Orang berkerudung hitam bagai utusan dari alam kubur itu mulai melangkahkan kaki mendekati Hantu Laut. Pendekar Kera Sakti merasa cemas akan nasib Hantu Laut. Dalam keadaan tertindih beban yang amat berat itu, Pendekar Kera Sakti segera sentilkan jarinya ke arah Siluman Selaksa Nyawa. Sentilan jurus ‘Jari Guntur’ itu tepat mengenai punggung lawan.
Debbb...!
Siluman Selaksa Nyawa merasa mendapat tendangan bertenaga kuda yang amat besar dan panas, ia pun tersungkur jatuh.
Brukk...!
Tapi lekas berdiri dan membalikkan badan menghadap Pendekar Kera Sakti, ia menggeram melalui dengusan napas memanjang. Tapi wajahnya masih dingin dan kaku. Hanya matanya yang terlihat lebih tajam memandang Baraka sebagai ungkapan kemarahannya.
“Kurang ajar! Berani-beraninya kau melakukan hal itu kepadaku, hah!”
Sambil menahan beban berat, Baraka berkata, “Aku hanya ingin membuktikan, bahwa biar dalam keadaan terjepit begini, ta
Siluman Selaksa Nyawa redakan ketegangannya, ia kembali berdiri dengan sikap santai. Tongkatnya digenggam tangan kanan dalam keadaan berdiri di sampingnya. “Apa maksudmu menanyakan aku kenal dengan Salya Tirta Raharja, apakah ia gurumu?”“Tidak, Aku bukan murid Salya Tirta Raharja. Secara kebetulan saja, aku menemukan kitab kesaktian milik Salya Tirta Raharja yang sudah tiada”“Lalu kau murid siapa?”Kali ini Baraka terdiam, seakan mempertimbangkan jawaban yang akan diberikan.“Salah satu guruku adalah Setan Bodong”Siluman Selaksa Nyawa terkejut dengan cara menarik kepala ke belakang sedikit, tapi wajahnya tetap beku dan dingin.“Apakah benar kau murid si Setan Bodong?”“Ya! Kau takut berhadapan dengannya?”Siluman Selaksa Nyawa tidak kasih jawaban, tapi justru ajukan pertanyaan lagi, “Sebutkan nama asli mereka jika memang kau murid mereka!”
Srek...!Kaki Pendekar Kera Sakti terhenti seketika, demikian pula Dewa Racun. Kedua orang itu sama-sama kaget ketika mendengar nama Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi disebutkan oleh Ki Bwana Sekarat.Tentu saja Ki Bwana Sekarat merasa heran melihat sikap dua orang yang memandangnya.“Kenapa kau kaget?” tanyanya kepada Baraka.“Ki Bwana kenal dengan Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi?”“Sangat kenal, karena dulu aku pun mengabdi kepada beliau, sebagai penjaga Kolam Sabda Dewa. Tapi karena aku tergila-gila dengan seorang perempuan di alam nyata ini, maka kutinggalkan pengabdianku dan Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi tidak merasa keberatan. Aku pergi secara baik-baik dan seizin dia. Hmmm... ada apa kau tanyakan hal itu?” Ki Bwana Sekarat tampakkan kecurigaannya.Tapi Baraka menjawab, “Hmmm... tidak! Tidak ada apa-apa. Aku hanya pernah mendengar cerita tentang Gusti Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi dari nege
"Tapi waktu kami pukul dengan tenaga dalam kami, batu itu tidak mempan dan pukulan membalik ke arah kami!""Karena indera keenammu sudah yakin betul bahwa di depan ada batu besar yang sulit digeser dan dipecahkan!" jawab Ki Bwana sambil membelok ke kanan. "Kalau indera keenammu mengatakan tak ada batu tak ada apa pun, ya tetap tak ada! Kalian hantamkan pukulan tenaga dalam juga tak akan membalik arah karena tidak ada penghalang apa-apa."Dewa Racun pandangi Baraka, sementara Hantu Laut berbisik, "Menarik sekali kekuatan kendali indera itu!"Dewa Racun cepat ajukan tanya dari belakang, "Tapi kami tadi jug... jug... juga melihat gambar-gambar aneh mengenai diri kami. Siapa pelukisnya, Ki?""Ya kalian sendiri! Indera keenam kalian yang melukis peristiwa yang pernah kalian alami dan masih hangat di otak kalian!""Mengenai cahaya terang yang tiba-tiba gelap dan terang lagi di arena itu, bagaimana?" tanya Hantu Laut yang sangat penasaran sekaligus kagum
"Baik kalau memang itu perintah darimu," jawab Ki Bwana Sekarat."Banyak yang ingin kubicarakan berkenaan dengan negeri Puri Gerbang Kayangan itu! Aku juga ingin bicarakan tentang Siluman Selaksa Nyawa itu! Tapi seperti apa kata Ki Bwana tadi, memang sebaiknya kami selesaikan dulu urusan kami di Pulau Serindu. Nanti kami baru mampir kemari lagi!""Saya setuju dengan rencanamu itu, Baraka; Pendekar Kera Sakti!" kata Ki Bwana Sekarat masih agak kaku karena hormat.Dewa Racun ucapkan kata, "Jaga diri baik-baik, supaya kita bisa satukan kekkk... kekkk... kekkk....""Wah, macet lagi dia!" pikir Hantu Laut."Kkek... kekkkuatan... kekuatan kita untuk menyerang Kapal Siluman!""Baik. Aku sangat setuju dan tunggu perintah."Jawaban itu cukup mantap dan tegas. Tapi kelebatan tangan Baraka yang ingin melambai sebagai tanda pamitan membuat Ki Bwana Sekarat sangat terkejut lagi.Lalu, dia buru-buru bersujud dan mencium tanah sambil berteria
Hati kecil Baraka mengatakan, bahwa itu tak mungkin. Hyun Jelita selalu menjaga kesucian mahkotanya, sehingga ia mendapat julukan sebagai Gusti Ratu Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat. Dia masih gadis, dan kegadisannya itu akan dipersembahkan kepada orang yang paling dicintainya, yaitu Pendekar Kera Sakti.Dewa Racun berseru kegirangan ketika bertemu dengan kapal terdepan yang dipimpin oleh seorang perempuan cantik berpakaian biru sisik emas. Perempuan itu adalah si Cakar Jatayu. Jika Dewa Racun adalah orang ketujuh kepercayaan Hyun Jelita, maka si cantik bermata sayu Cakar Jatayu itu adalah orang kedua kepercayaan Hyun Jelita. Ada pun orang kepercayaan Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat yang pertama adalah Cendana Wilis, yang memegang pusaka Pedang Kayu Cendana sebagai pengawal pribadi Ratu Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat.Kapal-kapal itu kini merapat, tapi tak bisa sampai di tepian pantai. Beberapa orangnya turun, mengawal sebuah peti dari lapisan logam emas berukir
Ki Bwana Sekarat muncul dari salah satu lorong, segera menemui Baraka dan Cakar Jatayu. Dengan sangat sopan dan hormat, Ki Bwana Sekarat menyela percakapan tersebut."Ratu ingin bertemu denganmu, Baraka. Beliau ingin bicara di sini saja! Apakah kau keberatan?""Tidak! Tapi tolong tutup atap ruangan ini supaya tidak ada sinar alam yang masuk!""Baik. Akan kulakukan untuk merapatkan semua lubang cahaya!" kata Ki Bwana Sekarat, tapi sebelum ia melangkah, kepalanya terkulai, bibirnya sedikit memble, suara dengkurnya yang kecil samar-samar terdengar."Hmmm... tidur lagi dia," gerutu Baraka dalam gumam.Cakar Jatayu sunggingkan senyum geli melihat Ki Bwana Sekarat berjalan sambil tertidur. Buat Cakar Jatayu, pemandangan seperti itu sudah bukan hal yang aneh lagi. Semua orangnya ratu tahu bahwa Ki Bwana Sekarat adalah tokoh berilmu tinggi yang tak pernah bisa menahan kantuk yang menyerangnya secara tiba-tiba.Cakar Jatayu memeriksa ruangan itu. Dua
Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi tak ingin kedudukan Baraka lebih rendah dari istrinya. Tak baik untuk hubungan suami-istri jika sang istri mempunyai kedudukan lebih tinggi dari suami, sehingga sang istri akan kurang hormat kepada sang suami. Sebab itu, Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi tingkatkan kedudukan derajat Pendekar Kera Sakti dengan mengangkatnya sebagai Manggala Yudha Kayangan, panglima pilihan sang ibu yang menguasai negeri gaib, yang kedudukannya lebih tinggi dari seorang ratu di alam nyata.Dengan begitu, kelak Hyun Jelita punya rasa hormat kepada suaminya dan tidak meremehkan sang suami karena merasa sebagai ratu. Pendekar Kera Sakti baru tahu, apa alasan utama Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi mengangkatnya sebagai Manggala Yudha Kayangan.Hyun Jelita sendiri yang membeberkan alasan sang ibu tersebut pada waktu Baraka selesai menghilangkan pengaruh kekuatan pukulan 'Candra Badar'. Pukulan penjerat hidup Hyun Jelita. Baraka menoreh kedua jempol tangannya hingga mengeluark
Jangkar Langit menghancurkan dua mayat setelah ia merubuhkan Hantu Laut yang dibela oleh Cakar Jatayu. Perempuan bermata sayu indah itu pun akhirnya terkena pukulan berat dari Ki Jangkar Langit. Lehernya membiru legam dan susah dipakai untuk bicara atau bernapas. Sedangkan Hantu Laut sendiri dibuat lumpuh tak berdaya dengan menderita kebutaan di matanya.Amukan Jangkar Langit itu segera diredakan oleh Ki Bwana Sekarat sebelum kedatangan Pendekar Kera Sakti di tempat pertarungan mereka, pinggiran pantai. Ki Bwana Sekarat mencoba menenangkan hati teman lamanya itu, "Jangkar Langit, tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan kekerasan! Ada baiknya jika kau redakan kemarahanmu dan kita bicarakan secara baik-baik!""Aku tak punya kesempatan untuk bicara!" kata Ki Jangkar Langit yang masih ingin menggempur Hantu Laut untuk mendapatkan tombak pusakanya itu. Sebab setahu dia, Hantu Laut-lah yang membawa pusaka itu. Ia belum tahu bahwa pusaka itu sudah dilenyapkan oleh Pend
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l