Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 594. Petaka di Gunung Sereh Awi

Share

594. Petaka di Gunung Sereh Awi

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-01 22:04:01
“Kau benar.” Nyi Genit berbalik, menoleh pada langit yang bertabur bintang. “Untuk sekarang, kau hanya bisa membesarkan kedua tangan dan lenganmu. Semakin kau bertambah kuat, kau akan mampu mengubah wujudmu menjadi Jurig Lolong.”

“Terima kasih, Nyi.” Darmasena membungkuk, mengamati kedua tangannya. “Aku akan menggunakan kekuatan ini sebaik mungkin.”

Nyi Genit berbalik. “Katakan, apa yang sedang dilakukan oleh pemuda bernama Lingga, Tarusbawa, Limbur Kancana, dan yang lain?”

Darmasena menjelaskan, “Aku tidak mengetahui keberadaan Lingga, Tarusbawa, dan Limbur Kancana, Nyi. Kabar mengenai mereka sangat dirahasiakan oleh para pendekar golongan putih. Aku hanya mendengar jika para petinggi golongan putih sedang melakukan pelatihan pada para pendekar terpilih di gunung Padaherang. Para pendekar muda dan anak-anak juga dilatih di beberapa padepokan terpilih dengan pengawasan ketat. Selain itu, para tabib berlatih di bawah bimbingan Ganawirya di Lebak Angin, dan para tabib baru berlatih di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   595. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Cepatlah, Kakang. Aku sudah sangat lapar. Aku belum makan sejak semalam karena kau melepaskan buruanmu.” Puspa Sari berhenti sejenak, mengembus napas panjang. Mencium bau masakan membuat perutnya semakin keroncongan.“Jangan terlalu terburu-buru, Puspa Sari. Aku yakin kampung ini memiliki banyak makanan untuk kita santap,” ujar pemuda tinggi bernama Jatnika.“Kau selalu saja lambat dalam hal apa pun, Kakang,” ketus Puspa Sari seraya kembali berjalan, menoleh ke kanan dan kiri, mengamati satu per satu warung. “Warung mana yang memiliki makanan yang lezat?”“Aku bukan lambat, aku hanya berusaha memutuskan segala sesuatunya dengan tepat.”Puspa Sari dan Jatnika melewati lalu lalang manusia yang semakin ramai. Terlihat para pengembara memasuki perkampungan dari berbagai pintu masuk. Suasana perkampungan semakin ramai dengan para penjual yang menjajakan dagangan.“Kakang, warung itu sepertinya menyediakan makanan yang lezat.” Puspa Sari menunjuk sebuah warung yang berada di tengah perkamp

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-02
  • Pendekar Kujang Emas   596. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Dasar pria kurang ajar!” Puspa Sari melesatkan selendang ke arah dua pria itu. Ia tersenyum saat kedua pria itu terlempar dan ambruk di dapur.Puspa Sari melompat ke depan, menatap tajam kedua pria itu. “Pergi dari tempat ini sekarang juga atau aku akan menghajar kalian!”“Kurang ajar kau gadis jelek!” teriak salah satu penjahat.“Siapa yang kau sebut gadis jelek?” Puspa Sari tampak murka.Jatnika mengentakkan kedua kaki, melesatkan serangan pada kedua pria itu hingga mereka keluar dari warung dan ambruk di tanah.“Kalian memang pantas mendapatkannya.” Puspa Sari tertawa.“Terima kasih, Nyai, Kakang,” ujar pelayan wanita.“Terima kasih karena sudah menyelamatkan keponakanku.” Seorang pelayan wanita yang lebih tua mendekat, memeriksa keadaan pelayan tadi. “Kalian tidak perlu membayar makanan kalian sebagai terima kasih kami. Kami juga akan menyiapkan perbekalan untuk kalian. Tunggu sebentar.”“Benarkah?” Puspa Sari tersenyum. “Terima kasih, Nyai.”Jatnika mengintip keadaan luar di dek

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-02
  • Pendekar Kujang Emas   597. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Sesosok pendekar berbaju hitam tiba-tiba melesat dari dalam pepohonan menuju Wira dan Danuseka. Ia tersenyum seraya melayangkan serangan.Wira dan Danuseka menepis serangan, kemudian melayangkan serangan jarak jauh bersamaan dengan kaki mereka yang mendarat di batu.Sosok itu menepis serangan dengan kedua tangan kosong, lantas mengambalikan serangan tersebut dengan mudah.“Dia kembali mengembalikan serangan,” ujar Wira dan Danuseka seraya menepis serangan. Mereka mengentak tubuh, bergerak ke arah sosok itu dan bersiap untuk menyerang.Sosok itu menangkap tangan Wira dan Danuseka sebelum mereka berhasil melayangkan serangan. “Cukup.”Darmasena melepaskan tangan Wira dan Danuseka, membuka penyamarannya.“Darmasena,” ujar Wira dan Danuseka bersamaan. Keduanya segera menghimpun kekuatan untuk kembali melesatkan serangan.Darmasena tersenyum kecut, menepis tangan Wira dan Danuseka, lantas melesatkan serangan dengan cukup kuat.Wira dan Danuseka sontak terdorong ke belakang meski mereka mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-02
  • Pendekar Kujang Emas   598. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Jatnika dan Puspa Sari memasuki perkampungan setelah melewati pemeriksaan yang sangat ketat dari para pendekar golongan putih. Suasana perkampungan tampak ramai dengan para pengembara dan pedagang. Terlihat warung makanan yang dipenuhi oleh banyak pengunjung, begitupun dengan deretan kedai dan tempat hiburan.“Kita harus mencari penginapan secepatnya, Puspa Sari,” ujar Jatnika seraya mengamati keramaian. “Aku akan bertanya pada warga mengenai penginapan murah.”Puspa Sari mengawasi keadaan sekeliling. Gadis itu mendekat pada kerumunan warga yang berkumpul di sebuah lapangan. Ia melihat beberapa pria tengah berlomba untuk melempar bola ke dalam keranjang.“Permainan itu cukup menarik. Aku bisa memasukkan bola-bola itu dengan mudah untuk mendapatkan hadiah yang besar. Aku bisa menggunakan hadiah itu sebagai bekal perjalanan.” Puspa Sari mendekat ke sisi lapang. “Aku akan mendaftar.”“Aku sudah menemukan penginapan untuk kita bermalam.” Jatnika menarik tangan Puspa Sari. “Jangan bermain-

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03
  • Pendekar Kujang Emas   599. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Kelima pendekar itu bergerak ke arah yang berbeda, mengawasi keadaan sekeliling dengan saksama. Suasana tampak hening, berbanding terbalik dengan keadaan perkampungan yang ramai dengan warga yang tengah berkerumunan di tempat hiburan.Seorang pendekar tiba-tiba berteriak, “Aku melihat bekas pertarungan di tempat ini.”Keempat pendekar lain segera mendekat, memeriksa keadaan.“Goresan di tanah, pohon, dan ranting-ranting patah itu menjadi bukti jika terjadi pertempuran beberapa waktu lalu. Aku juga mendapati kain yang biasanya dijadikan sebagai tempat ramuan obat.”“Segera cari tahu siapa yang kemungkinan bertarung di tempat ini secepatnya, dan cari petunjuk lain secepatnya. Segera laporkan jika kalian mendapatkan keanehan.” Pemimpin dari para pendekar itu memerintah, mendekat ke sebuah pohon. Ia memeriksa satu per satu pohon yang di dekat tempat pertempuran.“Apa ini?” Pendekar itu berhenti di sebuah pohon, menerangi dengan obor. Goresan-goresan ini merupakan sebuah pesan. “Nyi Genit

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-04
  • Pendekar Kujang Emas   600. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Wira seketika terpenlanting ke belakang, muntah darah berkali-kali. Ia nyaris terjatuh dari tebing jika tidak mencengkeram tanah dengan kuku-kukunya. “Serangannya bertambah kuat dibandingkan sebelumnya.”Danuseka melesatkan serangan jarak jauh ke arah Darmasena. Akan tetapi, serangannya berhasil ditangkis dengan mudah oleh pria itu. “Kecurigaanku benar. Kedua tangan Darmasena serupa dengan kedua tangan Jurig Lolong.”Danuseka melompat ke pinggiran tebing, menarik Wira ke atas.“Menjauh dariku, Danuseka!” ketus Wira seraya menyeka darah. Ia menghimpun kekuatan dan melesat ke arah Darmasena.Darmasena mengentak kedua kaki hingga tanah berlubang, bersiap menghadapi Wira. Akan tetapi, tanda diduga Nyi Genit tiba-tiba muncul dan melesatkan serangan pada Wira dan Darmasena. Serangannya berhasil membuat kedua pria itu mundur.“Nyi Genit.” Darmasena terkejut, membungkuk hormat. “Maafkan aku, Nyi.”Wira dan Danuseka menatap Nyi Genit lekat-lekat. Mereka masih belum percaya jika wanita yang mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-04
  • Pendekar Kujang Emas   601. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Jatnika, Puspa Sari, para pemuda, dan gadis pergi menuju perkampungan. Setelah sarapan dan mempersiapkan perbekalan, mereka pergi ke sisi perkampungan.“Rombongan sudah dekat. Kita harus segera bersiap,” ujar seorang pemuda seraya menunjuk rombongan yang melaju ke arah perkampungan. “Kain hijau itu menjadi tanda jika rombongan itu akan membawa para tabib baru ke tempat pelatihan, sedangkan kain merah itu menjadi tanda untuk pelatihan pendekar.”Sebuah rombongan berkain hijau tiba di dekat pintu perkampungan. Salah satu dari anggota rombongan yang duduk di dekat kuda bertanya, “Apa di antara kalian ada akan bergabung ke dalam pelatihan tabib di Lebak Angin?”“Kami berenam akan mengikuti pelatihan tabib. Tolong antarkan kami ke Lebak Angin, Paman,” ujar Jatnika.“Perjalanan akan memakan waktu satu hari untuk sampai ke kota terdekat. Ketika kalian sudah berada di sana, kalian akan pergi ke lokasi pelatihan bersama tiruan salah satu pendekar hebat. Ikuti semua peraturan yang aku buat.”“K

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Pendekar Kujang Emas   602. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Limbur Kancana memberikan gulungan pesan pada Ganawirya. “Kita mendapatkan pesan jika seorang pemuda bertarung dengan salah satu bawahan Nyi Genit yang memiliki tangan serupa siluman semalam. Pemuda itu mengatakan Nyi Genit berhasil keluar dari penjara di Jaya Tonggoh.”“Apa ini mungkin, Raka?” tanya Ganawirya memastikan, berdiri di samping Limbur Kancana. “Jaya Tonggoh dijaga sangat ketat oleh para pendekar. Kita juga memasang perangkap siluman di seluruh Jaya Tonggoh dan wilayah sekitarnya. Dengan keadaan Nyi Genit yang melemah, aku kira sulit baginya untuk lolos, kecuali … jika dia berhasil keluar dari penjara sebelum penjara tertutup.”“Satu-satunya orang yang bisa menolong Nyi Genit hanyalah Totok Surya.” Limbur Kancana memejamkan mata, mencari penglihatan dari seluruh tiruannya yang tersebar. Ketika membuka mata, ia mendapati kulit pohon di tangannya. “Pemuda itu mencatat pesannya di kulit pohon ini.”Limbur Kancana memberikan kulit pohon itu pada Ganawirya. “Aku mendapatkan pes

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status