“Kubah pelindung itu mulai melemah. Muncul retakan dan lubang di beberapa titik. Kita harus segera menyerang dengan kekuatan penuh,” ujar Bangkong Bodas.“Kau benar, Bangkong Bodas,” sahut Simeut Koneng, “aku yakin yang lain juga sudah menyadari hal ini. Para pendekar bodoh itu tidak akan bisa bertahan lagi.”Bangkong Bodas dan Simeut Koneng melompat ke belakang dalam waktu bersamaan, memutar tubuh di udara, menghimpun kekuatan di kedua tangan.Para siluman menyebar ke sekeliling gua, bersiap untuk melesatkan serangan.Wulung, Argaseni, Brajawesi dan Bangasera mengentak tubuh ke empat arah berbeda, melirik sekeliling dan bersiap dengan serangan. Tak ingin ketinggalan, Wintara dan Nilasari melesatkan serangan susuk dan tombak ke arah langit.“Gawat. Dengan serangan itu, kubah pelindung ini tidak mungkin bisa bertahan lagi. Aku harus melindungi para tabib,” ujar Wirayuda yang bersembunyi di balik pohon. Ia segera memberi tanda pada petinggi golongan putih yang lain untuk kembali.Wiray
Keempat anggota Cakar Setan melesatkan serangan dari empat arah berbeda menuju gua. Serangan itu langsung menghantam kuat hingga beberapa bagian gua roboh dan rata dengan tanah. Guncangan dahsyat langsung terjadi di tempat para tabib dan para pendekat berada. Untungnya, mereka masih bisa bertahan.“Kubah pelindung berhasil dihancurkan,” ujar Limbur Kancana, “keempat anggota Cakar Setan, Wintara dan Nilasari serta para siluman sudah bergerak ke arah gua.”Semua orang sontak terkejut ketika mendengarnya. Para tabib kembali bekerja dengan cepat untuk menyelesaikan tahap akhir.“Kami masih membutuhkan sedikit waktu,” ucap Ganawirya.Limbur Kancana segera menghimpun kekuatan, melesatkan empat pukulan ke arah gua. Dari empat pukulan itu muncul empat harimau putih yang tiba-tiba mengaum keras. “Ini bisa menahan mereka meski sebentar.”Limbur Kancana melirik Ganawirya dan Sekar Sari yang masih berkutat dengan ramuan. Ia bergumam dengan tatapan tertuju pada atap gua yang sudah berlubang besar,
“Wintara, Nilasari,” ujar Wirayuda yang dengan cepat bersiaga. Para petinggi golongan utih dan pendekat ikut melakukan hal serupa.Ganawirya terdiam sesaat ketika melihat dua sosok siluman berwujud manusia di depannya. Ia bisa merasakan hawa membunuh yang sangat kuat. “Sedikit lagi sampai cairan ini aku masukan ke dalam ramuan lain.”Sekar Sari mendekat, menatap para pendekar yang sudah sepenuhnya bersiaga. “Guru.”“Setelah aku memasukkan cairan ini, kita membutuhkan sedikit tambahan waktu agar penawar racun kalong setan ini sempurna. Sayangnya, kita tidak memiliki banyak waktu untuk mencoban ramuan penawar ini lebih dahulu.”Para siluman muncul dari sekeliling arah, mengelilingi para pendekar. Sebuah serangan yang datang dari berbagai arah membuat seluruh gua sudah sepenuhnya hancur. Para pendekar dan tabib bisa melihat keadaan sekitar yang sudah porak poranda.Wintara dan Nilasari menghimpun kekuatan. Dari kedua lengan mereka muncul sisik-sisik ular yang kemudian melesat ke arah dep
Lingga menggunakan jurus harimau putih untuk menghadapi sosok tiruan Wira. Pertarungan keduanya tampak imbang dengan serangan yang beberapa kali saling menumbuk. Di tengah keadaan yang masih dipenuhi oleh asap putih, Lingga berusaha mengalahkan sosok tiruan yang dahulu pernah menjadi rekannya dan sosok yang dikaguminya.Lingga terdorong mundur ketika serangannya lagi-lagi berbenturan dengan sosok tiruan Wira. Kedua tangannya yang diselimuti cahaya putih seperti cakar harimau mendadak menghilang. Lingga berusaha tenang di tengah bayangan menyakitkan saat tahu Wira adalah sosok pengkhianat yang menjadi dalang kematian Ki Petot.“Aku harus tenang. Aku pasti bisa mengalahkan sosok tiruan itu.” Lingga kembali bersiaga, mengamati setiap gerak-gerik sosok tiruan Wira. Saat akan melangkah, suara hinaan yang berasal dari sosok itu menghadangnya.“Dasar manusia bodoh. Karena kebodohan dan kelemahanmulah tua bangka itu mati. Kau adalah pembawa sial makhluk rendahan yang tidak pantas hidup.”Ling
Sebuah ledakan terjadi akibat serangan yang diluncurkan keempat anggota Cakar Setan, Wintara, Nilasari dan para siluman. Guncangan terasa kuat ke sekeliling, menimbulkan embusan angin kencang, asap tebal dan hitam yang mengudara ke langit. Pepohonan di sekitar kawasan roboh hingga rata dengan tanah.Wulung, Argaseni, Brajawesi dan Bangasera melancarkan serangan jarak jauh. Asap seketika menghilang hingga keadaan gua terlihat dengan jelas. Sayangnya, tidak ditemukan satu pun pendekar maupun para tabib, yang terlihat justru sisa-sisa runtuhan gua yang sudah rata dengan tanah.“Apa? Ke mana para pendekar bodoh itu pergi?” Wulung berdecak kesal, memelotot tajam. “Bagaimana mungkin mereka bisa melarikan diri secepat ini? Limbur Kancana. Ini semua pasti ulahnya. Dia benar-benar membuat darahku mendidih.”Argaseni menarik dirinya ke arah reruntuhan kabah, mengawasi keadaan sekeliling. Ia menemukan sisa dan kendi bekas ramuan yang tercecer di tanah. “Mereka berhasil melarikan diri di saat-s
Wulung melesatkan pecutnya ke arah utara, menarik dirinya, melakukan gerakan yang sama berkali-kali untuk mengejar kelima siluman. Argaseni dan Brajawesi segera menyusul dengan bantuan tongkat dan kapaknya.Sementara itu, Bangasera tertawa ketika melihat kekesalan di wajah Wintara dan Nilasari. “Akhirnya kalian merasakan bagaimana kejamnya penghinaan. Harga untuk membantu kalian tidaklah murah. Kalian harus membuktikan jika kalian pantas ditolong. Jika tidak, bisa saja kalian akan berakhir menjadi sampah tak berguna.”“Kau!” Nilasari bersiap menyerang, tetapi Wintara kembali menghadangnya.Bangasera mengubah wujudnya menjadi ular, lalu bergerak cepat menyusul yang lain.“Kakang, kenapa kau terus menghalangiku?” Nilasari berdecak kesal. “Pria hitam dan siluman ular jelek itu harus kita beri pelajaran.”“Tenanglah, Nilasari. Aku tahu kau sangat kesal. Perlu kau tahu jika aku juga merasakan hal yang sama. Tapi membalas perbuatan mereka saat ini tidak akan menguntungkan bagi kita. Kita ha
Indra, Meswara, Jaka dan Arya memberikan salam penghormatan khas pendekar pada Limbur Kancana dan Ganawirya.“Apa yang terjadi pada Sekar Sari, Kakang Guru, Guru?” tanya Indra dengan wajah penuh kekhawatiran, “dan siapa orang-orang ini?”“Tenanglah, Indra. Sekar Sari hanya tidak sadarkan diri. Setelah dia beristirahat, dia akan kembali seperti semula,” jawab Ganawirya, “lalu orang-orang ini adalah para tabib yang sudah berkerja sangat keras untuk membuat penawar racun kalong setan brsamaku. Mereka akan beristirahat di tempat ini untuk sementara waktu.”“Syukurlah.” Indra menoleh pada para murid yang mendekat ke arah tempat ini. “Lalu bagaimana dengan para murid yang lain, Guru? Mereka akan bertanya-tanya mengenai orang-orang ini, terutama Sekar Sari. Bisa saja ingatan mereka kembali ketika melihatnya.”“Biar aku yang mengatasi hal ini.” Limbur Kancana menciptakan dinding tak kasat mata. “Dalam pandangan orang biasa, ruangan ini akan terlihat seperti dinding tebal yang tidak mungkin bi
“Jadi kalian bertiga masih mengingat Lingga. Bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya Ganawirya dengan tatapan tajam.Geni, Jaya, dan Barma sontak terkejut dan ketakutan. Ketiganya dengan cepat berdiri, mundur hingga punggung mereka menempel di dinding gua.“Katakan sekarang juga. Kenapa kalian masih bisa mengingat Lingga?”Geni. Jaya dan Barma saling menyikut, menatap satu sama lain, memberi tanda siapa yang akan berbicara pada Ganawirya.“Kami mengingat Lingga saat kami tersadar. Kami menulis nama Lingga di senjata masing-masing sehingga kami bisa mengingat Lingga. Kami bertiga juga menayksikan kepergian Lingga, Kakang Guru dan Sekar Sari,” jawab Geni pada akhirnya.Ganawirya diam sesaat. Seperti yang dikatakan Limbur Kancana, jurus penghilang ingatan akan mudah dipatahkan oleh orang yang memiliki ingatan dan hubungan kuat dengan sosok yang ingin dilupakan. Hal ini juga terjadi pada Sekar Sari sebelumnya.“Aku tidak ingin jika kabar mengenai Lingga sampai bocor pada murid lain. Jika s