Home / Pendekar / Pendekar Pedang Mirabilis / Bab 5. Menutup Pintu Pertaubatan

Share

Bab 5. Menutup Pintu Pertaubatan

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2025-04-04 23:59:54

Sasaran pedang kalkolitik bukan hanya pendekar yang mengepung Banga, juga prajurit terdekat yang berusaha menyerang dengan tombak.

Mereka begitu sulit menembus pertahanan Banga, padahal ilmu pedangnya biasa saja, bahkan terlihat aneh.

Mereka tidak mengenali jurus pedang kalkolitik, jurus itu dinyatakan punah di abad permulaan.

"Kepandaian Banga di luar perkiraan kita," ucap komandan legiun. "Ilmu pedangnya luar biasa."

Ketua pendekar pun mulai mengakui kehebatan permainan pedang Banga.

"Kita kurang jauh berkelana," kata ketua pendekar. "Kita tidak mengetahui ada ksatria mempunyai ilmu pedang aneh."

"Banga berasal dari klan Adikara, klan itu banyak melahirkan cendekiawan, bukan ksatria perang," tukas kepala kampung. "Kau sudah merekrut pendekar bodoh, meringkus seorang bocah saja tidak mampu."

Kepala kampung sudah membayar mahal mereka untuk menjaga keamanan dirinya. Ketika muncul seorang pengacau, mereka kewalahan. Payah.

Kepala kampung menganggap bantuan prajurit dari istana kurang memadai, maka itu ia menyewa jasa pendekar.

"Aku minta kalian segera turun ke gelanggang," ujar kepala kampung. "Orang kita bisa habis kalau dibiarkan."

Ketua pendekar mencabut pedang emas. Senjata pusaka yang sudah memakan banyak korban.

Komandan legiun menghunus samurai. Pedang panjang terbuat dari baja pilihan.

Mereka melompat ke udara dan berguling beberapa kali lalu turun di hadapan Banga.

"Kalian tidak perlu menghampiriku," kata Banga sinis. "Aku akan datang untuk mengambil nyawa kalian."

"Mereka bukan tandinganmu," kata ketua pendekar. "Mereka orang-orang bodoh."

"Kalian berdua juga orang bodoh," tukas Banga. "Aku menunda kematian kalian, kalian minta dipercepat."

"Bedebah...!"

Ketua pendekar segera maju dan memainkan jurus pedang yang dahsyat. Kepala legiun menyerang dari arah lain. Banga melayani dengan tenang.

Sesekali Banga membabat prajurit yang menyerang dengan tombak, dan menghantam pendekar dengan gagang pedang.

Komandan legiun merasakan getaran hebat setiap kali senjata mereka bentrok. Ia menjadi korban pertama keganasan pedang kalkolitik, rompi besinya robek dan nyawanya melayang.

"Aku belum pernah melihat jurus pedangmu," kata ketua pendekar, tanpa terpengaruh kematian komandan legiun. "Apakah kau belajar dari orang gila? Ilmu pedangmu aneh sekali."

"Ilmu pedangku terlihat aneh bagi cecunguk yang sebentar lagi menjemput kematian."

"Jangan menghina kemampuanku!" geram ketua pendekar. "Ksatria terakhir kepalanya tanggal karena tidak menjaga mulutnya!"

Banga meningkatkan serangan. Ketua pendekar sibuk menangkis. Dalam satu bentrokan, pedang emas terlepas dan terlepas pula nyawa dari raganya dengan kepala hampir putus.

"Maju semua!" teriak kepala kampung. "Cincang pemuda itu!"

Pendekar dan prajurit menyerbu secara bergelombang. Banga beberapa kali melompat ke udara menghindari kepungan dan hinggap di pundak prajurit, sehingga senjata mereka mengenai kawan sendiri.

Seorang pendekar mencecar Banga dengan bola berduri. Senjata itu memakan korban beberapa prajurit.

"Goblok!" maki kepala kampung. "Kau membunuh kawan sendiri!"

Banga melompat dari satu pundak ke pundak prajurit lain. Prajurit yang dipijaknya jadi korban serangan nyasar.

Kadang Banga menginjak kepala prajurit untuk titian meladeni para pendekar.

Ada pendekar nekat mengambil pijakan kepala prajurit, namun dalam segebrakan sudah tumbang ke tanah.

"Kalian adalah orang-orang yang tidak termaafkan!" teriak Banga menggelegar. "Aku sudah menutup pintu pertaubatan untuk kalian!"

Pedang Banga meliuk-liuk mencari mangsa laksana elang di antara sekumpulan anak ayam.

Kepala kampung mulai gentar melihat prajurit sena dan pendekar tinggal beberapa puluh saja.

Pria separuh baya itu mulai memikirkan jalan kabur, dan ia perlu membawa harta kekayaan.

"Orang-orangku akan tewas semua," keluh kepala kampung bingung. "Pedang yang dipegang Banga seolah bermata, mampu menangkis serangan dari berbagai arah."

Beberapa prajurit melemparkan tombak ke arah Banga, pemuda itu melompat ke udara dan tombak menancap di dada beberapa kawannya.

Banga membabat para prajurit yang melakukan serangan gelap itu, perlawanan prajurit pun berakhir, tinggal menyisakan beberapa pendekar.

Kepala kampung segera masuk ke rumah untuk mengambil harta benda yang dapat dibawa. Ia berniat untuk kabur sebelum para pendekar itu tewas.

"Kau mau lari ke mana keparat?" geram Banga. "Kesempatanmu untuk hidup sudah habis."

Banga melakukan beberapa gerakan salto di udara hendak mengejar kepala kampung, para pendekar memburu dan menghadangnya.

Banga terpaksa melayani mereka. Beberapa pendekar itu berkepandaian tinggi, mereka mampu menghindari ancaman pedang kalkolitik, namun kematian hanya soal waktu.

Perlawanan selesai begitu kepala kampung muncul dari dalam rumah bersama sembilan perempuan muda dan beberapa kotak harta.

"Kalau aku mengatakan batas hidupmu sampai hari ini, maka harakiri lebih baik bagimu," kata Banga sinis. "Kehormatanmu di neraka akan terjaga."

Kepala kampung adalah penjilat istana, tidak mempunyai ilmu bela diri. Ketika para pengawal tidak mampu melindungi keselamatannya, maka bersujud untuk mencari selamat perlu dilakukan.

Kepala kampung memerintahkan semua istrinya untuk berbuat hal yang sama.

"Ampuni kami, Banga," ratap kepala kampung sambil bersujud berulang kali. "Aku tidak terlibat dalam pemusnahan klan Adikara. Aku sendiri mengutuk kekejian prajurit istana."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 6. Ingin Berjuang Sendiri

    Percuma kepala kampung memohon ampun, pintu itu sudah ditutup. Pemusnahan klan Adikara adalah jalan kematian bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Banga hanya mengijinkan sembilan istrinya untuk pergi. Banga bukan iblis, ia menyisakan perempuan untuk hidup, kecuali mereka kadet istana, terpaksa dilenyapkan. "Sebelum pergi, kalian boleh mengungkapkan perasaan kalian kepada suami jelek ini." Sembilan perempuan muda itu bergegas mengambil senjata yang berserakan di halaman, dan menghujamkan ke tubuh kepala kampung dengan penuh kebencian. Banga terpana. Kepala kampung menemui ajal di tangan istrinya sendiri. "Aku percaya kalian bukan istri yang mendukung kekejaman kepala kampung, kalian menjadi istri karena keluarga terancam," kata Banga. "Jangan sia-siakan kepercayaanku ini." "Kami bukan istri mayat keparat itu, kami hanyalah budak nafsu," ujar perempuan tertua. "Kami akan dibunuh jika hamil." Nasib mereka sungguh malang sekali, batin Banga prihatin. Mereka pasti

    Last Updated : 2025-04-05
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 7. Bukan Iblis

    Banga menginginkan mereka membangun kembali kejayaan klan Adikara, menguasai perekonomian secara arif. "Pulanglah kalian ke kampung itu. Jadi perampok bukan kebiasaan klan Adikara dalam situasi sesulit apapun. Lebih baik mati kelaparan ketimbang melanggar aturan klan." "Kami merampok bukan mencari makan, untuk balas dendam." "Balas dendam terbaik adalah bangkit kembali secepatnya. Janganlah kalian mengaku klan Adikara demi keamanan kalian. Cukup aku yang menjadi incaran istana." Banga meneruskan perjalanan ke perkampungan di utara. Ia ingin menghancurkan kaki tangan istana dari hirarki yang terendah. Bangunan akan roboh kalau fondasi hancur. Banga menghendaki rakyat bangkit, maka itu ia mengangkat kepala kampung dari kalangan mereka. Kerajaan ini bukan hanya milik bangsawan. Banga keluar dari hutan. Ia tiba di kedai nasi dengan pengunjung sangat ramai. Jam makan siang. "Kekeliruan istana adalah menghentikan perburuan Banga Adikara," kata seorang pendekar sambil menyantap pepes

    Last Updated : 2025-04-05
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 8. Jangan Berkorban Untukku

    Banga mencari kedai nasi untuk makan siang. Ia sulit mengisi perut jika di antara pengunjung terdapat kaki tangan istana. Ada kejadian yang melecut nuraninya saat Banga melewati sebuah rumah sederhana, beberapa warga menyaksikan dari rumah masing-masing dengan sinar mata prihatin. Tampak pendekar brewok membawa paksa seorang gadis, sementara ibunya berusaha mempertahankan. "Jangan bawa anakku, Tuan," pinta wanita separuh baya itu. "Kasihanilah anakku, ia akan menikah pekan depan." "Kau seharusnya bangga anakmu menjadi gundik kepala kampung," sergah pendekar berambut gimbal. "Berarti anakmu cantik." "Apalah artinya cantik kalau ia harus mengkhianati kekasihnya?" "Dasar ibu tidak tahu diri!" maki pendekar berjidat nongnong. "Seharusnya kau selamatan seperti ibu lain, bukan menghiba!" Tugas gundik setiap hari berdandan dan hidup dalam kemewahan, mereka bisa membantu keluarganya yang kekurangan karena mendapat harta berlimpah dari kepala kampung. Hadiah mengalir setiap hari kala

    Last Updated : 2025-04-05
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 9. Nyanyian Maut Di Rumah Makan

    Banga mampir di rumah makan yang cukup ramai pengunjung. Ia heran melihat tampang pelayan seperti ketakutan melayani tamu berwajah sangar di beberapa meja. Barangkali pendekar kampung yang sering meresahkan penduduk, sehingga pelayan kecut untuk melayani mereka. Rumah makan ini adalah rumah makan terbaik yang terdapat di kampung ini. Interior sangat mewah dengan lampion unik tergantung di setiap tiang. Seorang pelayan menghampiri Banga yang duduk di meja terpisah, dan menyapa dengan sopan, "Selamat siang. Tuan ingin pesan apa?" "Nasi putih dan sop iga," jawab Banga, pesanan itu adalah hidangan yang tersaji di meja mereka. Mudah saja menerka, sop iga adalah menu unggulan di rumah makan ini. "Minumnya air tawar." "Tunggu sebentar ya, Tuan." Banga menunggu dengan sabar. Keadaan terlalu tenang sehingga terasa mencekam. Wajah-wajah tegang terpampang di setiap meja, seakan menunggu seseorang yang sudah mengusik ketenangan mereka. Pedang dan golok tergeletak di meja. Mereka hend

    Last Updated : 2025-04-14
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 10. Mereka Tidak Layak Mati

    Pendekar berkumis baplang melarikan diri, ia merasa tertipu karena ksatria yang dihadapi bukan pemberontak sebagaimana yang diceritakan kepala kampung. Ksatria yang dihadapi adalah ksatria terluka karena klannya dimusnahkan secara keji. Ia mengamuk laksana macan terluka dengan energi dendam yang dimiliki. Kemarahannya sulit dihentikan, selain menghirup darah untuk mengobati luka yang diderita. Ia tidak ingin mati konyol. "Mustahil bagi kaki tangan kepala kampung lolos dari pedang mirabilis," kata Banga sambil berjumpalitan di udara dan mendarat di hadapan pendekar itu. "Kau harus menyusul kawan-kawanmu." Banga membabatkan pedang, pendekar berkumis baplang berusaha menangkis dengan golok, golok patah dua, tebasan pedang merobek dada. Pendekar berkumis baplang tumbang dengan golok buntung di tangan. Banga pergi meninggalkan tempat itu dengan dingin. Amarah dan dendam telah membekukan hatinya. "Ada lagi yang mencari mati," geram Banga. "Padahal mereka bisa menikmati hidup le

    Last Updated : 2025-04-15
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 11. Bukan Penduduk Biasa

    Pedang mirabilis meliuk-liuk menghantam beberapa prajurit bersenjata tombak. Prajurit bertumbangan laksana pohon roboh, tak berdaya menghadapi amukan pedang. Mereka datang untuk mengantarkan nyawa. Permainan pedang Banga sulit ditandingi. Sekali tebas, tombak dan samurai berjatuhan terpotong dua. "Kalian hanyalah martir yang tidak berguna bagiku!" kata Banga masygul. "Sebanyak apa kalian mendatangiku sebanyak itu nyawa tercecer!" "Kesombonganmu akan menghancurkan dirimu sendiri, anak muda!" gertak komandan prajurit. "Kau takkan bisa menantang istana dengan tanganmu sendiri!" "Bagi cecunguk menumbangkan ratu durjana adalah sebuah kemustahilan! Bagiku hanyalah sebuah jalan yang sedang kulewati!" Prajurit mengepung dengan gagah berani, meski kawan mereka bertumbangan. Lebih baik kehilangan nyawa daripada kehilangan nyali, begitu prinsip mereka. Naifnya mereka bukan membela kebenaran dan keadilan, mereka diperalat untuk mempertahankan kekuasaan ratu tak berhati. Banga sudah

    Last Updated : 2025-04-16
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 12. Membuka Pintu Kematian

    Ksatria yang menyamar jadi petani itu bernama Abimanyu, klan Adikara yang berhasil meloloskan diri dari pembantaian. Ia sulit melawan ribuan prajurit dan tokoh sakti yang membumihanguskan perumahan klan Adikara. Di sampingnya berdiri seorang gadis cantik jelita bernama Mihira, dan perempuan yang pernah ditolong Banga bernama Sekar. "Aku kira Banga tidak butuh bantuan," kata Abimanyu. "Aku bangga klan Adikara mempunyai ksatria gagah berani, selain cendekia dengan pena yang tajam." "Banga cocok sekali menjadi pemimpin pergerakan untuk menuntut balas kematian klan Adikara," ujar Mihira. "Ada beberapa saudagar besar klan Adikara bermukim di Han Barat, mereka siap memberi bantuan finansial untuk pergerakan." "Banga ingin berjuang sendiri," ucap Sekar. "Aku sudah menawarkan diri menjadi budaknya, namun ia menolak dengan pertimbangan keselamatan diriku." Banga tidak boleh melawan seorang sendiri, batin Mihira kelu. Bukan dirinya saja yang murka, semua anggota klan yang tersisa me

    Last Updated : 2025-04-16
  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 13. Terpaksa Melupakan Perjodohan

    "Banga!" Banga berhenti melangkah saat suara merdu yang tidak asing di telinga memanggilnya. Ada sinar kebahagiaan di mata Banga melihat seorang gadis cantik jelita berlari menghampiri. Gadis itu ternyata selamat dari pembantaian. Mihira adalah teman bermainnya sewaktu kecil. Menjelang remaja ia menimba ilmu di Han Barat. Sekarang ia pulang dan menemukan keluarganya sudah tewas, menyedihkan sekali. Orang tua Banga dan Mihira adalah bangsawan terkemuka di klan Adikara. Mereka terkenal sebagai saudagar dermawan dan menentang sistem perbudakan. "Aku senang melihatmu semakin cantik," puji Banga. "Seharusnya kau tidak pulang demi keselamatan dirimu." "Aku tidak langsung pulang setelah lulus kejuruan. Aku belajar ilmu bela diri di pegunungan Kunlun untuk menuntut balas atas pemusnahan klan Adikara." Mata bening kebiru-biruan itu berkobar dibakar dendam, sebagaimana anggota klan yang ditemui Banga sebelumnya, mereka pulang untuk menuntut balas. Mereka kebanyakan belajar ilmu

    Last Updated : 2025-04-18

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 14. Biarlah Takdir Bercerita

    Mihira memandang sedih. Ia sama sekali tak menyangka akan mendengar jawaban yang membuat kemarau hatinya. Padahal ia ingin melaksanakan amanah terakhir orang tuanya. Perkawinan bukan duri untuk perjuangan. Menggulingkan Ratu Nayaka butuh kekuatan besar. Mustahil berjuang sendiri. Hanya mengantarkan nyawa pada tiang gantungan. "Aku tahu di antara kita tidak ada cinta," kata Mihira kelu. "Sejak kecil di hati kita hanya ada rasa persahabatan. Aku berusaha menyingkirkan rasa itu untuk menghibur orang tuaku di alam langgeng." "Aku bukan menolak perjodohan kita," elak Banga tidak enak. "Aku menghormati perjanjian orang tua kita. Namun mengertilah, pedang mirabilis menuntut aku untuk menjadi ksatria perang." "Tiada larangan bagi ksatria perang untuk berumah tangga. Bukankah semakin banyak istri semakin menunjukkan kebesaran namamu?" Istri adalah lambang kebesaran pada abad pertengahan. Semakin banyak istri semakin tinggi derajat suami. Kebesaran nama lelaki dilihat dari berapa

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 13. Terpaksa Melupakan Perjodohan

    "Banga!" Banga berhenti melangkah saat suara merdu yang tidak asing di telinga memanggilnya. Ada sinar kebahagiaan di mata Banga melihat seorang gadis cantik jelita berlari menghampiri. Gadis itu ternyata selamat dari pembantaian. Mihira adalah teman bermainnya sewaktu kecil. Menjelang remaja ia menimba ilmu di Han Barat. Sekarang ia pulang dan menemukan keluarganya sudah tewas, menyedihkan sekali. Orang tua Banga dan Mihira adalah bangsawan terkemuka di klan Adikara. Mereka terkenal sebagai saudagar dermawan dan menentang sistem perbudakan. "Aku senang melihatmu semakin cantik," puji Banga. "Seharusnya kau tidak pulang demi keselamatan dirimu." "Aku tidak langsung pulang setelah lulus kejuruan. Aku belajar ilmu bela diri di pegunungan Kunlun untuk menuntut balas atas pemusnahan klan Adikara." Mata bening kebiru-biruan itu berkobar dibakar dendam, sebagaimana anggota klan yang ditemui Banga sebelumnya, mereka pulang untuk menuntut balas. Mereka kebanyakan belajar ilmu

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 12. Membuka Pintu Kematian

    Ksatria yang menyamar jadi petani itu bernama Abimanyu, klan Adikara yang berhasil meloloskan diri dari pembantaian. Ia sulit melawan ribuan prajurit dan tokoh sakti yang membumihanguskan perumahan klan Adikara. Di sampingnya berdiri seorang gadis cantik jelita bernama Mihira, dan perempuan yang pernah ditolong Banga bernama Sekar. "Aku kira Banga tidak butuh bantuan," kata Abimanyu. "Aku bangga klan Adikara mempunyai ksatria gagah berani, selain cendekia dengan pena yang tajam." "Banga cocok sekali menjadi pemimpin pergerakan untuk menuntut balas kematian klan Adikara," ujar Mihira. "Ada beberapa saudagar besar klan Adikara bermukim di Han Barat, mereka siap memberi bantuan finansial untuk pergerakan." "Banga ingin berjuang sendiri," ucap Sekar. "Aku sudah menawarkan diri menjadi budaknya, namun ia menolak dengan pertimbangan keselamatan diriku." Banga tidak boleh melawan seorang sendiri, batin Mihira kelu. Bukan dirinya saja yang murka, semua anggota klan yang tersisa me

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 11. Bukan Penduduk Biasa

    Pedang mirabilis meliuk-liuk menghantam beberapa prajurit bersenjata tombak. Prajurit bertumbangan laksana pohon roboh, tak berdaya menghadapi amukan pedang. Mereka datang untuk mengantarkan nyawa. Permainan pedang Banga sulit ditandingi. Sekali tebas, tombak dan samurai berjatuhan terpotong dua. "Kalian hanyalah martir yang tidak berguna bagiku!" kata Banga masygul. "Sebanyak apa kalian mendatangiku sebanyak itu nyawa tercecer!" "Kesombonganmu akan menghancurkan dirimu sendiri, anak muda!" gertak komandan prajurit. "Kau takkan bisa menantang istana dengan tanganmu sendiri!" "Bagi cecunguk menumbangkan ratu durjana adalah sebuah kemustahilan! Bagiku hanyalah sebuah jalan yang sedang kulewati!" Prajurit mengepung dengan gagah berani, meski kawan mereka bertumbangan. Lebih baik kehilangan nyawa daripada kehilangan nyali, begitu prinsip mereka. Naifnya mereka bukan membela kebenaran dan keadilan, mereka diperalat untuk mempertahankan kekuasaan ratu tak berhati. Banga sudah

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 10. Mereka Tidak Layak Mati

    Pendekar berkumis baplang melarikan diri, ia merasa tertipu karena ksatria yang dihadapi bukan pemberontak sebagaimana yang diceritakan kepala kampung. Ksatria yang dihadapi adalah ksatria terluka karena klannya dimusnahkan secara keji. Ia mengamuk laksana macan terluka dengan energi dendam yang dimiliki. Kemarahannya sulit dihentikan, selain menghirup darah untuk mengobati luka yang diderita. Ia tidak ingin mati konyol. "Mustahil bagi kaki tangan kepala kampung lolos dari pedang mirabilis," kata Banga sambil berjumpalitan di udara dan mendarat di hadapan pendekar itu. "Kau harus menyusul kawan-kawanmu." Banga membabatkan pedang, pendekar berkumis baplang berusaha menangkis dengan golok, golok patah dua, tebasan pedang merobek dada. Pendekar berkumis baplang tumbang dengan golok buntung di tangan. Banga pergi meninggalkan tempat itu dengan dingin. Amarah dan dendam telah membekukan hatinya. "Ada lagi yang mencari mati," geram Banga. "Padahal mereka bisa menikmati hidup le

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 9. Nyanyian Maut Di Rumah Makan

    Banga mampir di rumah makan yang cukup ramai pengunjung. Ia heran melihat tampang pelayan seperti ketakutan melayani tamu berwajah sangar di beberapa meja. Barangkali pendekar kampung yang sering meresahkan penduduk, sehingga pelayan kecut untuk melayani mereka. Rumah makan ini adalah rumah makan terbaik yang terdapat di kampung ini. Interior sangat mewah dengan lampion unik tergantung di setiap tiang. Seorang pelayan menghampiri Banga yang duduk di meja terpisah, dan menyapa dengan sopan, "Selamat siang. Tuan ingin pesan apa?" "Nasi putih dan sop iga," jawab Banga, pesanan itu adalah hidangan yang tersaji di meja mereka. Mudah saja menerka, sop iga adalah menu unggulan di rumah makan ini. "Minumnya air tawar." "Tunggu sebentar ya, Tuan." Banga menunggu dengan sabar. Keadaan terlalu tenang sehingga terasa mencekam. Wajah-wajah tegang terpampang di setiap meja, seakan menunggu seseorang yang sudah mengusik ketenangan mereka. Pedang dan golok tergeletak di meja. Mereka hend

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 8. Jangan Berkorban Untukku

    Banga mencari kedai nasi untuk makan siang. Ia sulit mengisi perut jika di antara pengunjung terdapat kaki tangan istana. Ada kejadian yang melecut nuraninya saat Banga melewati sebuah rumah sederhana, beberapa warga menyaksikan dari rumah masing-masing dengan sinar mata prihatin. Tampak pendekar brewok membawa paksa seorang gadis, sementara ibunya berusaha mempertahankan. "Jangan bawa anakku, Tuan," pinta wanita separuh baya itu. "Kasihanilah anakku, ia akan menikah pekan depan." "Kau seharusnya bangga anakmu menjadi gundik kepala kampung," sergah pendekar berambut gimbal. "Berarti anakmu cantik." "Apalah artinya cantik kalau ia harus mengkhianati kekasihnya?" "Dasar ibu tidak tahu diri!" maki pendekar berjidat nongnong. "Seharusnya kau selamatan seperti ibu lain, bukan menghiba!" Tugas gundik setiap hari berdandan dan hidup dalam kemewahan, mereka bisa membantu keluarganya yang kekurangan karena mendapat harta berlimpah dari kepala kampung. Hadiah mengalir setiap hari kala

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 7. Bukan Iblis

    Banga menginginkan mereka membangun kembali kejayaan klan Adikara, menguasai perekonomian secara arif. "Pulanglah kalian ke kampung itu. Jadi perampok bukan kebiasaan klan Adikara dalam situasi sesulit apapun. Lebih baik mati kelaparan ketimbang melanggar aturan klan." "Kami merampok bukan mencari makan, untuk balas dendam." "Balas dendam terbaik adalah bangkit kembali secepatnya. Janganlah kalian mengaku klan Adikara demi keamanan kalian. Cukup aku yang menjadi incaran istana." Banga meneruskan perjalanan ke perkampungan di utara. Ia ingin menghancurkan kaki tangan istana dari hirarki yang terendah. Bangunan akan roboh kalau fondasi hancur. Banga menghendaki rakyat bangkit, maka itu ia mengangkat kepala kampung dari kalangan mereka. Kerajaan ini bukan hanya milik bangsawan. Banga keluar dari hutan. Ia tiba di kedai nasi dengan pengunjung sangat ramai. Jam makan siang. "Kekeliruan istana adalah menghentikan perburuan Banga Adikara," kata seorang pendekar sambil menyantap pepes

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 6. Ingin Berjuang Sendiri

    Percuma kepala kampung memohon ampun, pintu itu sudah ditutup. Pemusnahan klan Adikara adalah jalan kematian bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Banga hanya mengijinkan sembilan istrinya untuk pergi. Banga bukan iblis, ia menyisakan perempuan untuk hidup, kecuali mereka kadet istana, terpaksa dilenyapkan. "Sebelum pergi, kalian boleh mengungkapkan perasaan kalian kepada suami jelek ini." Sembilan perempuan muda itu bergegas mengambil senjata yang berserakan di halaman, dan menghujamkan ke tubuh kepala kampung dengan penuh kebencian. Banga terpana. Kepala kampung menemui ajal di tangan istrinya sendiri. "Aku percaya kalian bukan istri yang mendukung kekejaman kepala kampung, kalian menjadi istri karena keluarga terancam," kata Banga. "Jangan sia-siakan kepercayaanku ini." "Kami bukan istri mayat keparat itu, kami hanyalah budak nafsu," ujar perempuan tertua. "Kami akan dibunuh jika hamil." Nasib mereka sungguh malang sekali, batin Banga prihatin. Mereka pasti

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status