Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram.
Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut.
mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya.
Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya.
“Guru!!” sentak Kinan.
“Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum.
“Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.
“Dasar licik, pakai senjata rahasia segala!!” maki Kinan dengan geram.
“Licik? Aku dikenal sebagai pembunuh senyo gelap. Karena senjata jarum panjangku di sebut senyo. Apa tidak lebih licik kalian, mengeroyok orang buta?”
“Sudahlah bocah. Orang itu, paling tidak tingkatan imdoknya lebih tinggi dariku. mungkin dia sudah sampai level Sul (level 6)” ucap Amon sambil terengah-engah karena luka dalam, ditambah jarum menusuk bakal bahunya.
“Guru, tidak apa-apa?”
“Uhk…yang benar saja tidak apa-apa. sial, kalau begini nasib kita bakal sama seperti orang-orang itu…”
“Aku tidak pernah membiarkan orang yang menghadapiku keluar hidup-hidup. Tenang saja, aku akan mengirim kalian menemui petugas neraka! Terimalah ini!!” dan si buta melesatkan tangannya dengan cepat, lalu dua jarum melesat kuat ke arah Kinan dan Amon.
Mendadak Limey meloncat dan segera berdiri di depan Amon dan Limey, seakan hendak membiarkan tubuhnya menjadi sasaran dari senjata rahasia tersebut. Amon dan Kinan kaget, tapi Amon bergerak reflek, dengan gagang pedang langsung menghantam pinggang Limey hingga Limey terdorong ke samping dan jatuh, sedang Amon sendiri menahan dua jarum tersebut dengan tangan kanannya.
“AKHHHHH!” darah muncrat dari bekas tusukan. Amon langsung terguling karena kesakitan.
“Tuan!!” Limey buru-buru berdiri, segera memburu tubuh Amon yang sudah terbaring di tanah dengan dua tusukan lagi di lengan kanannya yang jadi tameng.
“Guru!!”
“Tuan…..kenapa?”
“Bodoh, kamu yang kenapa! dengan cara begitu kamu bisa mati, tahu!!” seru Amon sambil memegangi tangannya.
“Wah…wah..wah, muncul lagi tikus yang lain…” si buta berdecak.
“Guru!!” Kinan segera berjalan tertatih sambil memegangi dadanya yang sakit. Limey segera bertindak, menyobek bajunya sendiri, dan segera membebat dengan kuat pangkal lengan Amon, untuk menghentikan pendarahan.
“Kak, tolong jaga tuan…”
“Kamu mau apa Mey?” Kinan kaget ketika Limey segera berdiri dan kemudian berjalan mendekat ke arah si buta.
“Si tolol itu, apa yang dia lakukan, dia bisa mati!!” ucap Amon sambil berusaha untuk bangun. Tapi tangan, belikat dan dadanya terasa sakit dan panas hingga memaksa Amon terduduk lagi.
Limey berdiri dengan jarak dua tombak dari si buta. Matahari sudah semakin terang, dan Limey dapat melihat wajah si buta. Ada goresan panjang di pipinya. Wajahnya keras dan tampan, tapi tampak kotor dan tidak terawat.
“Siapa kamu? Dari langkahmu aku bisa tahu kamu tidak bisa imdok !?” tanya si buta dengan heran.
“Aku memang tidak bisa imdok. Silat juga tidak bisa, tapi aku mohon pada tuan, tolong jangan lukai mereka lagi.”
“Kamu cari mati ya?” Senyo gelap bertanya dengan nada menggertak.
“Mungkin. Tapi mereka adalah orang-orang yang berarti untukku. Aku tidak bisa membiarkan mereka begitu saja!” seru Limey, gadis itu berusaha menguatkan hatinya.
“Menarik, kalau gitu sebagai gantinya, nyawamu!” si buta mendadak segera menyerang dengan cepat ke arah Limey. Limey merasa, hembusan angin yang menyakitkan itu pertanda kematiannya. Limey memejamkan mata.
“Jangan!!!!” Kinan berteriak, inginnya segera melenting dan mencegah. Tapi luka di dadanya membuat dia sulit mengatur imdoknya sendiri.
Tepat satu senti lagi nyaris kepala Limey hancur di pukul tongkat si buta. Tapi tongkat itu terhenti. Si buta segera mengurungkan niatnya dan mengembalikan posisi tongkat kembali ke tanah.
“Benar-benar berani…” puji sang senyo gelap. “Aku sering bertemu orang yang siap mati konyol, tapi belum pernah ada orang nekat tanpa ilmu siap mati sepertimu. Baik, aku lepaskan mereka, untuk menghormati kekonyolanmu. Tapi bila sekali lagi aku bertemu kalian, tidak segan-segan aku akan cabut nyawa kalian!!” lalu si buta berjalan, tanpa ilmu meringankan tubuh, meninggalkan ketiganya.
Sunyi, dan hanya terdengar suara siulan udara yang tipis.
“Mey!!” Kinan segera mengejar adiknya, lalu kemudian memegang bahu Limey, “Kamu nggak apa-apa kan?”
“Tidak, jangan khawatir Kak…”
“Yang benar saja…bagaimana tidak khawatir…kamu bisa….Ukh…” Kinan limbung, dan Limey segera menangkap tubuh kakaknya yang hampir merosot jatuh. ditahannya tubuh Kinan.
“Tapi semua baik-baik saja kan…” ucap Limey.
**
Limey segera mengecek luka Amon, terutama di pangkal bahu.
“Nggak kena daerah vital. Nggak apa-apa.” ucap Limey.
Mendadak Amon segera menarik jarum tersebut, setelah terlepas darah menyembur dengan deras dari pangkal bahunya. Setelah itu Amon segera mencabut sisa jarum lainnya di tangan, darah menyembur dari segala penjuru luka.
“Aduh…..bagaimana ini?” Kinan tampak cemas. dia bergidik melihat darah segar mengalir dari luka Amon.
“Aku…tidak…apa-apa…” Ucap Amon sambil mengatur pernapasan, pemuda itu dengan cepat menotok jalan darahnya, guna menghentikan pendarahan.
“Apanya yang tidak apa-apa. Limey, aku akan pergi cari tabib. Keadaan guru parah. Kamu jaga guru di sini!”
Limey mengangguk dan Kinan segera pergi sambil masih memegangi dadanya yang masih terasa sesak.
Amon segera bersandar pada batang pohon, terengah-engah dan tampak Limey mengelap darah dan keringat Amon dengan telaten.
“Hai bocah……kenapa kamu tadi nekat?” tanya Amon dengan suara lirih.
“Saya hanya tidak ingin ada yang mati,” jawab Limey.
“Haha…..siapa yang tidak ingin kamu biarkan mati. Aku atau kakakmu?” tanya Amon sambil tertawa, tapi tawanya langsung terhenti ketika nyeri di dadanya membuat dia terbatuk-batuk.
“Saya tidak bisa membiarkan kak Kinan mati, itu pasti. Tapi saya juga tidak bisa membiarkan tuan mati.”
“Kalau aku mati, kau bisa terbebas jadi pelayanku. Kakakmu juga sudah bisa silat. Iya kan?”
“Itu benar. Tapi saya tetap tidak bisa membiarkan tuan mati.”
“Huhuhu…Ukh….aku selalu berpikir, sejak bertemu denganmu bocah, satu setengah bulan lalu, kamu adalah perempuan cerdas yang sangat perhitungan….Ukh…kamu menjadikan aku tuanmu pun agar kamu dan kakakmu bisa dapat perlindungan, benar kan?”
Limey tersenyum, “Tuan tidak boleh banyak bicara, nanti lukanya sakit lagi…”
“Jawab Bocah!” Amon sekali ini segera menarik kerah baju Limey dan langsung menariknya hingga jarak mereka begitu sangat dekat, bahkan Amon dapat merasakan napas hangat Limey di pipinya.
Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey. “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit. “Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.” “Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah. Limey menggeleng, “T
Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti. gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya. Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak. “Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey. Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga
Teriakan Kinan membuat Amon terkejut. Sesaat Amon merasakan perasaan tidak enak. Ada apa? apa yang terjadi di sana! Tanya Amon dalam hati. Tapi pedang si brewok terus saja mengincar tajam, mau tidak mau Amon mundur dan melenting dengan cepat untuk dapat menarik napas sebentar. “Cih, terpaksa kalau begini!” Amon segera menotok nadi leher dan kepala, lalu kemudian menggunakan cara pernapasan yang agak aneh. Lalu kemudian Amon merasa ada tenaga meluap dari dalam tubuhnya. “Aku benci harus melakukan ini, terpaksa membuka satu segel imdok. Imdok tingkat enam, Sul!!” lalu mendadak Amon bergerak super cepat, dan tenaga penuh segera menghunuskan pedangnya ke samping. Lalu keduanya bentrok, kecepatan dan kekuatan Amon telah menghancurkan pedang milik si Brewok, bahkan membuat tubuh brewok terpotong jadi dua. Tanpa sempat menjerit, si brewok mati. Amon segera mengatur pernapasan, pembuluh darahnya kacau dan jantungnya mulai berdetak terlalu cepat, tubuh Amon terhuyung
Sungai di bawah jurang memang deras. derunya begitu keras, memekakkan telinga. Siapa pun yang jatuh dari atas akan hancur berkeping-keping—itu seharusnya. Tapi tampaknya itu tidak berlaku bagi Limey, karena saat itu dari kerimbunan pohon yang menutupi sebuah gubuk kecil, tampak Limey keluar. Yang paling menarik, dia muncul dalam keadaan sehat.Limey diam, berdiri si sisi sungai. Air sungai deras, mengalir dan menghantam bebatuan sungai. Angin berhembus kencang menerbangkan rambut dan jubah yang dikenakan gadis bermata biru itu. Suara derasnya aliran sungai seakan hendak memecah sunyi yang bertumpuk di antara dinding-dinding batu cadas.Limey tidak sedang ingin berdiam, dia lalu mencari cara agar bisa melompati batu-batuan sungai yang saling terpisah. Dengan hati-hati Limey mencari tempat berpijak yang tepat sambil meneriakkan sebuah nama“Tuan…tuan senyo!!” Panggil Limey pada salah satu sisi sungai. Suara Limey bergema di sekitar jurang
“Bukan melihat, tapi mendengar. Pendengaranku tidak buruk. Aku bisa membedakan bunyi benda yang semakin berat.” Ucap Limey.Sion diam, lalu kemudian kembali sibuk menghitung kembali.“Maaf, pertanyaanku terlalu pribadi ya?” tanya Limey lagi.Sion diam, mendesah lalu menggerakkan kotak tersebut. suara gemerincing di dalamnya terdengar keras dan berisik. "Mungkin isi kotak inilah alasan aku membunuh.”“Heh? Maksudnya,” Limey bertanya heran.“Aku butuh uang, yang banyak untuk berobat.” Ucap Sion.“Berobat? Apa kamu sakit?”“Bisa dibilang begitu,” jawab Sion, lalu kemudian berjalan mengambil tongkatnya dan membawa kotak ke sudut rumah, meletakkan kotak tersebut, lalu berkata “Aku selalu ingin bisa melihat. Ingin melihat langit, pohon, sungai dan warna. Untuk itulah aku mengumpulkan uang. Dahulu seseorang pernah mengatakannya padaku, bahwa untuk bisa meliha
Mereka berjalan terus sampai matahari sudah condong ke barat. Sion mendekat ke arah Limey dan memelankan jalannya. pemuda itu sadar, gadis yang berjalan bersamanya tidak memiliki imdok, bahkan mungkin hanya sekedar melangkah cepat saja perempuan itu pasti akan berlari dan akan kelelahan.belum lama mereka berjalan menyusuri hutan, telinga Sion yang memang sangat peka dapat mendengar suara gemerisik tetumbuhan yang tidak biasa. bahkan Sion bisa merasakan bahwa ada udara yang bergesek dan bergetar karena langkah kaki. pemuda buta itu lantas segera mengamit tangan Limey yang berjalan di sebelahnya.“Kita diikuti orang.” desis Sion ketika sudah sejajar dengan LImey. mendengar itu wajah LImey langsung berubah.Seakan mengerti Limey mengangguk, lalu berbisik balik, “Lalu, aku harus bagaimana?”“Tenanglah. Nanti mereka juga akan menampakkan diri.” ucap Sion masih dengan nada rendah. bisa saja Sion melompat dan menyergap para p
Puncak putus asa terletak di pulau agak terpencil. Untuk mencapai ke sana, butuh tiga hari perjalanan dengan kuda, setelah itu menaiki sampan sampai separuh hari baru kemudian mereka akan sampai ke pulau.Tidak semua orang yang berada di pesisir pantai mau mengawal sampai ke pulau itu, mereka menolak karena di wilayah pulau dikurung oleh banyak karang-karang tajam. Sion dan Limey harus mencari seseorang yang bersedia mengantar dan jago dalam menghapal jalan.“Kalau ingin pergi ke pulau Putus Asa, kau bisa mengandalkan Maucian. dia seorang pelaut paling mumpuni di pesisir ini.” Terang seorang nelayan kepada Limey. “Hanya saja bayaran Maucian mahal.”Limey memandang kea rah Sion, Sion yang mendengar keterangan tersebut mengangguk, lalu ucapnya. “Antarkan saja kami pada si Maucian itu.”Si nelayan tersebut mengangguk lalu kemudian memberi isyarat pada kedua tamunya untuk mengikuti dirinya ke tempat si Maucian.Sion
Tentu saja yang pertama kali menginformasikan hal itu adalah Limey, dan Sion dengan gerak lincah memukul-mukulkan tongkatnya ke tanah dan terus masuk ke dalam rumah. Limey masuk ke dalam gubuk yang berantakan, dan menemukan seorang laki-laki tua yang terluka parah.“Bagaimana perawakannya?” tanya Sion ketika Limey menginformasikan ada yang terluka.“Tua, jenggot dan alisnya panjang. Sion, bisa tolong aku mengangkatnya, aku nggak kuat!”Sion membantu Limey. Laki-laki tua itu dibaringkan di dipan reyot yang ada di ujung ruangan. Dipan itu sama berantakannya. Semua benda yang ada terserak dan berguling tidak beraturan. Buku-buku berantakan. Limey segera memeriksa keadaan laki-laki tua tersebut, pertama diperiksanya lengan nadi, tapi terkejut karena Limey merasa ada yang aneh pada tangan laki-laki tua tersebut. tubuh lelaki itu lumpuh, aliran darahnya sendiri terasa aneh. tidak normal.“Sion!” panggil Limey cepat.Si
LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo
Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul
Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o
Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka
Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak
Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan
Bixi melompat ke luar dan berlari dari gerbang Air. Percuma bertahan disana, selama Bixi dewasa tertidur, Bixi kecil hanya bisa berusaha agar tubuh milik mereka bersama tidak sampai terluka. Aduh! Bixi kecil mengeluh, karena kesadaran dirinya yang lain masih tertidur, padahal dia tahu untuk mengatasi pertarungan tingkat tinggi, dia membutuhkan Bixi dewasa mengambil alih kesadaran. Tampaknya obat yang masuk ke dalam tubuh Bixi telah berhasil menidurkan Bixi, namun membangunkan Bixi yang lain.Di lain Sisi, Amon dalam kondisi kemarahan yang aneh mengejar Bixi. Tangannya memegang pedang buntung miliknya. Benda yang seperti pedang berkarat itu memiliki daya hancur luar biasa bila dipadukan dengan penggunaan imdok. Amon pun keluar dari pintu labirin dan mengejar sampai depan gerbang. Matanya seolah bersinar dan ada api di dalamya.Sebenarnya, Racun halusinogen dari serbuk-serbuk mawar sudah terhisap dan mengubah kesadaran Amon. Apa yang amon liha
Sion terperangah, dia memperhatikan wajah Limey baik-baik, kebingungan. “Kau bilang apa?”Limey mengulang ucapannya, “Aku akan menjadi penawarmu.” jawab Limey.Sion menunduk, mengepalkan genggamannya, buku-buku jarinya menengang. Lalu dengan setengah bergetar lelaki itu berkata, “Kau tahu apa yang kau katakan? Kau tahu efek dari yang kau katakan dari Mey?”Limey mengangguk. Sebenarnya tangan gadis itu sudah gemetaran, ketakutan melanda hatinya seperti badai, tapi dia mencoba tegar dan menyembunyikan perasaannya yang kacau. Namun seolah paham, Sion langsung mengambil tangan gadis itu, dan merasakan getaran pada tangan itu, “Lihat!” seru Sion, “Kau gemetar….”Limey buru-buru menarik tangannya kembali, lalu berkata cepat-cepat, “Aku bukan gemetar karena takut padamu….aku hanya tidak pernah melakukannya…”
Limey menghela napas, “Seperti yang tadi aku bilang. Bila kau yang terkena racun,maka yang harus meminum penawar ini adalah pihak perempuan, lalu kalian harus bercinta untuk memindahkan penawar itu ditubuhmu dan memusnahkannya.” wajah Limey sampai memerah ketika menjelaskan hal tersebut.Sion merasa kakinya mendadak lemas, dia langsung menjatuhkan diri pada salah satu kursi bambu ditempat itu. Wajahnya menjadi memerah karena malu mendengar penuturan Limey.“Kalau begitu berarti aku akan mati.” desis Sion dengan lemah.“Tidak, enggak bisa begitu! Aku akan membuatkan lagi pil dewa secepatnya, lalu kita akan cari lagi cara lain! Jangan putus asa!” seru LImey yang langsung mendekat ke arah Sion, berlutut di sisi lelaki itu sambil memegang lutut Sion.Sion menggeleng, “percuma Mey. Sudahlah, lupakan saja. Itu adalah obat terjahat yang pernah aku dengar….&rd