanya semakin bersemangat mencabukinya.“Tua, ampun!”“Lihat laki-laki tua bangka ini!”“Siapapun yang meminta istirahat akan menanggung hukuman!”Semua orang yang menyaksikan kejadian mengerikan tadi hanya dapat mengelus dada kemudian melanjutkan pekerjaan mereka menumbuk bongkahan batu di bukit yang gersang itu. cahaya matahari yang panas membuat mereka semakin tersiksa, apalagi saat keringat membasahi luka akibat cambukan.Laki-laki yang disiksa tadi akhirnya berkelojotan karena tidak tahan terhadap penderitaan yang dialaminya. Sejak pagi tadi, dia hanya diberi makan sebiji ubi rebus dan seteguk air, tidak sebanding dengan peke
Long Wan tersenyum lalu menepuk-nepuk bahu Su Liang.“Besok pagi saya akan melanjutkan perjalanan, kamu beristirahatlah sebentar di markas Teratai Putih, saya yakin mereka akan menerimamu. Bukan begitu nona?”“Eh, anu, ya tentu saja!” Tin Chi tampak gelagapan, buru-buru ia membuang mukanya untuk menyembunyikan rona merah di kedua pipinya, padahal saat itu menjelang tengah malam, walaupun ada api unggun suasana di tempat itu cukup gelap.“Jadi anda tidak kembali ke Selatan? Padahal Pangeran meminta anda kembali untuk menghadang pemberontakan yang dipimpin Rhu Zhi!”“Saya pasti kembali, namun harus menyelsaikan urusan pribadi dengan para penghuni Pulau Neraka!. Kamu tenang saja, kelompok Topeng tengkorak tidak akan gegabah bertindak sembarangan. Yang terpenting kamu harus mengamankan pangeran terlebih dahulu, saya akan memberitahu siapa saja orang-orang yang dapat dipercaya untuk melindungi pangeran”Long Wan menyebutkan beberapa nama untuk dipinta bantuan, termasuk pendeta Kun Lun, dan
“Saya dan Tang Zhi, atau yang dikenal dengan Rhu Zhi memang masih satu darah. Kami berdua cucu mendiang kaisar, namun dari istri yang berbeda!”“Long Wan, jadi kamu keturunan kerajaan Hua?”“Eh tidak sopan memanggil nama, seharusnya memanggil pangeran!” celoteh Tin Chi.“Ah kalian ini ada-ada saja, kekaisaran Hua sudah lama tumbang jadi tidak perlu ada embel-embel pangeran segala!” bantah Long Wan.“Tapi tetap saja kamu memiliki darah kaisar, pantas saja semenjak bertemu merasakan sesuatu yang berbeda, sedikit segan dan ada perasaan aneh” Tin Chi memang polos, dia tidak sungkan untuk mengutarakan isi hatinya.“Sudahlah itu tidak penting, yang jelas aku dan Tang Zhi sudah ditakdirkan saling bermusuhan, dan ada kemungkinan suatu hari nanti akan saling bunuh seperti yang dilakukan orang tua kamu dahulu!”“Ia, aku pernah mendnegar bahwa ayah kalian bermusuhan karena memperebutkan tahta kaisar. Namun sayang, hal tersebut dimanfaatkan fihak ke tiga dan akhirnya kekaisaran Hua tumbang. Yang
“Kalau anda tidak berkenan mengatakannya tidak apa-apa, barangkali hanya akan menjadi bebas saja!”“Tidak sama sekali, nyonya!”“Lalu?”“Saya memiliki dua urusan yang sangat penting dengan si Iblis Pencabut Nyawa”“Apakah berkaitan dengan pemilihan jago nomor satu, yang disebut si Jago Tanpa Tanding?”“Tidak sama sekali, sebenarnya saya tidak tertarik dengan pemilihan jagoan nomor satu. Dahulu saya bertarung di puncak gunung Kun Lun karena memang ada urusan dengan pimpinan Topeng Tengkorak. Dia sangat licik, semua permasalahan di wilayah Selatan atas ulahnya. Bahkan,”Untuk beberapa saat lamanya Long Wan termenung, kemudian ia menghela napas panjang karena teringat kejadian memilukan yang menimpa sumoinya.“Pantas saja Pangeran memintamu pulang ke Selatan, sebab kelompok Topeng Tengkorak kembali berulah, bahkan mereka semakin kuat karena berhasil para bandit untuk merebut kekaisaran Beng!” sela Su Liang.“Selicik itukah kelompok Topeng Tengkorak?” tanya Tin HuaGadis itu memang belum
“Ayahku bernama Kang Kui, dahulu dia seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab!”Suara Tin Chi terdengar parau karena menahan kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak, ayahnya sendiri memaksanya untuk jadi ‘tumbal’ demi mendapatkan ilmu kesaktian yang sangat tinggi.“Saat aku berusia sepuluh tahun, dia dikalahkan oleh seorang jago silat yang terkenal dengan julukan si Lengan Delapan!”Long Wan yang sejak tadi tampak acuh dan fokus memanggang ayam di atas bara api kini meruncingkan pendengarannya. Nama si Lengan Delapan disebut-sebut tentu membuatnya tertarik, sebab orang itu datang ke pemilihan si Jago Tanpa Tanding di puncak Gunung Kun Lun, juga pernah bentrok dengan Klan Bintang Utara saat hendak menzarah harta peninggalan mendiang ayahnya.Menurut ceita Namra, si Lengan Delapan sangat sakti dan mengakibatkan anggota Klan Bintang Utara tewas. Kendati demikian, si Lengan Delapan belum berhasil memasuki Istana Giok Naga karena dikelilingi oleh jebakan.“Mengapa ayahmu bisa ben
“Long Wan!”“Kamu tidak apa-apa, nona?”“Aku baik-baik saja, oh ya mengapa kamu ada di sini, di mana ibu?”Tin Chi celingukan mencari sosok ibunya, akan tetapi dia tidak melihat kehadiran Tin Hua.“Ibumu ada di markas, beliau mengutusku untuk mencarimu, namun aku keduluan sebab ada pemuda gagah yang terlebih dahulu menolongmu!”“Ah kamu, bisa saja!”Tin Chi menundukan wajahnya untuk menyembunyikan kedua pipinya yang merah merona, tidak lama kemudian ia menggerlingkan matanya ke arah Su Liang yang sedang bertarung menghadapi Bao Bao.Malam tadi ia termenung di pinggir hutan, batinnya sangat berduka saat begitu mengetahui kenyataan bahwa Long Wan sudah memiliki tunangan. Tin Chi seorang gadis yang polos, selama hidupnya dia tidak pernah jatuh cinta sebab kesehariannya bersama dengan ibunya di markas Teratai Putih.Tin Hua juga membatasi pergaulan putrinya, sebab ia traumata terhadap sikap suaminya yang berubah setelah berkenalan dengan para penghuni Pulau Neraka. Begitu Tin Chi melihat