"Apa maumu memancing perkara denganku, hah! Kalau kau ingin serahkan nyawamu sebagai tumbal Cincin Mustika Iblis, tak perlu kau bunuh sahabat setiaku ini!"
"Membunuh itu kegemaranku! Jadi jangan salah sangka bahwa aku hanya membunuh temanmu yang telah membuyarkan pengaruh batinku terhadapmu tadi! Aku pun akan membunuhmu, Garong Codet!"
"Apakah kau mampu! Kau yang kurus kerempeng tertutup kain hitam begitu, mau membunuh orang sesakti aku! Apa itu bukan mimpi belaka!"
Tak pernah Siluman Selaksa Nyawa menerima hinaan seperti itu dari orang serendah Garong Codet. Tentu saja hatinya mulai bergolak dan darah membunuhnya mulai mendidih. Maka dengan gerakan yang amat cepat, Siluman Selaksa Nyawa berkelebat cepat menyerang Garong Codet.
Wut wut wuttt...!
Zregg...! Siluman Selaksa Nyawa berhenti bergerak dan sudah berada di depan Garong Codet. Mata orang yang diserangnya itu tak sempat berkedip. Tapi menjadi sangat terkejut setelah melihat ikat pinggangnya t
RORO Manis berjalan lebih dulu. Gua Mulut Dewa telah kelihatan. Tinggal beberapa saat lagi mereka akan sampai di sana dan beristirahat. Tetapi suasana bungkam masih menyelimuti antara mereka berdua sejak dalam perjalanan. Pendekar Kera Sakti sendiri bungkam karena memikirkan cara mengalahkan Garong Codet. Sedangkan Roro Manis bungkam karena bertahan diri untuk tidak menegur Baraka lebih dulu. Walau dalam hatinya sangat berharap untuk mendapat teguran dari Baraka dan bisa bicara panjang lebar, tapi Roro Manis tetap bertahan diri untuk bersikap acuh. Tetapi ketika mulut gua tinggal beberapa langkah lagi, Roro Manis punya alasan mendahului bicara dengan ajukan sebuah pertanyaan, "Itukah gua yang dimaksud Tabib Awan Putih?""Mungkin," jawab Pendekar Kera Sakti pendek sambil hanyut kembali dalam renungannya.Roro Manis mendengus kesal hatinya, ia melangkahkan kaki untuk mendekati mulut gua yang dari kejauhan mirip bentuk bintang berlubang hitam itu. Roro Manis tidak langsun
Maka dengan gerakan cepat Roro Manis melarikan diri. Pedang masih digenggam di tangan kanan. Gerakannya lebih dipercepat lagi. Dalam kejap berikutnya, Roro Manis sudah berada di samping Baraka."Cepat masuk ke dalam gua!""Jangan hadapi dia! Dia punya cincin maut! Kau pun harus cepat masuk gua, Baraka...!""Hei, aku juga punya cincin pusaka! Aduh! Hampir saja aku lupa!"Baraka mempunyai cincin pusaka yang terkenal dahsyat. Cincin itu pernah diperebutkan oleh para tokoh tua di rimba persilatan. Cincin itu bernama Cincin Manik Bidari.Cincin itu menempel di polongan Suling Naga Krishna-nya yang ada disabuk pinggangnya. Sengaja Pendekar Kera Sakti tidak menggunakan cincin itu di tangannya, karena sedikit sentakan tenaga saja sudah menghasilkan seratus kali lipat tenaga yang keluar. Cincin itu pun sangat ganas dan sukar dikendalikan. Kadang ia keluarkan sinarnya sendiri di luar kesadaran pemakainya manakala si pemakai keluarkan tenaga dalam ta
Clapp...!Arah sinar putih itu tepat mengenai batu merah di tangan Garong Codet.Zzzrrruubb...!Krakkk...! Sinar merah yang memantul seharusnya melesat cepat ke arah Pendekar Kera Sakti. Tapi sinar putih dari Cincin Manik Bidari lebih dulu menghantam cincin merah itu. Akibatnya cincin mustika menjadi retak dan remuk. Tak bisa lagi pantulkan sinar merah seperti biasanya. Garong Codet tersentak amat kaget sampai matanya terbuka lebar-lebar. Lebih kaget lagi setelah ia tahu, sinar putih dari cincin di tangan Pendekar Kera Sakti keluar lagi dengan cepat dan menghantam dadanya.Bross...!Dada itu berlubang besar, tembus sampai ke belakang. Cepat-cepat Pendekar Kera Sakti menggenggam kembali Cincin Manik Bidari. Sikapnya tetap tenang dalam berdiri tegak. Garong Codet ternganga mulutnya. Ingin pekikkan suara namun tak mampu lagi. Ia pun akhirnya menghembuskan napas terakhir. Mati tanpa bersuara lagi.Sekelebat bayangan hitam muncul. Siluman Selaksa
Orang itu dekati Pendekar Kera Sakti, dengan bertolak pinggang satu tangan ia berkata, "Apa yang kau lakukan di sini, Anak Muda!""Saya sedang berlatih, Paman," jawab Baraka dengan tetap duduk bersila, tapi melepaskan tangannya yang di dada."Berlatih apa? Lebih baik kau pergi ke Gua Sekat Sembilan sana! Tontonlah pertarungan hebat para tokoh sakti di sana!""Maaf, boleh saya tahu siapa Paman sebenarnya, sehingga berani menyuruh saya pergi ke gua itu?""Aku si Cambuk Guntur! Kalau aku menyuruhmu nonton pertarungan di sana, berarti aku ingin membagi pengalaman denganmu, Bodoh! Jangan merasa tersinggung!""Terima kasih atas niat Paman Cambuk Guntur untuk membagi pengalaman kepada saya. Tapi saya lebih suka duduk sendirian di sini menikmati malam terang bulan yang bermandikan kehangatan tersendiri di hati saya!""Kalau mau jadi pendekar, harus punya banyak pengalaman, melihat pertarungan para tokoh sakti! Jangan hanya belajar ilmu tapi tidak ta
Candak Sedo pun kini telah mengangkat satu murid sejak berusia sepuluh tahun yang bernama Karang Wesi. Di persinggahannya yang penuh damai tanpa pernah terjadi kericuhan itu, Ki Candak Sedo menurunkan ilmunya kepada Karang Wesi, sebagai sarana menuju hidup sempurna dalam penyerahan diri kepada Hyang Widi. Karena dulu, guru dari Ki Candak Sedo pernah berpesan kepadanya, bahwa hidupnya tidak akan menjadi damai sebelum semua ilmu diturunkan kepada seorang murid pilihannya. Dan bahwa hidupnya tak akan menjadi bersih, sebelum ia bermandikan Darah Sabda Dewa.Menurut keterangan dari gurunya Ki Candak Sedo, hidup bersih dan menjadi pertapa suci bisa dicapai melalui dua tahapan itu, setelah menurunkan ilmu seluruhnya sebagai bekal bagi pewarisnya, lalu mandi Darah Sabda Dewa untuk melenyapkan ilmu-ilmu yang mengarang keras dalam jiwa raganya. Konon menurut sang Guru, setiap manusia mempunyai kotoran batin yang tak pernah disadari telah menjadi keras bagaikan batu karang. Dan kotoran
"Tahan dan biarkan menguasai setiap urat nadi telapak tangan!" ujar Ki Candak Sedo.Setelah melalui upaya yang susah payah, yang membuat telapak tangan bagaikan ingin terbakar pecah, Ki Candak Sedo perintahkan Karang Wesi untuk meraba sebatang pohon beringin."Usaplah pohon itu dengan lembut!" kata Ki Candak Sedo.Karang Wesi melakukan apa yang diperintahkan gurunya. Tangannya mengusap pelan batang pohon beringin itu. Pertama-tama ditempelkan dengan pelan, lalu mengusapnya ke bawah dengan lembut. Setelah itu terjadi suatu keajaiban yang sungguh menakjubkan. Terdengar suara aneh seperti bara api masuk ke dalam air kolam secara pelan-pelan.Zzzrreessss...!Kejap berikut mata Karang Wesi terkesiap, karena ia melihat pohon beringin yang begitu besar dengan akarnya bergelantungan bagai rambut-rambut raksasa itu, kini menjadi hangus seketika dari akar sampai daunnya. Karang Wesi cepat mundurkan langkah tiga tindak. Ia pandangi pohon yang menghitam hangus
Ki Candak Sedo melangkahkan kaki sampai di depan gubuk persinggahannya, kemudian dari sana dia berkata sambil palingkan wajah kepada Karang Wesi, "Hanya akulah yang tahu letak gua itu! Sebab dulu guruku pernah bertapa di depan pintu gua itu, dan aku pernah diajaknya ke sana! Karena itu aku memilih tempat persinggahan di hutan ini, supaya jika saatnya tiba, pintu gua terbuka, jarakku dengan gua itu tidaklah jauh!"Karang Wesi bangkit dengan wajah ceria, lalu ucapkan kata, "Kalau begitu kita berangkat sekarang ke sana, Guru! Saya akan dampingi Guru, sampai mendapatkan Darah Sabda Dewa itu, Guru!"Ki Candak Sedo kembali sunggingkan senyum bangga terhadap kesetiaan muridnya, kemudian ia ucapkan kata sambil mendekati Karang Wesi, "Kesetiaan dan kepatuhanmu selama ini adalah sesuatu yang menghibur hati tuaku, Karang Wesi! Ternyata aku tak salah pilih murid!" sambil pundak Karang Wesi ditepuk-tepuknya."Guru, jangan sanjung saya nanti bisa lupa diri!"Tawa tua d
Nenek bungkuk berbadan kurus itu terpental saat ia melepaskan pukulan tenaga dalamnya bersinar kuning, karena oleh manusia berkerudung hitam itu pukulan kuningnya dihantam dengan sinar putih yang keluar dari ujung sabit panjangnya itu. Tapi agaknya si nenek masih bersemangat dan segera bangkit tanpa cedera apa pun.Kejap berikutnya terdengar suara Rawana Baka berkata kepada nenek itu, "Jangan harap kau bisa menang melawanku, Nyai Pungkur Maut! Sebaiknya urungkan saja niatmu membalas dendam atas kematian suamimu beberapa puluh tahun yang lalu!""Aku tidak akan biarkan kau lolos lagi, Manusia iblis! Apa pun yang terjadi, aku harus bisa membunuhmu sekarang juga. Karena baru sekarang kita bertemu lagi setelah sekian puluh tahun yang lalu kau membunuh suami dan anakku di depan mataku sendiri!" kata nenek yang ternyata bernama Nyai Pungkur Maut itu."Tidakkah kau sayang dengan sisa hidupmu yang tinggal beberapa hari ini? Sebaiknya jangan kau sia-siakan sisa hidupmu un
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak