Beranda / Semua / Pendekar Lembah Iblis / BAB 14 Senyo Gelap

Share

BAB 14 Senyo Gelap

Penulis: Langit Biru
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-26 15:20:25

Kinan menatap Amon dengan pandangan bingung. Kenapa tiba-tiba sang guru meminta dia mengulurkan tangan. Namun, dengan sikap tanpa curiga, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Amon meminta satu tangan lagi, “Yang kiri juga!”

Kinan memberikan tangan kirinya, kini kedua tangan Kinan berada dalam kekuasaan Amon.

Amon mencari sesuatu di titik nadi Kinan, lalu kemudian menekannya. Tangan Amon bersinar dan mendadak Kinan merasa seperti ada gelombang besar yang mengalir dengan cepat di perutnya, melingkar-lingkar dan terasa panas. Lalu, Kinan merasa sesuatu setajam pisau menghujam dadanya hingga membuat gadis itu menjerit.

“Sakitttt!!!!” teriak gadis itu. Alih-alih mendengar, Amon tetap memusatkan tenaganya pada kedua tangan Kinan. Kinan merasakan kejang, dan dia tidak bisa mengendalikan diri. Seolah-olah tubuhnya dipenuhi gelombang kejut yang menyerang berkali-kali. Tubuh gadis itu tersentak sentak dengan hebat.

Amon tidak melepaskan genggamannya pada kedua tangan Kinan, pemuda itu masih berkonsetrasi menyalurkan prana miliknya. Perlahan rasa sakit yang menyiksa Kinan perlahan berkurang, dan getaran hebat yang dia rasakan mulai mereda. lalu kemudian suasana terasa tenang.

Tubuh Kinan sudah banjir keringat, begitupun Amon, pemuda itu pun banjir keringat pada lengan, dahi dan lehernya.

“Sekarang coba bernapas seperti yang kuperintahkan!” ucap Amon sambil melepaskan pegangannya pada kedua tangan Kinan.

Kinan segera mengikuti perintah Amon. Mengambil posisi bersila, meletakkan tangan di depan dan bernapas sambil merasakan seluruh sel-sel yang ada di tubuhnya. Ajaib. Kinan dapat mendengar detak jantung dan denyut paru-parunya sendiri. bahkan Kinan bisa mendengar aliran darahnya mengalir di setiap pembuluh darahnya.

Kinan membuka mata, hendak berteriak berhasil tapi tangan Amon sudah mencegahnya untuk berbicara.

“Tidak perlu bicara, atur prana napasmu!” seru Amon. Kinan menurut.

Gadis itu dapat merasakan tubuhnya terasa lebih lega, luas. Seolah ada ruangan kosong dalam tubuh itu yang menunggu untuk di isi. Kinan tertegun sendiri merasakannya. Apakah ruangan tersebut?

Kinan dapat merasakan pernapasannya lega, jantungnya kuat, dan tubuhnya terasa enteng, seolah-olah dia bisa melompat setinggi-tingginya. Apakah ini yang disebut Imdok level 2, terasa luar biasa sekali.

Amon berlahan menyingkir dari sisi KInan, pemuda itu merambat pada pepohonan, lalu bersender dengan Lelah. Dengan perlahan dia menjatuhkan tubuhnya di sisi pohon. Bulir keringat besar besar menetes dari dahinya.

Menyalurkan Prana untuk membuka imdok seperti memberi sebagian kecil tenaga dalam miliknya. Demi menjaga agar Kinan tidak mengalami luapan tenaga dalam, Amon memberikan sebagian tenaga dalamnya untuk menenangkan tubuh Kinan. Efeknya langsung terasa, Amon bisa merasakan kekuatannya menyusut.

Pemuda itu lalu memutar pedangnya, dan kemudian mengambil posisi duduk seperti bertapa. Amon mengatur kembali napasnya untuk mengembalikan kekuatannya lagi. Kalau saat ini seseorang menyerangnya dengan level imdok yang sama dengannya, Amon tidak yakin bisa menang.

Ah…Amon mendesah, ternyata mengurusi orang lain itu banyak bebannya.

**

Selama sebulan Limey, Kinan, dan Amon tinggal sementara di desa tersebut. Selama itu pula Kinan sudah mencapai tahap Imdok tiga, dan pelatihannya tergolong sangat cepat. Berkat imdok tiga, Kinan sekarang mampu menggunakan ilmu meringankan tubuh. Pertama kali merasakan bisa melompat tinggi dengan mudah membuat gadis itu ketagihan. Dia berkali-kali melompati pohon, naik ke atas dahan dengan ringannya dan melompat berputar-putar dengan begitu ringan. Kinan tidak pernah menyangka bahwa sesuatu yang bernama Imdok itu malah membuat dia melampaui kemampuan para pesenam dan para pelompat indah.

Sambil membiasakan dirinya dengan imdok level tiga, Amon mengajari Kinan ilmu silat dan jurus-jurus pedang untuk membela diri. Dibanding sebelum menguasai imdok, sulit sekali menggerakkan pedang dengan ringan dan cantik, namun setelah menguasai Imdok, latihan mengangkat dan menggerakkan pedang dengan lugas mampu dilakukan Kinan.

Tepat ketika bulan baru datang, Limey mendapat informasi tentang pembunuh yang menjadi buruan mereka. Saat itu si pembunuh sedang ada di hutan pendek. Sebuah hutan kecil yang ada di ujung desa tempat mereka saat ini berada. Informasi itu tentu tidak disia-siakan Limey. Walau gadis itu sebenarnya sedikit takut untuk melangkah lebih jauh lagi, namun tugasnya untuk mendukung keinginan Amon membuatnya melaporkan temuannya tersebut.

Mendengar informasi yang disampaikan Limey Amon tampak bersemangat.

“Bagus, tubuhku juga sudah terasa kaku, ingin menangkap kriminal bejat!” seru Amon sambil memukul tangannya sendiri.

“Jadi bagaimana guru?” Kinan bertanya.

“Kenapa bertanya lagi, kita akan menyergapnya. Lebih baik secepatnya sebelum para pemburu hadiah lain berkumpul.” Ucap Amon dengan bersemangat. “Kau sudah siap bukan Kinan. Ini adalah latihan yang bagus untukmu.”

 “Saya?” Limey menunjuk dirinya sendiri. “Apa saya dilibatkan?”

Kinan memandang ke arah Limey, “Mey, kamu nggak usah ikut. Bahaya…..”

Limey menggeleng, “Aku ikut.” Ucapnya tegas.

“Tapi, itu berbahaya….” Kinan mencegah.

“Aku tetap ikut. Karena di sana ada Kakak dan tuan Amon. Benar bukan tuan?” Limey segera menoleh ke arah Amon.

“Guru…” seru Kinan, seakan meminta Amon untuk mencegah.

“Aku tidak keberatan. Biar saja L ikut!”

“Tapi guru!”

“Jangan protes!!”

Kinan memandang ke arah Limey, dan tahu bahwa sia-sia mencegah Limey. Seolah Amon memahami perasaan Limey dan menyetujui gadis itu untuk ikut dalam perburuan mereka. Wajah Limey sudah menunjukkan tekat, dia tidak ingin terpisah dari kakaknya. Kinan mendesah dan mengangguk lemah, seakan memberi persetujuan akhir.

Sebelum subuh menjelang Limey, Kinan dan Amon keluar dari penginapan dan segera menuju hutan pendek diperbatasan utara kota batu. Karena mereka ingin cepat-cepat sampai, Amon dan Kinan menggunakan ilmu meringankan tubuh. Amon tampak menggendong Limey di punggungnya dan melenting dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kecepatan mereka jadi luar biasa, hanya dalam hitungan menit ketiganya sudah sampai gerbang perbatasan utara. Ketiganya memasuki kawasan hutan pendek, sebuah hutan yang sebenarnya tergolong hutan kecil dan terbatas, namun pepohonannya teramat rimbun.

Walau di bilang hutan kecil, tapi tetap saja Hutan pendek merupakan tempat yang terasa angker. Para penduduk biasanya menghindari hutan tersebut dan memilih memutar bila hendak pergi ke desa sebelah. Hutan tersebut dikenal memiliki banyak hewan buas di dalamnya, dan mungkin juga para begal dan perampok hutan.

**

Suasana hutan sunyi dengan suara sahut-sahutan burung yang hinggap pada dahan pohon. Suara dengung seperti menemani sunyi. Udara bersiul dan tampak bayangan dua orang tengah melenting dari satu dahan ke dahan yang lain. Matahari yang belum muncul dan bayangan pohon membentuk siluet mereka yang meloncat indah. Itu adalah Amon yang tengah menggendong Limey, dan Kinan yang mengikutinya. Pelajarannya dan pembukaan imdok yang dilakukan membuat Kinan dapat meringankan tubuhnya, namun kemampuannya masih di bawah Amon, sehingga Amon yang harus menyesuaikan kecepatannya dengan Kinan. 

Akhirnya ketiganya sampai pada batang pohon yang menjulang tinggi. Amon segera menurunkan Limey dan menutup mulutnya dengan telunjuk. Menyusul kemudian Kinan di samping Limey. Dari arah kejauhan terdengar suara pertarungan sengit, denting pedang dan teriakan orang terdengar ribut.

“Guru…..” Kinan hendak membuka suara, tapi Amon sudah meletakkan telunjuknya ke mulut, memberi isyarat Kinan untuk tidak berkata banyak.

“Sssst. Kamu dengar. Di arah utara ada suara pertarungan.” Bisik Amon sambil menguatkan pendengarannya.

“Apa kita mendekat saja?” bisik Kinan.

Amon mengangguk, lalu kemudian memandang ke arah Limey, “Mata biru, kamu di sini dulu. Kami akan melihat keadaan.”

Limey mengangguk dan kemudian bersandar pada dahan pohon yang besar. Sekarang Amon dan Kinan sudah melenting dengan ringannya melewati satu batang pohon ke batang pohon yang lain. Limey bahkan sudah tidak mampu melihat ke mana mereka pergi.

Suara pertarungan semakin nyaring. Kinan dan Amon masih di atas pohon, mengintip. Dilihatnya mayat bergelimpangan dan tampak seorang laki-laki memegang tongkat panjang memutar-mutarnya dengan hebat. Lalu setelah itu terdengar jerit lengking yang mengundang kematian. Satu tubuh ambuk lagi.

Bab terkait

  • Pendekar Lembah Iblis   BAB 15 Tuan Buta

    Sesaat suasana terasa sunyi. Kinan hanya dapat mendengar desah napasnya sendiri. tapi mendadak sebuah benda terbang dengan kecepatan tinggi, menyisakan siulan panjang yang menakutkan. Amon segera menyambar tubuh Kinan dan meloncat menjauhi pohon tempat mereka bernaung. Sekarang keduanya sudah berdiri menjejak tanah. Kinan segera menengadahkan kepalanya dengan cepat. Tampak olehnya, benda hitam panjang tertancap di dahan pohon tempatnya berdiri. Posisinya tepat di kepala. “Ternyata ada tikus-tikus lain. Ada dua….” Suara laki-laki memegang tongkat itu menyeringai, “Apa kalian begitu ingin menangkapku?” Amon memandang laki-laki di depannya. Pakaiannya compang camping, rambutnya awut-awutan. Cara berdirinya agak ngawur. lelaki itu memegang tongkat, terlihat menggerakkan tongkatnya. Kinan pun merasa ganjil, dan kemudian merasa bahwa laki-laki dihadapannya itu buta. “Apa kamu Senyo gelap?” Amon bertanya dengan sika

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Pendekar Lembah Iblis   BAB 16 Si Pemberani

    Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram. Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut. mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya. Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya. “Guru!!” sentak Kinan. “Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum. “Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Pendekar Lembah Iblis   BAB 17 Di tengah Hujan

    Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey. “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit. “Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.” “Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah. Limey menggeleng, “T

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 18 Berpisah

    Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti. gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya. Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak. “Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey. Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 19 Perjalanan Berdua

    Teriakan Kinan membuat Amon terkejut. Sesaat Amon merasakan perasaan tidak enak. Ada apa? apa yang terjadi di sana! Tanya Amon dalam hati. Tapi pedang si brewok terus saja mengincar tajam, mau tidak mau Amon mundur dan melenting dengan cepat untuk dapat menarik napas sebentar. “Cih, terpaksa kalau begini!” Amon segera menotok nadi leher dan kepala, lalu kemudian menggunakan cara pernapasan yang agak aneh. Lalu kemudian Amon merasa ada tenaga meluap dari dalam tubuhnya. “Aku benci harus melakukan ini, terpaksa membuka satu segel imdok. Imdok tingkat enam, Sul!!” lalu mendadak Amon bergerak super cepat, dan tenaga penuh segera menghunuskan pedangnya ke samping. Lalu keduanya bentrok, kecepatan dan kekuatan Amon telah menghancurkan pedang milik si Brewok, bahkan membuat tubuh brewok terpotong jadi dua. Tanpa sempat menjerit, si brewok mati. Amon segera mengatur pernapasan, pembuluh darahnya kacau dan jantungnya mulai berdetak terlalu cepat, tubuh Amon terhuyung

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 20 Yang Hidup

    Sungai di bawah jurang memang deras. derunya begitu keras, memekakkan telinga. Siapa pun yang jatuh dari atas akan hancur berkeping-keping—itu seharusnya. Tapi tampaknya itu tidak berlaku bagi Limey, karena saat itu dari kerimbunan pohon yang menutupi sebuah gubuk kecil, tampak Limey keluar. Yang paling menarik, dia muncul dalam keadaan sehat.Limey diam, berdiri si sisi sungai. Air sungai deras, mengalir dan menghantam bebatuan sungai. Angin berhembus kencang menerbangkan rambut dan jubah yang dikenakan gadis bermata biru itu. Suara derasnya aliran sungai seakan hendak memecah sunyi yang bertumpuk di antara dinding-dinding batu cadas.Limey tidak sedang ingin berdiam, dia lalu mencari cara agar bisa melompati batu-batuan sungai yang saling terpisah. Dengan hati-hati Limey mencari tempat berpijak yang tepat sambil meneriakkan sebuah nama“Tuan…tuan senyo!!” Panggil Limey pada salah satu sisi sungai. Suara Limey bergema di sekitar jurang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05
  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 21 Sebuah Rencana Mencari Tabib Sakti

    “Bukan melihat, tapi mendengar. Pendengaranku tidak buruk. Aku bisa membedakan bunyi benda yang semakin berat.” Ucap Limey.Sion diam, lalu kemudian kembali sibuk menghitung kembali.“Maaf, pertanyaanku terlalu pribadi ya?” tanya Limey lagi.Sion diam, mendesah lalu menggerakkan kotak tersebut. suara gemerincing di dalamnya terdengar keras dan berisik. "Mungkin isi kotak inilah alasan aku membunuh.”“Heh? Maksudnya,” Limey bertanya heran.“Aku butuh uang, yang banyak untuk berobat.” Ucap Sion.“Berobat? Apa kamu sakit?”“Bisa dibilang begitu,” jawab Sion, lalu kemudian berjalan mengambil tongkatnya dan membawa kotak ke sudut rumah, meletakkan kotak tersebut, lalu berkata “Aku selalu ingin bisa melihat. Ingin melihat langit, pohon, sungai dan warna. Untuk itulah aku mengumpulkan uang. Dahulu seseorang pernah mengatakannya padaku, bahwa untuk bisa meliha

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Pendekar Lembah Iblis   BAB 22 Penyergapan Sia-Sia

    Mereka berjalan terus sampai matahari sudah condong ke barat. Sion mendekat ke arah Limey dan memelankan jalannya. pemuda itu sadar, gadis yang berjalan bersamanya tidak memiliki imdok, bahkan mungkin hanya sekedar melangkah cepat saja perempuan itu pasti akan berlari dan akan kelelahan.belum lama mereka berjalan menyusuri hutan, telinga Sion yang memang sangat peka dapat mendengar suara gemerisik tetumbuhan yang tidak biasa. bahkan Sion bisa merasakan bahwa ada udara yang bergesek dan bergetar karena langkah kaki. pemuda buta itu lantas segera mengamit tangan Limey yang berjalan di sebelahnya.“Kita diikuti orang.” desis Sion ketika sudah sejajar dengan LImey. mendengar itu wajah LImey langsung berubah.Seakan mengerti Limey mengangguk, lalu berbisik balik, “Lalu, aku harus bagaimana?”“Tenanglah. Nanti mereka juga akan menampakkan diri.” ucap Sion masih dengan nada rendah. bisa saja Sion melompat dan menyergap para p

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08

Bab terbaru

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 106 Aku Miliknya

    LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 105 Pertemuan Tak Terduga

    Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 104 Yang Terluka

    Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 Racun yang keluar

    Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 penyatuan

    Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 102 Ayo Kita Menikah

    Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 101 Menyatukan Kesadaran

    Bixi melompat ke luar dan berlari dari gerbang Air. Percuma bertahan disana, selama Bixi dewasa tertidur, Bixi kecil hanya bisa berusaha agar tubuh milik mereka bersama tidak sampai terluka. Aduh! Bixi kecil mengeluh, karena kesadaran dirinya yang lain masih tertidur, padahal dia tahu untuk mengatasi pertarungan tingkat tinggi, dia membutuhkan Bixi dewasa mengambil alih kesadaran. Tampaknya obat yang masuk ke dalam tubuh Bixi telah berhasil menidurkan Bixi, namun membangunkan Bixi yang lain.Di lain Sisi, Amon dalam kondisi kemarahan yang aneh mengejar Bixi. Tangannya memegang pedang buntung miliknya. Benda yang seperti pedang berkarat itu memiliki daya hancur luar biasa bila dipadukan dengan penggunaan imdok. Amon pun keluar dari pintu labirin dan mengejar sampai depan gerbang. Matanya seolah bersinar dan ada api di dalamya.Sebenarnya, Racun halusinogen dari serbuk-serbuk mawar sudah terhisap dan mengubah kesadaran Amon. Apa yang amon liha

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 100 Menawarkan Racun

    Sion terperangah, dia memperhatikan wajah Limey baik-baik, kebingungan. “Kau bilang apa?”Limey mengulang ucapannya, “Aku akan menjadi penawarmu.” jawab Limey.Sion menunduk, mengepalkan genggamannya, buku-buku jarinya menengang. Lalu dengan setengah bergetar lelaki itu berkata, “Kau tahu apa yang kau katakan? Kau tahu efek dari yang kau katakan dari Mey?”Limey mengangguk. Sebenarnya tangan gadis itu sudah gemetaran, ketakutan melanda hatinya seperti badai, tapi dia mencoba tegar dan menyembunyikan perasaannya yang kacau. Namun seolah paham, Sion langsung mengambil tangan gadis itu, dan merasakan getaran pada tangan itu, “Lihat!” seru Sion, “Kau gemetar….”Limey buru-buru menarik tangannya kembali, lalu berkata cepat-cepat, “Aku bukan gemetar karena takut padamu….aku hanya tidak pernah melakukannya…”

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 99 Pengorbanan

    Limey menghela napas, “Seperti yang tadi aku bilang. Bila kau yang terkena racun,maka yang harus meminum penawar ini adalah pihak perempuan, lalu kalian harus bercinta untuk memindahkan penawar itu ditubuhmu dan memusnahkannya.” wajah Limey sampai memerah ketika menjelaskan hal tersebut.Sion merasa kakinya mendadak lemas, dia langsung menjatuhkan diri pada salah satu kursi bambu ditempat itu. Wajahnya menjadi memerah karena malu mendengar penuturan Limey.“Kalau begitu berarti aku akan mati.” desis Sion dengan lemah.“Tidak, enggak bisa begitu! Aku akan membuatkan lagi pil dewa secepatnya, lalu kita akan cari lagi cara lain! Jangan putus asa!” seru LImey yang langsung mendekat ke arah Sion, berlutut di sisi lelaki itu sambil memegang lutut Sion.Sion menggeleng, “percuma Mey. Sudahlah, lupakan saja. Itu adalah obat terjahat yang pernah aku dengar….&rd

DMCA.com Protection Status