Para siluman terus bergerak sembari memekik kencang. Suara mereka menggema ke seluruh bagian gua, terutama ke tempat para tabib berada.“Apa yang terjadi?”“Siapa yang berteriak barusan?”“Apa ada seseorang atau sekelompok orang yang mendekat?”“Suara riuh apa ini?”Para tabib mulai ketakutan, menatap satu sama lain. Getaran, guncangan, dan teriakan terasa dan terdengar dengan sangat jelas.“Tetap lakukan tugas kalian!” pekik Sekar Sari yang masih berkutat dengan ramuan dan kendi-kendi. “Kita hampir menyelesaikannya. Jangan menyerah.”“Kami akan menghadapi mereka,” ujar Indra yang kemudian memberi tanda pada Meswara, Jaka, dan Arya untuk bersiap.“Apa itu?” teriak seorang tabib sembari menunjuk pintu masuk di mana para siluman tengah berusaha untuk masuk.“Segera berkumpul dan tetap lakukan tugas kalian!” Indra mengentak tanah, menggenggam kapak, lalu melesatkan serangan jarak jauh dengan kapaknya. Sebuahsabit angin seketika tercipta dan langsung menghadang para siluman hitam yang ber
Di saat terdesak, Sekar Sari segera melempar bibit merah ke arah para siluman yang mengurung Indra, Meswara, Jaka dan Arya, termasuk para siluman yang datang menyerang dari berbagai arah. Api berkobar seketika muncul dan membakar para siluman. Gua mendadak terang untuk sesaat. Para tabib hanya melihat dengan tatapan ketakutan, kekaguman dan rasa penasaran.Indra, Meswara, Jaka dan Arya segera mendekat pada Sekar Sari, memegangi bagian tubuh mereka yang terluka. Darah mengucur deras dan kulit mereka tampak menghitam.Para siluman kembali menyerang setelah api menghilang. Asap tampak muncul dari kulit mereka. Meski begitu, serangan api berhasil meninggalkan bekas luka. Para Siluman memekik sangat kencang hingga gua bergetar untuk sementara waktu.“Aku tidak lagi memiliki bibit merah.” Sekar Sari mengambil bibit hijau dan saat para siluman mendekat, ia segera melempar bibit hijau pada mereka. Dalam sekejap, tanaman hijau tumbuh dan menjerat para siluman, lalu menarik mereka menjauh hingg
Pertarungan di Jaya Tonggoh semakin memanas. Limbur Kancana dan Tarusbawa terdesak karena serangan yang silih berganti datang dalam waktu yang singkat. Keduanya terkurung oleh kelima anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman hitam. Sementara itu, Nyi Genit hanya menyimak pertarungan dari tempatnya berdiri. Nyi Genit mengibas selendangnya ketika menatap ke air terjun. “Aku tidak merasakan para siluman bergerak. Apa yang sudah terjadi pada mereka?” Kelima anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman hitam menjauh dari Limbur Kancana dan Tarusbawa ketika sebuah batu besar melesat ke arah mereka. Harimau putih milik Limbur Kancana segera berubah menjadi kubah pelindung. Batu besar itu terpecah dan hancur berkeping-keping ketika mendapat serangan dalam waktu bersamaan. Potongan batu itu menghujani tanah jaya tonggoh hingga menimbulkan guncangan. “Sekar Sari dan para tabib memberikan ramuan ini padaku,” ujar Limbur Kancana seraya mengangkat satu buah keranjang ke
Limbur Kancana dan Tarusbawa mendarat di tanah dengan satu tangan memegang perut yang terus mengeluarkan darah. Luka mereka terbilang dalam dan menyakitkan. “Tubuhku terasa panas dan sulit digerakkan di saat bersamaan. Kemungkinan siluman wanita itu memberikan semacam racun pada serangannya,” ujar Limbur Kancana seraya menekan kuat perut untuk menutup lukanya. “Kita berdua lengah.” Tarusbawa menepuk perutnya cukup kuat hingga aliran darahnya berhenti. Ia mulai berdiri meski tubuhnya sempat oleng. Kedua rantainya kembali muncul dan dengan segera menangkis serangan selendang kuning Nyi Genit. “Aku harus mempertahankan para tiruanku yang berada bersama para pendekar sekaligus para murid padepokan. Lukaku cukup dalam dan aku membutuhkan sedikit waktu untuk mengatasinya, Raka.” Limbur Kancana mengambil sebuah bulatan kecil yang diberikan Ganawirya padanya. Nyi Genit melemparkan sebuah kendi kecil ke langit, lantas melayangkan serangan selendang hingga kendi hancur dan isinya berhamburan
Nyi Genit terus bersemedi di tegah pertarungan Limbur Kancana, Tarusbawa dengan kelima anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman hitam. Aura hitam semakin menebal menyelimuti siluman wanita itu. Di saat yang sama, gulungan semakin terbuka lebar. Limbur Kancana dan Tarusbawa kembali menggunakan ramuan yang diberikan Sekar Sari. Kelima anggota Cakar Setan, Wintara, dan Nilasari berhasil dipukul mundur, begitupun dengan para siluman hitam hingga tidak sadarkan diri. Limbur Kancana dan Tarusbawa melompat mundur beberapa tombak ke belakang, mengendalikan napas yang terengah-engah. Keduanya mengawasi keadaan lawan dan terkejut ketika para siluman hitam kembali terbangun. “Mereka sadar lebih cepat dari sebelumnya.” Tarusbawa mendongak ke langit sesaat. Tatapannya menerobos para siluman hitam yang bergerak ke arahnya hingga akhirnya menemukan Nyi Genit yang tengah bersemedi. “Nyi Genit sepertinya sedang mempersiapkan sebuah jurus. Aku merasakan kekuatan yang meluap-luap dari t
Limbur Kancana kembali memanggil harimau putih yang kemudian berubah menjadi kubah pelindung. Di saat yang sama, Tarusbawa menggerakkan kedua rantainya untuk menjadi pelindung tambahan. Serangan-serangan dari kelima anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman hitam kembali mendarat hingga kubah pelindung bergetar kuat dan keduanya terdorong hingga ke sisi Jaya Tonggoh.Limbur Kancana dan Tarusbawa mendarat di tanah, mengendalikan napas yang terengah-engah. Kaki mereka masih terjerat oleh kain selendang Nyi Genit.“Selendang ini masih menjerat kuat kaki kita, Raka,” ujar Limbur Kancana. Ia melayangkan serangan kujang beberapa kali ke arah selendang, tetapi kain itu masih tetap menjerat kakinya dengan kuat. “Ada kemungkinan selendang ini berhubungan dengan gulungan yang dipanggil Nyi Genit.”“Kau benar, Limbur Kancana.” Tarusbawa menatap Nyi Genit yang masih duduk bersemedi di mana gulungan terbuka semakin lebar. “Siluman wanita itu sengaja menyerang kita di saat kita sudah
Kelima anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman hitam segera menerjang Limbur Kancana dan Tarusbawa yang terus melesat ke bawah. Serangan-serangan jarak jauh mereka berhasil mendarat hingga membuat Limbur Kancana dan Tarusbawa menggeliat kesakitan. Ketika akan menyerang dalam jarak dekat, delapan batu berukuran besar seketika meluncur dari langit dengan cepat.Wulung, Argaseni, Brajawesi, Bangasera, Kartasura, Wintara dan Nilasari segera menarik diri ke belakang, menangkis serangan batu dengan kekuatan mereka masing-masing hingga batu menjadi potongan-potongan kecil. Di saat yang sama, beberapa siluman hitam berhasil terkena batu, sedang sisanya berhasil menyelamatkan diri.Sebuah batu meluncur ke arah Nyi Genit yang masih dalam keadaan duduk bersila. Seledang-selendangnya tiba-tiba meluncurkan ke atas dan langsung menghancurkan batu tersebut hingga menjadi bebatuan kecil.Bebatuan kecil itu tiba-tiba berputar dan menghujani Nyi Genit, kelima anggota Cakar Setan, Wintar
Kelima Jurig Lolong tiba-tiba memekik sangat kencang hingga angin berembus ke sekeliling. Jaya Tonggoh dipenuhi oleh para siluman, para pasukan dari kelima anggota Cakar Setan yang sebelumnya pernah dikalahkan Tarusbawa.“Bagus.” Wulung tertawa ketika melihat kemunculan para siluman dan pasukannya. “Dengan ini, aku bisa mengalahkan Limbur Kancana dan Tarsubawa. Aku juga bisa mengalahkan para pendekar bodoh itu.”Kartasura segera mendekat pada Danuseka yang tengah menahan Wira yang nyaris terjatuh. Ia dengan cepat memindahkan Wira ke pangkuannya. “Wira, apa yang sebenarnya sudah terjadi padamu?”“Raka.” Wira terbatuk beberapa kali. Wajahnya pucat pasi nyaris seperti mayat. “Para pendekar berhasil menemukan keberadaanku dan berusaha menangkapku saat di gua. Di sana, aku bertarung dengan Sekar Sari, dan tiba-tiba saja Pendekar Hitam mengisapku ke dalam kendi. Selama berada di sana, aku berusaha untuk kelua