“Itu masalahnya…” Limey menghela napas, “Karena itu, kita tidak bisa pulang, kak.”
Kinan sekali lagi mengacak rambutnya, “AAARG, tahu begitu tadi harusnya aku ambil lagi kuncinya!!!”
Limey tersenyum, merasa geli melihat gaya kesal Kinan. “Tapi itu nggak mungkin kak. Mana kita sempat kepikiran akan seperti ini jadinya. Aku malah sempat berpikir akan mati kebakar.”
“Sialan! Kalau saja enggak ada kebakaran itu?! kalau aja nggak ada ledakan brengsek itu, kita pasti udah senang-senang!!!” Kinan segera bangkit, mengepal tangannya dengan emosi.
Mendadak pintu menjeblak terbuka. Amon masuk dengan tampang senang.
“Kita ada kerjaan!” seru Amon.
“Kerjaan?” Limey bertanya heran.
“Ya, kerjaan, dan latihan buatmu bocah!”
“Jangan panggil aku bocah!!”
Amon mendekat ke arah Kinan, lalu mengacak-acak rambut Kinan yang pendek. Rambut itu lantas berantakan sampai menutupi mata Kinan. Kinan menjadi kesal, dia paling benci diperlakukan seperti anak-anak.
“Kita kerja apa tuan?” tanya Limey dengan sopan.
Amon tersenyum, lalu menunjukkan sebuah gulungan kertas pada kedua perempuan tersebut. gulungan kertas tersebut membuka, tampak di atasnya gambar seorang laki-laki, dengan tinta hitam, Kinan dan Limey memperhatikan saling berdesakan. Poster seorang lelaki yang digambar dengan tinta hitam, di bawahnya terlihat jumlah angka yang cukup fantastis. Lima ratus ribu zeni.
“Dia, harganya lima ratus ribu?” Kinan bertanya, lalu memandang ke arah Amon yang tampak berkacak pinggang sambil melempar senyum.
“Kita akan berburu uang!” seru Amon semangat.
“Kenapa ini disebut berburu uang?” tanya Kinan heran.
“Apa ini semacam, buronan berhadiah?”
“Tepat!” Amon menjentikkan tangannya. “Kalian tahu, salah satu pekerjaanku adalah menjadi pemburu hadiah. Uang lima ratus ribu itu bisa kita gunakan untuk banyak hal!” mata Amon tampak berkilau, terlihat berbinar ketika bercerita tentang uang.
“Uang—uang melulu!” geram Kinan di sisi lain, “Dari sejak pertama kita berjumpa, selalu itu yang diomongin….Auw!” Kinan kaget karena Amon sudah memukul kepalanya dengan ujung pedangnya. Pelan, tapi cukup sakit.
“Sopan sedikit bocah, panggil aku guru!!!” seru Amon, “dan apa salahnya suka uang. kita butuh uang untuk hidup!” jawab Amon seperti senang.
Kinan memendam dongkol, tangannya mengusap-usap kepalanya, “Tapi kan, nggak perlu mukul kepala…” geram Kinan, yang lagi-lagi mendapat satu getokan dari ujung pedang Amon. “AUW, sakit!!!”
Amon lalu mencengkram baju Kinan dan menariknya, “Dan, kurasa, sebelum kita mulai berburu malam ini, aku harus mengajarimu dulu beberapa jurus. Ikut aku!” Amon segera menarik tangan Kinan. Tubuh Kinan mendadak melenting, Amon segera menyeretnya ke jendela, lantas tanpa aba-aba pemuda itu melompat keluar dari jendela. Kinan merasa tubuhnya melayang. Sesaat keduanya hilang. Limey yang belum sempat berkata Cuma bisa terperangah.
**
Menjelang malam, Kinan dan Amon pulang. Tubuh Kinan babak belur. Memar di pipi, rambutnya berantakan dan bajunya sobek-sobek. Limey yang menyambut di depan pintu tampak kaget.
“Siapkan air panas untuk kompres luka-lukanya!” seru Amon sambil melempar pedang buntungnya ke atas kasur.
Limey segera sigap, keluar kamar dan kembali lagi dengan membawa sebaskom air panas dan handuk kecil. Limey buru-buru mengompres pipi Kinan. Kinan teraduh-aduh. Amon yang duduk di kursi sambil membersihkan pedangnya hanya berkata, “Jangan manja!!”
Kinan diam sambil menahan nyeri, dan Limey mengompres wajahnya. Alisnya berkerut dan hatinya bertanya-tanya. Apa yang telah dilakukan Amon pada kakaknya.
“Itu baru hari pertama, besok dan besok lagi akan lebih keras. Kita akan mulai pagi!” ucap Amon sambil membuka bajunya dan melemparkan baju tersebut pada Limey yang sudah selesai dengan luka Kinan. Jubah Amon terlempar menutupi muka Limey. Sikap seenaknya Amon pada Limey tidak berkurang, dia sungguh-sungguh memperlakukan Limey seperti pembantu.
“Cuci itu, pagi-pagi sekali, besok aku akan memakainya lagi!” seru Amon dan kemudian segera membaringkan diri di atas tempat tidur.
Limey menurunkan jubah yang menutupi wajahnya, melipatnya dan meletakkan di salah satu tangannya. Lalu perhatian gadis bermata biru itu kembali terpusat pada kakaknya.
“Sakit kak?” tanya Limey perlahan sambil memegang memar di pipi Kinan.
“Aduddduuuh, lumayan!” Kinan menahan nyeri.
Limey mengambilkan baju yang dibelikan Amon tadi siang. “Kakak ganti baju dulu,” ucap Limey.
Kinan terseok-seok menuju bilik, mengganti bajunya dengan hati-hati. tangannya juga memar, dan terasa sakit sekali. Amon memukulnya tidak kira-kira, bisa-bisa tulangnya ada yang retak, tapi Kinan sengaja diam dan tidak bersuara, takut Limey khawatir.
“Kak,” Limey berbisik, dan kaget melihat Kinan sedang berusaha memakai baju, “Di sana juga luka?!”
“Nggak apa-apa kok. Nggak sakit!”
Limey masuk ke dalam bilik penyekat, memeriksa lengan Kinan yang memar. “Kenapa sampai begini?”
“Amon—arg, maksudku guru, tadi kami latihan. Dia membuka aliran nadi, untuk tenaga dalam. Secara teori, ada 9 aliran tenaga dalam yang disebut imdok. Dan tadi, imdokku di buka paksa. Rasanya tubuh nyeri semua, seperti mau meledak, dan ini akibatnya. Memar di lima titik. Lengan, leher bagian belakang pangkal bahu.” Jelas Kinan dengan berbisik.
“Imdok?”
Kinan mengangguk, “Waktu imdok pertamaku dibuka, rasanya seperti tulang lenganku mau patah!”
“Kenapa harus seperti itu?” tanya Limey yang membantu Kinan memasang baju.
Kinan mengancingkan bajunya yang sudah terpasang, “Untuk orang biasa kayak aku, belajar tenaga dalam sedikitnya perlu lima sampai enam bulan. Tapi ada cara tercepat untuk bisa menggunakan tenaga dalam, membuka paksa.”
“Membuka paksa?!”
“Ya. Kata Amon begitu.”
“Akibatnya?”
“Eh?”
Limey memandang ke arah Kinan, “Segala sesuatu yang dibuka paksa, pasti ada akibatnya?”
Kinan mengangguk. dia teringat ucapan Amon ketika tadi membuka imdoknya.
“Apa akibatnya?” Limey bertanya lagi, sedikit mendesak.
“Pembuluh darah kacau, bisa terjadi kerusakan jantung. Itu kata Amon.” Tutur Kinan.
Limey mendelik, kali ini mata berwarna biru itu membelalak, marah dan terkejut, “Dan…kakak mau?”
Kinan mengangguk. Limey yang selalu tenang terlihat marah dan gusar, “Tapi, bukan ini rencana kita kan kak?”
Kinan segera meraih lengan Limey, “Bukan begitu Mey, ini aku yang mau sendiri!”
“Kak, itu kan berbahaya?”
“Tidak apa-apa! kakak bisa menahannya. Adu..duh….” Kinan merasa lengannya sakit lagi. Limey hendak mendebat Kinan, tapi dia mengurungkan niatnya. Daripada bertengkar, Limey malah menyuruh kakaknya untuk segera tidur.
Esok paginya, ketika Kinan tengah mandi, Limey segera mendekati Amon yang menikmati tehnya sambil duduk.
“Ahhhhh…memang enak minum teh pagi-pagi…” gumam Amon dengan perasaan bahagia.
“Tuan, boleh saya bicara sebentar?”
“Lama juga tidak apa-apa. ada apa?”
“Tuan, kita sudah buat perjanjian. saya akan menjadi pelayan tuan, sebagai gantinya tuan mengajari kakak saya ilmu silat.”
Amon mengangguk santai, lalu menyeruput kembali tehnya.
“Kemarin, saya baru tahu bahwa beberapa titik pembuluh nadi kak Kinan sepertinya mau pecah.”
“Kamu melihatnya?” Amon menatap ke arah Limey.
“Saya mengerti ilmu kedokteran,” tambah Limey.
“Kedokteran? Coba hentikan istilah aneh yang tidak aku mengerti!”
“Itu semacam ilmu pengobatan.”
“Oh, ilmu tabib. Lalu?”
“Kakak saya menjelaskan tentang Imdok.”
Amon mengangguk, lalu kembali memandang ke arah Limey, “Lalu, apa yang mau kamu tahu?”
bab baru selalu diposting hari Jumat dan MInggu, pantengin ya, tolong beri like dan share cerita, terimakasih
“Kenapa Tuan mengajarkan ilmu berbahaya itu?” Amon berdiri, “Dengar L, Dengan kemampuan kakakmu, butuh setengah tahun hanya untuk menguasai imdok level pertama. Kita tidak punya waktu untuk menunggu selama itu, kita akan berburu uang.” “Tuan tidak perlu menyuruhnya untuk ikut kan?” Amon tersenyum, “Salah..ini akan jadi latihan yang baik untuk bocah itu!” Limey hendak berbicara lagi, tapi tangan Amon sudah mengulur mencegah, “dengar L, aku masih ingat perjanjian kita. aku akan menjadikan bocah itu muridku, seperti yang kamu minta. Aku gurunya, aku tahu yang terbaik!” lalu Amon segera mengambil pedang buntungnya, memandang ke arah Limey yang masih memandangnya dengan mata seperti memohon. Pemuda itu mendesah, rasanya semakin merepotkan membawa perempuan dalam hidupnya. Lalu, dengan bersikap cuek, Amon pun pergi keluar. Di depan pintu Amon bertemu Kinan yang baru selesai mandi dan hendak naik ke atas, tangan Amon langsung meraih lengan Kinan. Kin
Kinan menatap Amon dengan pandangan bingung. Kenapa tiba-tiba sang guru meminta dia mengulurkan tangan. Namun, dengan sikap tanpa curiga, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Amon meminta satu tangan lagi, “Yang kiri juga!” Kinan memberikan tangan kirinya, kini kedua tangan Kinan berada dalam kekuasaan Amon. Amon mencari sesuatu di titik nadi Kinan, lalu kemudian menekannya. Tangan Amon bersinar dan mendadak Kinan merasa seperti ada gelombang besar yang mengalir dengan cepat di perutnya, melingkar-lingkar dan terasa panas. Lalu, Kinan merasa sesuatu setajam pisau menghujam dadanya hingga membuat gadis itu menjerit. “Sakitttt!!!!” teriak gadis itu. Alih-alih mendengar, Amon tetap memusatkan tenaganya pada kedua tangan Kinan. Kinan merasakan kejang, dan dia tidak bisa mengendalikan diri. Seolah-olah tubuhnya dipenuhi gelombang kejut yang menyerang berkali-kali. Tubuh gadis itu tersentak sentak dengan hebat. Amon tidak melepaskan genggam
Sesaat suasana terasa sunyi. Kinan hanya dapat mendengar desah napasnya sendiri. tapi mendadak sebuah benda terbang dengan kecepatan tinggi, menyisakan siulan panjang yang menakutkan. Amon segera menyambar tubuh Kinan dan meloncat menjauhi pohon tempat mereka bernaung. Sekarang keduanya sudah berdiri menjejak tanah. Kinan segera menengadahkan kepalanya dengan cepat. Tampak olehnya, benda hitam panjang tertancap di dahan pohon tempatnya berdiri. Posisinya tepat di kepala. “Ternyata ada tikus-tikus lain. Ada dua….” Suara laki-laki memegang tongkat itu menyeringai, “Apa kalian begitu ingin menangkapku?” Amon memandang laki-laki di depannya. Pakaiannya compang camping, rambutnya awut-awutan. Cara berdirinya agak ngawur. lelaki itu memegang tongkat, terlihat menggerakkan tongkatnya. Kinan pun merasa ganjil, dan kemudian merasa bahwa laki-laki dihadapannya itu buta. “Apa kamu Senyo gelap?” Amon bertanya dengan sika
Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram. Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut. mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya. Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya. “Guru!!” sentak Kinan. “Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum. “Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.
Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey. “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit. “Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.” “Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah. Limey menggeleng, “T
Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti. gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya. Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak. “Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey. Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga
Teriakan Kinan membuat Amon terkejut. Sesaat Amon merasakan perasaan tidak enak. Ada apa? apa yang terjadi di sana! Tanya Amon dalam hati. Tapi pedang si brewok terus saja mengincar tajam, mau tidak mau Amon mundur dan melenting dengan cepat untuk dapat menarik napas sebentar. “Cih, terpaksa kalau begini!” Amon segera menotok nadi leher dan kepala, lalu kemudian menggunakan cara pernapasan yang agak aneh. Lalu kemudian Amon merasa ada tenaga meluap dari dalam tubuhnya. “Aku benci harus melakukan ini, terpaksa membuka satu segel imdok. Imdok tingkat enam, Sul!!” lalu mendadak Amon bergerak super cepat, dan tenaga penuh segera menghunuskan pedangnya ke samping. Lalu keduanya bentrok, kecepatan dan kekuatan Amon telah menghancurkan pedang milik si Brewok, bahkan membuat tubuh brewok terpotong jadi dua. Tanpa sempat menjerit, si brewok mati. Amon segera mengatur pernapasan, pembuluh darahnya kacau dan jantungnya mulai berdetak terlalu cepat, tubuh Amon terhuyung
Sungai di bawah jurang memang deras. derunya begitu keras, memekakkan telinga. Siapa pun yang jatuh dari atas akan hancur berkeping-keping—itu seharusnya. Tapi tampaknya itu tidak berlaku bagi Limey, karena saat itu dari kerimbunan pohon yang menutupi sebuah gubuk kecil, tampak Limey keluar. Yang paling menarik, dia muncul dalam keadaan sehat.Limey diam, berdiri si sisi sungai. Air sungai deras, mengalir dan menghantam bebatuan sungai. Angin berhembus kencang menerbangkan rambut dan jubah yang dikenakan gadis bermata biru itu. Suara derasnya aliran sungai seakan hendak memecah sunyi yang bertumpuk di antara dinding-dinding batu cadas.Limey tidak sedang ingin berdiam, dia lalu mencari cara agar bisa melompati batu-batuan sungai yang saling terpisah. Dengan hati-hati Limey mencari tempat berpijak yang tepat sambil meneriakkan sebuah nama“Tuan…tuan senyo!!” Panggil Limey pada salah satu sisi sungai. Suara Limey bergema di sekitar jurang
LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo
Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul
Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o
Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka
Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak
Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan
Bixi melompat ke luar dan berlari dari gerbang Air. Percuma bertahan disana, selama Bixi dewasa tertidur, Bixi kecil hanya bisa berusaha agar tubuh milik mereka bersama tidak sampai terluka. Aduh! Bixi kecil mengeluh, karena kesadaran dirinya yang lain masih tertidur, padahal dia tahu untuk mengatasi pertarungan tingkat tinggi, dia membutuhkan Bixi dewasa mengambil alih kesadaran. Tampaknya obat yang masuk ke dalam tubuh Bixi telah berhasil menidurkan Bixi, namun membangunkan Bixi yang lain.Di lain Sisi, Amon dalam kondisi kemarahan yang aneh mengejar Bixi. Tangannya memegang pedang buntung miliknya. Benda yang seperti pedang berkarat itu memiliki daya hancur luar biasa bila dipadukan dengan penggunaan imdok. Amon pun keluar dari pintu labirin dan mengejar sampai depan gerbang. Matanya seolah bersinar dan ada api di dalamya.Sebenarnya, Racun halusinogen dari serbuk-serbuk mawar sudah terhisap dan mengubah kesadaran Amon. Apa yang amon liha
Sion terperangah, dia memperhatikan wajah Limey baik-baik, kebingungan. “Kau bilang apa?”Limey mengulang ucapannya, “Aku akan menjadi penawarmu.” jawab Limey.Sion menunduk, mengepalkan genggamannya, buku-buku jarinya menengang. Lalu dengan setengah bergetar lelaki itu berkata, “Kau tahu apa yang kau katakan? Kau tahu efek dari yang kau katakan dari Mey?”Limey mengangguk. Sebenarnya tangan gadis itu sudah gemetaran, ketakutan melanda hatinya seperti badai, tapi dia mencoba tegar dan menyembunyikan perasaannya yang kacau. Namun seolah paham, Sion langsung mengambil tangan gadis itu, dan merasakan getaran pada tangan itu, “Lihat!” seru Sion, “Kau gemetar….”Limey buru-buru menarik tangannya kembali, lalu berkata cepat-cepat, “Aku bukan gemetar karena takut padamu….aku hanya tidak pernah melakukannya…”
Limey menghela napas, “Seperti yang tadi aku bilang. Bila kau yang terkena racun,maka yang harus meminum penawar ini adalah pihak perempuan, lalu kalian harus bercinta untuk memindahkan penawar itu ditubuhmu dan memusnahkannya.” wajah Limey sampai memerah ketika menjelaskan hal tersebut.Sion merasa kakinya mendadak lemas, dia langsung menjatuhkan diri pada salah satu kursi bambu ditempat itu. Wajahnya menjadi memerah karena malu mendengar penuturan Limey.“Kalau begitu berarti aku akan mati.” desis Sion dengan lemah.“Tidak, enggak bisa begitu! Aku akan membuatkan lagi pil dewa secepatnya, lalu kita akan cari lagi cara lain! Jangan putus asa!” seru LImey yang langsung mendekat ke arah Sion, berlutut di sisi lelaki itu sambil memegang lutut Sion.Sion menggeleng, “percuma Mey. Sudahlah, lupakan saja. Itu adalah obat terjahat yang pernah aku dengar….&rd