"Tahan dan biarkan menguasai setiap urat nadi telapak tangan!" ujar Ki Candak Sedo.
Setelah melalui upaya yang susah payah, yang membuat telapak tangan bagaikan ingin terbakar pecah, Ki Candak Sedo perintahkan Karang Wesi untuk meraba sebatang pohon beringin.
"Usaplah pohon itu dengan lembut!" kata Ki Candak Sedo.
Karang Wesi melakukan apa yang diperintahkan gurunya. Tangannya mengusap pelan batang pohon beringin itu. Pertama-tama ditempelkan dengan pelan, lalu mengusapnya ke bawah dengan lembut. Setelah itu terjadi suatu keajaiban yang sungguh menakjubkan. Terdengar suara aneh seperti bara api masuk ke dalam air kolam secara pelan-pelan.
Zzzrreessss...!
Kejap berikut mata Karang Wesi terkesiap, karena ia melihat pohon beringin yang begitu besar dengan akarnya bergelantungan bagai rambut-rambut raksasa itu, kini menjadi hangus seketika dari akar sampai daunnya. Karang Wesi cepat mundurkan langkah tiga tindak. Ia pandangi pohon yang menghitam hangus
Ki Candak Sedo melangkahkan kaki sampai di depan gubuk persinggahannya, kemudian dari sana dia berkata sambil palingkan wajah kepada Karang Wesi, "Hanya akulah yang tahu letak gua itu! Sebab dulu guruku pernah bertapa di depan pintu gua itu, dan aku pernah diajaknya ke sana! Karena itu aku memilih tempat persinggahan di hutan ini, supaya jika saatnya tiba, pintu gua terbuka, jarakku dengan gua itu tidaklah jauh!"Karang Wesi bangkit dengan wajah ceria, lalu ucapkan kata, "Kalau begitu kita berangkat sekarang ke sana, Guru! Saya akan dampingi Guru, sampai mendapatkan Darah Sabda Dewa itu, Guru!"Ki Candak Sedo kembali sunggingkan senyum bangga terhadap kesetiaan muridnya, kemudian ia ucapkan kata sambil mendekati Karang Wesi, "Kesetiaan dan kepatuhanmu selama ini adalah sesuatu yang menghibur hati tuaku, Karang Wesi! Ternyata aku tak salah pilih murid!" sambil pundak Karang Wesi ditepuk-tepuknya."Guru, jangan sanjung saya nanti bisa lupa diri!"Tawa tua d
Nenek bungkuk berbadan kurus itu terpental saat ia melepaskan pukulan tenaga dalamnya bersinar kuning, karena oleh manusia berkerudung hitam itu pukulan kuningnya dihantam dengan sinar putih yang keluar dari ujung sabit panjangnya itu. Tapi agaknya si nenek masih bersemangat dan segera bangkit tanpa cedera apa pun.Kejap berikutnya terdengar suara Rawana Baka berkata kepada nenek itu, "Jangan harap kau bisa menang melawanku, Nyai Pungkur Maut! Sebaiknya urungkan saja niatmu membalas dendam atas kematian suamimu beberapa puluh tahun yang lalu!""Aku tidak akan biarkan kau lolos lagi, Manusia iblis! Apa pun yang terjadi, aku harus bisa membunuhmu sekarang juga. Karena baru sekarang kita bertemu lagi setelah sekian puluh tahun yang lalu kau membunuh suami dan anakku di depan mataku sendiri!" kata nenek yang ternyata bernama Nyai Pungkur Maut itu."Tidakkah kau sayang dengan sisa hidupmu yang tinggal beberapa hari ini? Sebaiknya jangan kau sia-siakan sisa hidupmu un
Melihat keadaan Siluman Selaksa Nyawa terdesak dan sedikit kewalahan menahan serangan tenaga dalam Pendekar Kera Sakti, Nyai Pungkur Maut menggunakan kesempatan untuk menyerang Siluman Selaksa Nyawa, ia segera melompat dengan tongkatnya ditebaskan ke leher Siluman Selaksa Nyawa dalam gerakan cepat."Heeeaaah...!"Wuttt...! Trakk! Duarrr...!Tongkat itu ditangkis dengan ujung tongkatnya Siluman Selaksa Nyawa, sementara tangannya masih menahan pukulan tenaga dalam Baraka. Tongkat Nyai Pungkur Maut terpental lepas dari tangannya, dan tiba-tiba tubuhnya tersodok bagian bawah dari tongkat El Maut itu.Duhggg...!"Uuhg....!" Nyai Nyai Pungkur Maut tersentak dan terpekik, tubuhnya kembali terlempar dalam jarak antara tiga tombak.Pendekar Kera Sakti segera kibaskan pergelangan tangannya.Wings... Wings... Wings... Wings... Wings...!Gelang Brahmananda berkiblat ke arah Siluman Selaksa Nyawa. Gelang Brahmananda yang berkelebat itu dita
"Sudah tua kok mau cari kekasih, Kek?""Habis semasa mudanya aku sibuk tarung ke sana sini!""O, kakek bekas pendekar?""Ya. Dulu, sebelum usiaku dua ratus tahun lebih seperti sekarang ini!""Hah...! Jadi usia kakek sudah dua ratus tahun lebih?'"Ya. Tapi semasa mudaku, aku menjadi pendekar yang gagah seperti kamu, tapi lebih sakti dari kamu!""Sekarang apa masih sakti, Kek?" pancing Baraka yang tertarik dengan percakapan itu."O, masih! Masih sakti! Benda apapun yang kupegang bisa dipakai untuk membunuh lawan! Seperti serulingmu itu, kalau aku yang memegangnya bisa menjadi sebuah pedang pusaka yang amat hebat!""Begitukah?""Ya! Kalau tidak percaya, coba kupinjam sebentar sulingmu itu! Kau akan melihat sendiri hasilnya!"Lalu, Pendekar Kera Sakti menyerahkan suling mustikanya kepada sang kakek. Setelah suling mustika diterima oleh sang kakek, tiba-tiba kakek itu bergerak cepat. Berlari meninggalkan Pendekar Kera
"Lalu di ruangan yang bercahaya warna apa yang menyimpan Darah Sabda Dewa, Guru?"Ki Candak Sedo cepat memandang ke belakang, seperti merasa curiga terhadap hembusan angin yang baru saja dirasakan aneh itu. Maka ia pun segera berkata kepada muridnya."Karang Wesi, aku akan segera masuk untuk mengambil Darah Sabda Dewa itu sebelum orang lain mendahului kita!""Baik. Silakan, Guru! Saya akan menjaga di luar gua!" jawab Karang Wesi, walau hatinya sedikit kecewa karena tidak mendapat jawaban dari gurunya atas pertanyaan yang diajukan tadi.Angin memang berhembus agak kencang. Dedaunan kering berjatuhan bagai menjauh dari depan gua tersebut. Karang Wesi memandang sekelilingnya dengan mata sedikit menyipit menahan hembusan angin.Hanya deru angin itu yang ada di sekeliling gua. Hanya deru angin itu yang meresap masuk di telinga Karang Wesi. Pemuda bersenjata kapak tiga mata itu kini duduk di atas sebuah batu yang melekat di bawah pohon samping gua. Panda
Wuttt...! Crakkk...!Sebuah senjata kecil berbentuk tusuk konde menancap di batu tempat Karang Wesi duduk. Batu itu kepulkan asap putih kebiruan dan menjadi serbuk sedikit demi sedikit. Serbuk itu dihembus angin sehingga makin lama batu itu menjadi habis bagai terkikis waktu. Kilatan tusuk konde putih mengkilap dari bahan baja itu datang dari arah kanan Karang Wesi. Maka secepatnya Karang Wesi pandangi keadaan sekeliling hutan di sebelah kanannya.Ternyata tak jauh dari pohon beringin biru itu telah berdiri seorang nenek bongkok berjubah biru. Rambutnya abu-abu, usianya sepertinya lebih tua dari Ki Candak Sedo. Selain bongkok juga berbadan kurus, mata cekung dan giginya tinggal tiga. Ia bersenjata tongkat pendek lengkung dari rotan kuning.Karang Wesi segera dapat mengenali perempuan kempot itu, yang dulu pernah tiga kali bertandang ke persinggahan Ki Candak Sedo, untuk membicarakan satu masalah yang tak diketahui Karang Wesi. Nenek itulah yang bernama Nyai Pung
Sinar biru sebesar genggaman tangan itu menerjang lebih dari sepuluh pohon di belakang Karang Wesi. Pohon itu lenyap tak berbekas sedikit pun bagai ditelan bumi. Kurang dari dua kejap lebih dari sepuluh pohon yang lenyap dihantam sinar biru besar dari punggung Nyai Pungkur Maut. Barangkali karena jurus dahsyat yang keluar dari punggungnya itulah maka nenek kempot itu bergelar Nyai Pungkur Maut. Memang maut yang terjadi jika ia telah memunggungi lawan dan melepaskan sinar birunya itu. Kepala Nyai Pungkur Maut berpaling sebentar ke belakang. Agaknya ia ingin melepaskan kembali sinar birunya. Karang Wesi segera berguling ke tanah menuju ke arahnya. Lalu, dengan cepat kapaknya dikibaskan ke betis Nyai Pungkur Maut.Wutt...! Sattt...!Dengan lincah Nyai Pungkur Maut mengangkat kakinya itu dan menendang wajah Karang Wesi dengan cepat.Wusss...! Tabb...!Karang Wesi berhasil menepak telapak kaki lawannya yang hampir mengenai wajah."Uhg...!" Nyai Pungkur
"O, ya! Kau penjaga gua yang sakti tentunya! Tapi belum tentu kau bisa menahan pukulan tongkatku yang bernama 'Belut Penyebar Maut'! Hiaaah...!"Wuttt...!Sinar merah melesat dari tongkat lengkung itu. Sinar merah ini yang dilepaskan untuk menyerang si Alu Amah kemarin malam, tapi akhirnya menghantam pohon, dan pohon itu menjadi terpotong-potong menjadi tiga puluh bagian lebih.Kali ini sinar merah dari jurus 'Belut Penyebar Maut' itu dilepaskan untuk menghantam tubuh Karang Wesi. Tetapi dengan cepat Karang Wesi menghadangkah kapak tiga mata itu ke depan, dan sinar merah tersebut menghantam kapak tiga mata.Trangngng...! Zrrrubb...!Sinar merah padam seketika. Hilang entah ke mana. Sedangkan kapak tiga mata masih utuh dengan kilauan cahaya logamnya yang terkena pantulan sinar matahari."Edan bocah ini!" Ki Cagar Nyawa terbelalak matanya. "Kapaknya bisa menahan jurus 'Belut Penyebar Maut'-ku! Ini sungguh-sungguh mengagumkan bagiku! Tak pernah
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak