"Kalau begitu, seseorang telah mengguncangkan pohon itu dengan kekuatan jarak jauhnya!"
Setan Culik diam, Tikus Ningrat pun diam. Karena tiba-tiba dari arah belakang mereka terdengar suara menyahut,
"Aku yang mengguncangkan pohon!"
Garong Codet juga terkesiap melihat kemunculan tokoh tua yang tampil sambil mengunyah makanan. Tokoh tua itu jadi lebih terkejut dan berhenti mengunyah setelah ia perhatikan ke arah mayat Satria Tangkas yang kepalanya berjarak tiga langkah dari raganya.
"Satria...!" Tokoh tua itu cepat mendekati kepala Satria Tangkas. Serta-merta makanan yang dikunyahnya disemburkan keluar.
Bruss...!
Kemudian ia palingkan pandangan ke arah Garong Codet. Matanya mulai pancarkan api dendam kemarahan.
"Kau telah membunuh muridku, Garong Codet!" geram orang itu yang tak lain adalah Ki Madang Wengi.
Napasnya terengah-engah tangannya mulai gemetar. Gigi pun menggeletuk tanda menahan kemarahan besar.
"Apakah anak mud
Kali ini kedatangan Pendekar Kera Sakti ke Tanjung Keramat untuk membicarakan masalah Bunga Bernyawa. Perempuan cantik yang pernah menjadi sandera dan sekaligus gundik Laksamana Cho itu adalah putri seorang kaisar di negeri Cina. Sudah cukup lama Pendekar Kera Sakti meninggalkan Bunga Bernyawa di Pegunungan Mahagiri bersama Mayang Suri, bayinya, dan Eyang Juru Taman. Tentunya perempuan putri kaisar itu sudah ingin pulang ke tanah kelahirannya. Pendekar Kera Sakti pernah berjanji akan mengatur perjalanan pulangnya Bunga Bernyawa. Tapi sampai sekarang ia belum punya waktu dan belum punya kapal yang bisa membawa pulang Bunga Bernyawa."Aku kenal ayah Bunga, yaitu Kaisar Shiauw-ong alias si Raja Kecil itu," kata Tabib Awan Putih sambil menghisap-hisap sebatang huncwe (pipa tembakau panjang), ia berjalan mondar-mandir di depan Pendekar Kera Sakti. Kemudian lanjutnya, "Tapi kalau aku mengantarkan Bunga pulang ke sana, maka aku akan berhadapan dengan musuh lamaku, Lim-ong, alias si
"Di alam gaib? Mengapa kau bicara soal alam gaib?"Pendekar Kera Sakti kerutkan dahi dalam lagak bingungnya. Tabib Awan Putih tersenyum. "Aku melihat noda merah kecil di keningmu, Baraka. Aku tahu, noda itu sebagai tanda bahwa kau bisa masuk ke alam gaib. Dan satu-satunya negeri alam gaib yang pernah kudatangi sebagai kunjungan persahabatanku ialah negeri Puri Gerbang Kayangan, yang dipimpin oleh seorang ratu cantik bernama Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi!"Pendekar Kera Sakti sedikit terkesiap dan menjadi tersipu. Ternyata Tabib Awan Putih itu memang tinggi ilmunya. Dia bisa mengenal Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi yang ada di alam gaib, yang mempunyai negeri Puri Gerbang Kayangan. Sedangkan negeri Puri Gerbang Kayangan di alam nyata ini dipegang oleh Hyun Jelita, calon istri Baraka. Karena itu, Baraka hanya tersenyum-senyum saja saat Tabib Awan Putih membeberkan tentang negerinya Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Hanya orang terhormat dan punya penghargaan tin
"Garong Codet...! Maksudmu, si perampok dari tanah seberang itu, Roro Manis?""Betul, Tabib!" jawab Roro Manis dengan tegas tapi sopan."Ada persoalan apa Nyai Komprang sampai berurusan dengan Garong Codet itu? Ilmu Nyai Komprang jauh lebih tinggi, mau-maunya dia berurusan dengan anak kemarin sore!""Nyai Komprang yakin kedua muridnya dipenggal oleh Garong Codet! Dan saya pun berpendapat begitu, karena penggalan kepala di kedua murid Nyai Komprang tidak semburkan darah sedikit pun. Penggalan itu sama persis dengan penggalan kepala tiga saudara seperguruanku dan bahkan Eyang Guru sendiri juga dipenggal oleh Garong Codet! Itulah sebabnya Nyai Komprang mau menuntut balas kepada Garong Codet. Tapi Ki Madang Wengi cemaskan jiwa Nyai Komprang!""Mengapa Madang Wengi cemaskan jiwa Nyai Komprang? Bukankah dia tahu Nyai Komprang berilmu tinggi!""Karena Garong Codet bersenjatakan Cincin Mustika Iblis!""Hah...!" Tabib Awan Putih tersentak kaget hingg
SALAH satu sebab mengapa Pendekar Kera Sakti memikirkan Cincin Mustika Iblis karena timbulnya perasaan cemas di dalam hatinya. Mustika itu adalah senjata berbahaya yang sukar dicari tandingnya. Satu-satunya tandingan Cincin Mustika Iblis adalah Perisai Naga Bening. Tapi perisai itu sudah hilang dan terkubur di dasar lautan. Hal itu secara tak langsung telah membuat Cincin Mustika Iblis merupakan senjata terampuh dan tak bisa dikalahkan.Senjata seperti itu jelas tak akan luput dari incaran Siluman Selaksa Nyawa. Tokoh tua yang sesat dan masih berwajah muda itu jelas akan berusaha mendapatkan Cincin Mustika Iblis untuk melawan Pendekar Kera Sakti, yang dianggap sebagai musuh terberatnya. Karenanya, di dalam otak Baraka terjadi suatu pergolakan tentang mencari cara untuk meleburkan Cincin Mustika Iblis agar tidak jatuh ke tangan Siluman Selaksa Nyawa. Setidaknya Baraka harus bisa merebut mustika itu sebelum orang lain mendahuluinya. Tetapi, mengingat nasihat Tabib Awan Putih, B
Ki Madang Wengi diam terpekur di atas sebuah batu. Mulutnya masih mengunyah makanan, matanya memandang lurus ke arah lautan. Lalu, Tabib Awan Putih yang berjarak enam langkah darinya itu segera mendekati dan berkata pelan, "Cepatlah pergi dan bersembunyi! Kurasa orang yang mengejarmu sebentar lagi datang!"Ki Madang Wengi dongakkan kepala memandang wajah Tabib Awan Putih. Sebelum Madang Wengi ucapkan kata, Tabib Awan Putih sudah bicara, "Kurasakan getaran nadinya semakin mendekat. Lekaslah bersembunyi supaya kau selamat!""Aku masih ragu untuk bersembunyi atau membela kematian muridku!""Jangan menjadi bodoh karena otak ceroboh! Jangan menjadi dungu karena dendam yang membelenggu! Pembalasan akan tiba saatnya sendiri, tidak harus kapan hati berkehendak untuk membalas diri."Kembali merenung Madang Wengi, tapi Tabib Awan Putih semakin cemas, ia merasakan getar nadi seseorang semakin mendekat. Karena dilihatnya Madang Wengi masih saja diam tak bergerak, mak
"Lama," jawab Tabib Awan Putih."Lama sekali itu! Dan kau tetap tunggu kekasihmu di sini?""Janji," jawab Tabib Awan Putih lagi."Oo..., maksudnya kekasihmu sudah berjanji mau kembali, tapi sampai dua puluh tahun kau menunggu di sini dia belum kembali?""Kasihan.""Siapa yang kasihan?""Aku," jawab Tabib Awan Putih.Kemudian setelah bicara begitu, ia kembali bertopang dagu seperti sikap semula, seakan menunggu kedatangan kapal yang membawa kekasihnya pulang padanya.Setan Culik miringkan jari tangan di kening sambil pandangi Garong Codet. "Gila...!" ucapnya pelan.Garong Codet mengangguk. Tapi segera ajukan tanya kepada Tabib Awan Putih, "Kau lihat orang berjubah abu-abu lewat ke sini!"Tabib Awan Puti berkerut dahi. Garong Codet menjelaskan ciri-ciri Madang Wengi, "Badannya agak gemuk, rambutnya putih, botak tengahnya, agak pendek, membawa senjata bambu kuning yang runcing!""Bukan," jawab Tabib Awan Putih
"Lawan perasaan bencimu itu, Garong! Lawan terus! Sadarlah bahwa perasaan benci itu datang karena hatimu dipengaruhi oleh kekuatan gaib yang tidak kau sadari! Sekarang sadarilah bahwa kekuatan gaib itu menghendaki kau benci kepada warna merah di batu itu! Padahal warna merah itu sangat bagus dan menjadi kebanggaanmu! Kau harus pakai terus mustika itu supaya kau merajai seluruh rimba persilatan!"Dengan suara pelan lagi Garong Codet berucap kata, "Rasa-rasanya aku tak mau penggal orang lagi! Tanganku sudah berlumur darah dan harus segera berhenti dari tindakan seperti itu, dan...."Buhkkk...! Setan Culik memukulkan telapak tangannya ke dada Garong Codet. Pukulan itu cukup keras dan cepat, sehingga Garong Codet terjengkang ke belakang dan berguling satu kali. Baru saja Garong Codet mengangkat kepalanya, tiba-tiba tendangan kaki Setan Culik melesat cepat.Plakk...!Wajah Garong Codet terlempar ke samping dan tubuhnya pun terpelanting. Setelah itu Setan Culik
"Apa maumu memancing perkara denganku, hah! Kalau kau ingin serahkan nyawamu sebagai tumbal Cincin Mustika Iblis, tak perlu kau bunuh sahabat setiaku ini!""Membunuh itu kegemaranku! Jadi jangan salah sangka bahwa aku hanya membunuh temanmu yang telah membuyarkan pengaruh batinku terhadapmu tadi! Aku pun akan membunuhmu, Garong Codet!""Apakah kau mampu! Kau yang kurus kerempeng tertutup kain hitam begitu, mau membunuh orang sesakti aku! Apa itu bukan mimpi belaka!"Tak pernah Siluman Selaksa Nyawa menerima hinaan seperti itu dari orang serendah Garong Codet. Tentu saja hatinya mulai bergolak dan darah membunuhnya mulai mendidih. Maka dengan gerakan yang amat cepat, Siluman Selaksa Nyawa berkelebat cepat menyerang Garong Codet.Wut wut wuttt...!Zregg...! Siluman Selaksa Nyawa berhenti bergerak dan sudah berada di depan Garong Codet. Mata orang yang diserangnya itu tak sempat berkedip. Tapi menjadi sangat terkejut setelah melihat ikat pinggangnya t
Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd
Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m
"Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap
"Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern
Reruntuhan cadas bercampur karang itu menimbun celah sempit tersebut dan menutup rapat. Bahkan sebongkah batu jatuh di depan mulut gua dan membuat mulut gua semakin kuat tertutup batu besar. Tak sembarang orang bisa mendorong batu tersebut, sebab bagian yang runcing menancap masuk ke dalam celah, menutup dan mengunci.Marta Kumba berkata, "Kalau begitu caranya, dia tidak akan bisa keluar dari gua itu, Ratna!""Biar! Biar dia mati di sana. Kurasa gua itu adalah sarang ular berbisa! Orang ganas macam dia memang layak mati dimakan ular, daripada kerjanya mengganggu perempuan-perempuan lemah!""Rupanya kau kenal dia, Ratna!""Ya. Dia yang bernama Gandarwo! Setiap dia masuk kampung, penduduk menjadi ketakutan, masuk pasar, pasar jadi bubar! Dialah biang keributan dan momok bagi masyarakat di mana ia berada!"Ratna Prawitasari menghembuskan napas kecapekan, ia duduk di atas batang pohon yang telah tumbang beberapa waktu lamanya. Marta Kumba pun duduk di
"Lakukanlah kalau kau berani! Lakukanlah!" Ratna Prawitasari maju setindak seakan menyodorkan tubuhnya agar dimakan."Grrr...!" Gandarwo mundur satu tindak dengan erangan gemas mau menerkam namun tak berani."Ayo, lakukanlah...!" Ratna Prawitasari maju lagi."Ggrr...! Nekat kau...!" Gandarwo mundur dengan makin gemas."Lakukanlah,..!Bedd...!"Uuhg....!" Gandarwo menyeringai dengan membungkuk dan memegangi 'jimat antik'-nya yang tahu-tahu ditendang kuat oleh Ratna Prawitasari.Tubuhnya merapat, meliuk ke kanan-kiri dengan mata terpejam, mulutnya mengeluarkan erang kesakitan. Sementara itu, Marta Kumba tersenyum-senyum menahan tawa. Marta Kumba pun segera berkata, "Baru sama perempuan saja sudah nyengir-nyengir begitu, apalagi mau melawan aku!"Begitu mendengar suara Marta Kumba berkata demikian, Gandarwo segera tegak dan menggeram, lalu dengan cepat ia lepaskan pukulan jarak jauhnya ke arah Marta Kumba. Sinar hijau tadi melesat
PANTAI berpasir putih mempunyai riak ombak yang tenang. Deburannya di pagi itu terasa lebih pelan dan damai ketimbang semalam. Tetapi pantai itu sekarang sedang dijadikan ajang pertarungan konyol, yaitu pertarungan yang bersambung dari semalam, berhenti untuk istirahat sebentar, kemudian paginya dilanjutkan lagi. Rupanya dua remaja yang dicari Nyai Cungkil Nyawa itu sudah berada di pantai tersebut. Mereka saling kejar dari Petilasan Teratai Dewa sampai ke pantai itu. Mereka adalah Marta Kumba dan gadis yang menyelamatkannya dari gigitan ular berbahaya itu.Gadis tersebut menyerang dengan pedangnya, tapi setiap kali serangan itu tak pernah dibalas oleh Marta Kumba. Hanya dihindari dan kadang ditangkis jika sempat. Sikap Marta Kumba yang tidak mau menyerang membuat gadis itu penasaran, sehingga selalu melancarkan pukulan dan serangan ke arah Marta Kumba, ia ingin mengenai pemuda itu walau satu kali saja, tapi tidak pernah berhasil."Sudah kukatakann kau tak akan berhasil
Orang itu mempunyai rambut hitam, panjangnya sepunggung tapi acak-acakan tak pernah diatur, sehingga penampilannya semakin kelihatan angker, menyeramkan. Di pinggangnya terselip kapak bermata dua yang masing-masing mata kapak berukuran lebar melengkung, ujungnya mempunyai mata tombak yang berwarna merah membara, kalau kena kegelapan malam mata tombak itu menjadi sangat terang bagai cahaya lampu. Gagang kapaknya agak panjang. Kapak itu kadang ditentengnya, jika capek diselipkan di sabuk hitamnya itu. Melihat wajahnya yang angker dan berbibir tebal karena memang mulutnya lebar, jelas kedatangannya ke petilasan itu bukan untuk maksud yang baik.Terbukti ketika ia melihat Nyai Cungkil Nyawa sedang tertidur di salah satu sudut dinding reruntuhan, orang itu segera mengangkat batu sebesar perutnya dan dilemparkan ke arah Nyai Cungkil Nyawa dengan mata mendelik memancarkan nafsu membunuh.Wusss...!Batu itu melayang di udara, menuju ke tubuh nenek kurus itu. Tapi tiba-t
Dalam perjalanan menuju rumah kediaman Ki Sonokeling, yang tinggal bersama cucu dan keponakannya itu, Baraka sempat menanyakan tentang diri Nyai Cungkil Nyawa."Ki Sonokeling sudah lama mengenal Nyi Cungkil Nyawa?""Cukup lama. Sejak aku berusia sekitar tiga puluh tahun, aku jumpa dia dan naksir dia. Tapi dia tidak pernah mau membalas taksiranku, hanya sikapnya kepadaku sangat bersahabat.""Saya kaget tadi waktu dia tiba-tiba menghilang dari pandangan. Tak sangka dia punya ilmu bisa menghilang begitu.""Dia memang perempuan misterius. Kadang kelihatan cantik dan muda, kadang kelihatan tua seperti itu. Kadang mudah dicari dan ditemukan, kadang dia menghilang entah pergi ke mana dan sukar ditemukan. Tapi karena aku suka sama dia, aku bersedia dijadikan pengurus taman di petilasan itu. Maka jadilah aku juru tamannya sejak berusia tiga puluh tahun, sedangkan dia adalah juru kunci penjaga makam Prabu Indrabayu itu. Kami saling kerja sama jika ada orang berilmu