“Kau benar-benar menjijikkan, Wira,” ucap Lingga dengan mata berkaca-kaca, “kau sudah membunuh aki dan murid-murid padepokan yang sangat baik padamu. Mereka sangat mempercayaimu, tetapi kau justru mengkhianati mereka. Kau bahkan lebih buruk dari sampah sekalipun.”Wira berdecak, menggertakkan gigi, kemudian tertawa pelan. “Aku sama sekali tidak pernah meminta mereka untuk mempercayaiku. Sepertinya penyamaranku benar-benar sempurna sehingga tidak ada siapa pun yang menyadarinya, bahkan Ki Petot dan kau sekalipun. Harus kuakui jika Ki Petot adalah seorang pendekar hebat. Dia sangat pantas menjadi salah satu anggota Pendekar Sayap Putih, terlebih dia bisa bertahan dari racun kalong setan hingga dua tahun lamanya. Hanya saja dia terlalu bodoh sampai tidak menyadari rencanaku selama ini.”“Jangan pernah berani menghina aki di depanku, pengkhianat!” Lingga menyimpan kembali kujangnya ke pinggang, lalu bersiaga dengan kedua tangan yang sudah diselimuti cahaya putih. Saat ini, ia seperti men
Indra dan Meswara masih bertarung dengan Danuseka. Dentingan antara pedang dan kapak, pedang dan pedang, saling bersahutan dengan napas yang terputus-putus dan lenguhan kesakitan. Pemenang dari pertarungan dua lawan satu itu akan sangat ditentukan oleh siapa yang paling bisa bertahan hingga akhir.Indra, Meswara dan Danuseka kembali saling menjauh setelah jual beli serangan cukup lama. Ketiganya sama-sama memaksakan diri untuk bertarung di tengah keadaan yang semakin melemah. Napas mereka saling memburu di mana tangan mereka sama-sama bergetar ketika memegang senjata masing-masing.Indra dan Meswara saling melirik sesaat, mengangguk kecil. Kedua pemuda itu melompat cukup tinggi, memutar tubuh di udara, kemudian menerjang maju ke arah Danuseka seraya melayangkan serangan beruntun.Danuseka berusaha menahan gempuran serangan dengan pedang. Akan tetapi, ia terus terdesak mundur hingga tubuhnya tersudut ke salah satu pohon. Ketika melihat celah, Danuseka berhasil mendaratkan tendangan ke
Limbur Kancana semakin cepat memainkan seruling. Alunan musiknya membuat awan hitam di langit kain membesar dan di saat yang sama mencipta angin yang berembus kencang. Angggota Cakar Setan berhasil dibuat mundur. Di saat angin menerbangkan debu tanah, dedaunan dan ranting, Wulung kembali membuka mata, lalu dengan cepat memasukkan kelima jarinya ke dalam tanah. Pendekar itu mengirimkan tali pecutnya ke arah Limbur Kancana.Limbur Kancana tercekat ketika tiba-tiba melihat tali pecut menerobos dari dalam tanah, lalu dengan cepat melilit tubuhnya. Alunan musik dari serulingnya seketika berhenti, lalu disusul dengan awan hitam yang kembali menipis dan angin yang menghilang. “Gawat.”Keempat anggota Cakar Setan terkejut ketika melihatnya, lalu menoleh pada Wulung yang mulai berdiri dengan senyuman bengis. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, mereka seketika melayangkan serangan pada Limbur Kancana.Brajawesi melompat tinggi ke udara, lalu menghantam kapak ke tanah dengan kuat. Retakan ke
“Indra, apa yang akan kita lakukan?” tanya Meswara dengan tatapan tak beralih dari pertarungan di depan. Ketika menoleh pada Indra, ia bisa melihat raut ketakutan dari pemuda itu.“A-apa kita ... harus menggunakan jurus pengunci raga saat ini juga?” Arya ikut bertanya dengan keringat yang bercucuran dari wajah.“Harus ada sesuatu yang kita lakukan untuk menolong Kakang Guru dan guru Ganawirya. Kita tidak mungkin terus berdiri di tempat ini tanpa melakukan apa pun,” timpal Jaka.Indra menunduk dengan tubuh yang berguncang hebat. Peristiwa tragis saat menemukan teman-temannya tewas lima tahun silam memenuhi isi kepalanya. Ia menoleh pada Meswara, Jaka dan Arya yang juga ketakutan sepertinya. “Kalian bertiga pergilah dari hutan ini dan bawalah para murid ke tempat yang aman dengan segera. A-aku akan mencari keberadaan Lingga. Setelah itu, aku akan bergegas menyusul kalian dengan membawa Lingga.”“Tidak.&r
Lingga segera memasang kuda-kuda. Pemuda itu sempat oleng meski dengan cepat mengentak kaki kuat-kuat ke tanah. Ia melirik Limbur Kancana yang terluka parah. Saat menoleh ke sekeliling, ia bisa melihat keadaan padepokan yang porak poranda. Secara tiba-tiba, ingatannya melayang pada peristiwa lima tahun silam saat penyerangan Kartasura ke padepokan.Lingga tercekat ketika bayang-bayangan mengerikan itu memenuhi isi kepala. Tubuhnya berguncang hingga kakinya mundur beberapa langkah dan nyaris terjatuh.Seperti pepatah, sejarah memiliki jalan sendiri untuk terulang.“Li-lingga,” lirih Limbur Kancana di tengah ketidakberdayaannya. Racun kalong setan itu sudah membuatnya berada dalam titik terlemahnya. Di saat yang sama, rambutnya terus memutih dan kulitnya mulai mengendur. “Aku akan kembali ke wujud asliku.” Lingga mengepalkan tangan erat-erat untuk menghentikan getaran kuat di tubuhnya. Di waktu yang sama, ia mengusir semua bayangan buruk peristiwa lima tahun silam itu dengan kebahagia
“Baiklah, saatnya kita pergi menuju istana Gusti Totok Surya, Lingga,” ujar Wulung dengan senyum penghinaan pada anggota Cakar Setan yang masih terjebak oleh pecutnya. Ia kemudian mencengkeram wajah Lingga, meremasnya dengan kuat hingga terdengar suara rintihan memilukan dari pemuda itu.Kartasura berhasil lepas dari pecut Wulung setelah memotongnya dengan kuku beracun. Ia dengan cepat menghantam Wulung sekuat tenaga dengan tendangan beruntun.Wulung terdorong ke samping hingga jatuh berlutut. Giginya bergemelatuk ketika melihat Kartasura berusaha memutuskan tali pecut yang mengarah pada Lingga“Akulah yang akan membawanya pada Gusti Totok Surya, Wulung!” Kartasura tersenyum ketika berhasil mendapatkan Lingga. Pendekar berikat kepala hitam itu mencengkeram Lingga dengan kuat, kemudian mengentak tanah untuk melarikan diri. Akan tetapi, ia tiba-tiba saja terlempar ke belakang ketika mendapat sabitan ekor ular.Di saat yang sama, Bang
Di sebuah ruangan, Ganawirya kembali tersadar. Pria itu memaksakan bangkit meski sekujur tubuh serasa menjerit. Tatapannya membulat ketika menyadari dirinya dan Limbur Kancana berada di ruangan yang sama. “Siapa yang membawa kami berdua ke ruangan ini? Apa mungkin ... Lingga? Lalu bagaimana dengan Cakar Setan?”Ganawirya terbatuk beberapa kali bersamaan dengan tubuhnya yang oleng ke samping. Ia berpegangan pada meja kecil, memindai keadaan ruangan yang tampak seperti diterjang badai. Tatapannya kembali tertuju pada arah pekarangan padepokan saat mendengar teriakan yang bersahutan. “Apa yang sedang terjadi di medan pertempuran? Apa mungkin Lingga ....”Ganawirya terhenyak ketika melihat keadaan Limbur Kancana yang tampak berbeda dengan penampilannya yang biasa. Rambutnya sudah sepenuhnya memutih dengan kulit yang hampir seutuhnya mengerut. “Keadaan raka benar-benar memprihatinkan. Aku akan membiarkan raka beristirahat sampai kekutannya kembali pulih.”Ganawirya menotok tiga titik di da
Kartasura segera mengawasi sekeliling, berusaha merasakan hawa kehadiran Wira dan Danuseka, berharap keduanya datang dan membunuh salah satu dari para murid untuk menggagalkan rencana mereka. “Ke mana perginya dua orang bodoh itu saat aku perlukan?”“Jurus pengunci raga,” gumam Bangasera dengan mata memelotot tajam, “ya, mereka sedang melakukan gerakan dari jurus itu. Tujuan mereka tidak lain untuk mengunci ragaku. Aku benar-benar terkejut karena mereka bisa melakukan jurus tingkat tinggi.”Bangasera kembali melayangkan puluhan ular beracunnya pada murid-murid di depannya. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang berhenti bergerak meski ular-ular itu berhasil menyerang. “Jika terus seperti ini, aku akan menjadi patung batu. Aku tidak sudi jika sampai kalah dari para murid bodoh ini.”Bangasera kembali berusaha mengubah wujud menjadi ratusan ular kecil. Akan tetapi, ia masih belum bisa keluar dari jerat sinar tersebut, yang terjadi justru hampir setengah tubuh bagian bawahnya s