Sementara itu, Nyi Genit masih berada di sekitar danau siluman, mengawasi keadaan danau untuk sementara waktu. “Aku harus memulihkan diri untuk mengembalikan kekuatanku. Aku yakin pertarungan sebentar lagi akan dimulai.”Siluman wanita itu berjalan ke tengah danau dengan kedua tangan menyatu di depan dada. Sebuah semburan air mendadak muncul hingga terlihat dari kejauhan.Nyi Genit duduk bersila di tempat munculnya semburan air tersebut. Saat matanya tertutup, selendang kuningnya segera membentuk kuncup bunga yang menutupi seluruh tubuhnya. Air danau mendadak bergolak dan meletup-meletup.Penglihatan Nyi Genit mengelana ke sekeliling hutan. Begitu mendapati kubah yang mengurung Tarusbawa menghilang, ia segera membuka mata. “Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin kubah itu hancur?”Selendang kembali seperti semula ketika Nyi Genit berdiri. Amarah terlihat jelas di wajahnya. Bersamaan dengan kepalan tangan yang menguat, angin mendadak berembus kencang dan air tiba-tiba meletup-letup.“Taru
“Ah!” Nyi Genit memekik tajam hingga mencipta angin kuat yang langsung menyebar ke sekeliling. Ia melemparkan serangan secara asal hingga beberapa pohon bertumbangan dan tanah berlubang. Wajahnya memerah karena dikuasai amarah. Ia benar-benar sudah dipecundangi dan dihina oleh Sekar Sari.“Aku terlalu meremehkan gadis berselendang merah itu!” Nyi Genit mengepalkan tangan kuat-kuat. Ia menutup satu mata dengan satu tangan, mengawasi keadaan hutan melalui penglihatan siluman yang baru saja dikirimkannya.“Aku pasti akan membunuhmu!” Nyi Genit melempar dua bagian selendangnya ke depan, lalu menarik diri melewati tanah lapang dan pepohonan. Dalam satu kedipan mata, ia sudah berada di perbatasan hutan siluman. Dari tempatnya saat ini, ia bisa merasakan bau beberapa siluman dan bau para pendekar.“Bau gadis berselendang merah itu menghilang di sekitar sini. Bagaimana caranya dia keluar dari hutan siluman ini tanpa meninggalkan bau?”Nyi Genit mengentak kedua kaki kuat-kuat di puncak pohon.
Serangan dari pasukan katak dan pasukan belalang yang dikerahkan oleh Bangkong Bodas dan Simeut Koneng terus berlangsung. Meski beragam serangan sudah dilancarkan, kubah pelindung nyatanya masih berdiri kokoh berdiri.“Kubah sialan itu benar-benar kokoh,” gerutu Bangkong Bodas, “kemungkinan besar kbah itu dilindungi oleh penawar racun kalong setan yang kuat. Tapi itu terdengar tidak mungkin karena penawar racun kalong setan itu hanya dimiliki oleh Nyi Genit seorang, kecuali jika para pendekar itu berhasil membuatnya.”“Itu tidak mungkin, Bangkong Bodas.” Simet Koneng menoleh sesaat. “Para tabib tidak mungkin bisa membuat penawar racun kalong setan.”“Lalu kenapa kubah sialan ini begitu kokoh?” Bangkong Bodas mendengkus kesal. “Pendekar Hitam sama sekali tidak terpengaruh dengan racun kalong setan yang menyelimuti tubuh kita, begitupun dengan kubah ini.”“Dibandingkan memikirkan hal itu, kenapa kita terus berusaha menghancurkan kubah ini. Sekuat apa pun benteng atau kubah pelindung, pa
Galih Jaya, Dharma, Malawati dan seluruh pendekar yang awalnya berjaga di luar begerak ke dalam gua dengan cepat. Mereka berlari melewati lorong panjang. Getaran kuat masih terasa hingga ke dalam gua, ditambah tanah yang berguncang hingga beberapa pendekar terjatuh.Suasana di luar gua hanya diisi oleh beberapa tiruan Limbur Kancana yang berjaga. Lima tiruan tiba-tiba berubah menjadi harimau putih yang ikut memasuki gua.“Ada lima harimau putih yang mengejar kita!” teriak seorang pendekar yang berada di barisan belakang. Ia menarik pedang dan bersiap untuk menyerang.Galih Jaya melemparkan sebuah batu ke pedang pendekar itu hingga nyaris terjatuh. “Tenanglah. Harimau itu adalah kekuatan dari Pendekar Hitam. Harimau-harimau itu akan membantu kita. Teruskan perjalanan.”Para pendekar terus berlari melewati lorong demi lorong dengan diikuti oleh kelima harimau. Di saat yang sama, Ganawirya, Sekar Sari dan para tabib masih berkutat dengan penawar racun kalong setan yang dibuat mereka.Get
Bangkong Bodas dan Simeut Koneng menggempur kubah pelindung terus-menerus. Akan tetapi, serangan-serangan mereka masih belum bisa menembus kubah pelindung dan mengenyahkan Limbur Kancana dari tengah kubah.“Terkutuk!” Bangkong Bodas mengerahkan kembali pasukan kataknya. Sebuah gelombang yang memancar dari atap kubah dengan cepat menghempas pasukan kataknya hingga berterbangan and sebagian menghilang. “Kubah pelindung itu semakin kuat seiring waktu.”Simeut Koneng menoleh ke arah selatan. “Mereka segera tiba.”Bangkong Bodas dan Simeut Koneng mulai menjauh dari kubah pelindung, menghimpun kekuatan dalam waktu bersamaan. Pasukan katak dan pasukan belalang mulai menjauh dari kubah, lalu kembali ke tubuh mereka masing-masing.Limbur Kancana merasakan kekuatan besar yang semakin dekat. Empat harimau tiba-tiba kembali ke arahnya, lalu menyatu dengan kubah pelindung. Ia dengan cepat berdiri, mengawasi keadaan sekeliling. “Semua persiapan sudah selesai.”Limbur Kancana mengembus napas panjang
Di atas tunggangan kelelawar raksasa, Kartasura dan Danuseka melihat bagaimana jalannya pertarungan antara keempat anggota Cakar Setan dengan Pendekar Hitam yang nyatanya adalah seorang tiruan.Kartasura dan Danuseka mengerahkan kelelawar mereka untuk menjauh saat serangan dahsyat terjadi. Terjadi guncangan kuat hingga angin berembus ke arah mereka, disusul getaran kuat di tanah hingga membuat beberapa pohon bertumbangan.“Kubah pelindung itu benar-benar kuat,” ujar Kartasura.“Aku merasa aneh dengan kubah itu. Anggota Cakar Setan dan para siluman itu sudah diselimuti racun kalong setan terkuat, tapi kubah pelindung itu belum menandakan akan hancur, padahal seharusnya penawar racun kalong setan yang menyelimutinya tidak akan sekuat itu.” Danuseka menanggapi.“Kau benar, Danuseka. Aku juga merasakan hal yang sama. Satu-satunya yang kupikirkan adalah para pendekar memiliki penawar racun kalong setan yang sama kuatnya dengan racun kalong setan yang digunakan anggota Cakar Setan dan para
“Kubah pelindung itu mulai melemah. Muncul retakan dan lubang di beberapa titik. Kita harus segera menyerang dengan kekuatan penuh,” ujar Bangkong Bodas.“Kau benar, Bangkong Bodas,” sahut Simeut Koneng, “aku yakin yang lain juga sudah menyadari hal ini. Para pendekar bodoh itu tidak akan bisa bertahan lagi.”Bangkong Bodas dan Simeut Koneng melompat ke belakang dalam waktu bersamaan, memutar tubuh di udara, menghimpun kekuatan di kedua tangan.Para siluman menyebar ke sekeliling gua, bersiap untuk melesatkan serangan.Wulung, Argaseni, Brajawesi dan Bangasera mengentak tubuh ke empat arah berbeda, melirik sekeliling dan bersiap dengan serangan. Tak ingin ketinggalan, Wintara dan Nilasari melesatkan serangan susuk dan tombak ke arah langit.“Gawat. Dengan serangan itu, kubah pelindung ini tidak mungkin bisa bertahan lagi. Aku harus melindungi para tabib,” ujar Wirayuda yang bersembunyi di balik pohon. Ia segera memberi tanda pada petinggi golongan putih yang lain untuk kembali.Wiray
Keempat anggota Cakar Setan melesatkan serangan dari empat arah berbeda menuju gua. Serangan itu langsung menghantam kuat hingga beberapa bagian gua roboh dan rata dengan tanah. Guncangan dahsyat langsung terjadi di tempat para tabib dan para pendekat berada. Untungnya, mereka masih bisa bertahan.“Kubah pelindung berhasil dihancurkan,” ujar Limbur Kancana, “keempat anggota Cakar Setan, Wintara dan Nilasari serta para siluman sudah bergerak ke arah gua.”Semua orang sontak terkejut ketika mendengarnya. Para tabib kembali bekerja dengan cepat untuk menyelesaikan tahap akhir.“Kami masih membutuhkan sedikit waktu,” ucap Ganawirya.Limbur Kancana segera menghimpun kekuatan, melesatkan empat pukulan ke arah gua. Dari empat pukulan itu muncul empat harimau putih yang tiba-tiba mengaum keras. “Ini bisa menahan mereka meski sebentar.”Limbur Kancana melirik Ganawirya dan Sekar Sari yang masih berkutat dengan ramuan. Ia bergumam dengan tatapan tertuju pada atap gua yang sudah berlubang besar,