Pendekar Kera Sakti ganti bicara pada Singo Bodong, "Kalau begitu, kita berangkat sekarang juga!"
"Hmmm... tapi... tapi bolehkah aku pulang sebentar, Baraka? Aku harus pamit pada ibuku dulu, supaya dia tahu ke mana aku pergi!"
"Jabang bayi! Sud... sudah tua begitu kalau pergi mass... masih harus pamit ibunya segala!" kata Dewa Racun.
"Soalnya, ibuku hanya tinggal sendirian di rumah."
"Tak ada temannya?"
"Ada. Adik perempuanku. Yah, cuma adik perempuanku yang menemani ibuku. Adik perempuanku dan suaminya, dan keenam anaknya, dan dua adik iparnya!"
"Itu namanya tidak sendirian! Ibumu banyak teman!" kata Pendekar Kera Sakti sedikit membentak dan menahan rasa geli.
"Ya, sudah... cepatlah pulang dan bawa makanan kalau memang ada."
"Singkong rebus! Ibuku punya singkong rebus yang tadi pagi tidak laku dijual. Apa kalian mau?"
"Ambil saa... saa... saja!" jawab Dewa Racun berlagak acuh tak acuh tapi kelihatan butuh.
Singo
Kecurigaan Pendekar Kera Sakti menjadi bertambah setelah Singo Bodong berbaju merah itu menggertak Pendekar Kera Sakti dengan sungguh-sungguh."Aku tanya kepadamu! Kenapa kamu melotot saja hah!"Di dalam hati Baraka berkata, "Singo Bodong tidak akan berani membentakku begini! Rasa-rasanya aku berhadapan dengan jelmaan Singo Bodong saat ini!""Hei, kau tuli!" sentak orang tinggi besar itu. "Aku tanya kepadamu, apakah kamu kenal dengan orang yang bernama Baraka! Kalau kenal bilang saja kenal, kalau tidak bilang saja tidak! Jangan bikin kemarahanku melabrak kepalamu, tahu!""Sepertinya... aku baru sekarang mendengar nama orang yang kau cari itu," jawab Pendekar Kera Sakti dengan kalem. "Siapa namanya tadi?""Baraka!" teriaknya keras dengan wajah dongkol."Aneh. Nama kok Baraka?" gumam Baraka berlagak bingung."Itu urusan dia! Urusanku hanya mencari dia dan membunuhnya!"Terkesiap Pendekar Kera Sakti mendengar kalimat terakhir. Ger
Tetapi sebelum bayangan ular kobra itu mendekatinya, Baraka sudah lebih dulu meraih suling pusakanya dan memutar Suling Naga Krishna-nya ke depan, lalu bayangan merah seekor ular kobra itu ditangkisnya dengan senjata mustikanya itu.Trangngng...!Terdengar seperti suara besi bolong yang dihantam besi padat saat bayangan seekor kobra mematuk batang seruling. Bayangan merah itu berbalik arah, bahkan kini menjadi tiga bayangan ular kobra melesat menuju kepada pemiliknya.Wesss... wess... wess...!Dadung Amuk belalakkan matanya lebar-lebar. Kaget melihat bayangan merah tiga ekor ular kobra menuju ke arahnya. Cepat-cepat ia sentakkan kedua telapak tangannya dari bawah ke atas dengan sedikit merendahkan kedua kaki yang merenggang kokoh itu.Wuusss...!Pukulan dari atas ke bawah itu membuat bayangan tiga ekor ular kobra menjadi nyala api sekejap. Lalu, padam dan tinggal kepulan asapnya saja. Kepulan asap itu cepat menghilang ditiup angin. Mulut Dad
Pendekar Kera Sakti perdengarkan tawa kecil berkesan meremehkan. Dadung Amuk tetap bermata nanar, penuh nafsu membunuh tapi tak berani lakukan karena pertimbangan ilmu Baraka yang dianggapnya sangat tinggi itu,"Mengapa kau tertawa? Apakah kau pernah mendengar nama itu?""Pernah atau tidak, itu urusanku, Dadung Amuk. Tapi tolong sampaikan kepada Rawana Baka, bahwa Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat tidak pantas menjadi kekasihnya,""Tunggu dulu!" sergah Dadung Amuk sambil maju dua tindak. "Kau menyebut nama asli ketuaku Rawana Baka. Apakah kau kenal dengan dia? Apakah kau tahu persis tentang dia?""Tentu saja aku tahu, karena dulu aku gurunya Rawana Baka. Dulu dia berguru denganku di Tibet.""Ooh... jad... jadi...?" Dadung Amuk mulai gentar karena dia tahu persis cerita tentang Siluman Selaksa Nyawa itu. Melihat lawannya mulai terpengaruh oleh kata-katanya, Baraka menambahkan bualannya, sekadar untuk menghindari pertumpahan darah. Sebab menurutn
Baraka tidak menjawab pertanyaan Dewa Racun, ia bahkan bergegas menghampiri Singo Bodong yang tampak kegirangan mau diajak pergi itu.Singo Bodong sendiri ajukan tanya, "Aku sudah diizinkan pergi oleh Ibu. Kita mau berangkat kapan? Sekarang?"Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Pendekar Kera Sakti. Tapi tangan Pendekar Kera Sakti segera tarik lengan Singo Bodong mendekati pohon, lalu berkata, "Coba kau peluk pohon itu pas di tempat yang hangus!""Apa-apaan ini, Baraka?""Lakukan saja kalau kau ingin ikut pergi denganku!""Baik. Baik! Kau tak perlu bentak aku!"Singo Bodong memeluk pohon tepat di bagian yang hangus oleh benturan tubuh Dadung Amuk tadi. Dan ternyata ukuran tubuh pas dengan bentuk bayangan manusia yang hangus di pohon itu."Cocok! Tak salah lagi!" gumam Pendekar Kera Sakti membuat Dewa Racun dan Singo Bodong menatapnya penuh keheranan."Ap... appp... apa maksudmu, Baraka!" tanya Dewa Racun."Aku habis be
"Hmmm... ya, ya... aakkk... aku... aku ingat. Orang itu yang menaruh kasih sayang padamu! Lantas, ada apa dengan dia?""Dddi... ddia... dia adalah....""Uts! Jangan ikut-ikutan latah!""O, ya. Maaf. Dia adalah kakak dari Hyun Jelita!""Hahh...!" Dewa Racun hentikan langkahnya, kaget dan terperangah dongakkan kepala, memandang Baraka."Kenapa kau terkejut? Aku tidak mendustaimu! Betari Ayu itulah yang diceritakan tentang 'Candra Badar' di dalam tubuh Hyun Jelita dan membuat nyai gustimu itu tidak bisa keluar ke mana-mana. Karena takut terbakar oleh sinar matahari, rembulan, bintang bahkan cahaya sinar kunang-kunang....""Jjja... jaaadi... jadi Betari Ayu itu adalah Nyai Guru Kumalawindu...!""Siapa itu Kumalawindu!""Kakak da... dari... Nyai Gusti Hyun Jelita!""Setahuku dia bernama Betari Ayu!""Itu nama julukannya! Kkka... kalau benar di... dia... kakak dari Nyai Gusti, berarti dia menyimpan Kitab Pusaka Wedar Ke
Mereka teruskan melangkah sambil mempertimbangkan arah. Singo Bodong bahkan sudah tidak kelihatan, jalannya tanpa berhenti sehingga bikin cemas Dewa Racun sendiri. Karena itu, Baraka memerintahkan Dewa Racun untuk mendahului langkahnya menyusul Singo Bodong agar tidak tersesat arah.Dalam kesendirian langkahnya itulah Baraka mempertimbangkan sikap yang harus diambil. Untuk mengalahkan Betari Ayu adalah hal yang mudah. Tapi Baraka tidak akan tega melawan Betari Ayu. Jangankan melukai kulitnya, melukai hatinya pun tak sampai hati. Haruskah kasih sayang yang terpendam itu dihancurkan oleh pertarungan untuk memperebutkan Kitab Pusaka Wedar Kesuma?Langkah Baraka kembali terhenti. Kali ini terhenti secara mendadak. Karena di depannya tiba-tiba muncul Singo Bodong berbaju komprang warna merah membawa tambang di pundaknya."Oh, kau belum pergi dari pulau ini, Dadung Amuk?""Hmmm... belum, Eyang Guru," Dadung Amuk menghormat karena menyangka Pendekar Kera Sakti g
Baraka memberi isyarat supaya orang tinggi besar itu duduk di dekatnya. Singo Bodong menurut bagaikan patuh pada segala perintah Baraka. Ia duduk di bongkahan batu yang ada di depan Pendekar Kera Sakti. Dewa Racun mendampinginya, dan melompat ke atas sebatang pohon berdahan lengkung ke bawah, hampir menyentuh tanah.Di dahan itu Dewa Racun duduk mendengarkan percakapan Baraka dengan Singo Bodong. Agaknya Pendekar Kera Sakti kali ini bersungguh-sungguh ingin mengorek keterangan dari Singo Bodong. Sore yang kian menua dibiarkan meredup menabur petang. Sebentar lagi bumi akan gelap, tapi Pendekar Kera Sakti tak pernah peduli dengan kegelapan bumi."Singo Bodong, ingat-ingatlah siapa dirimu sebenarnya! Benar-benarkah namamu Singo Bodong?""Dari dulu aku memang dipanggil Singo Bodong!" jawab orang berkumis yang tampangnya angker tapi bodoh itu."Siapa nama aslimu?""Sugali!""Mengapa kau disebut Singo Bodong?""Karena... hmmm... karena sew
Ia menuding Dewa Racun, yang membuat Dewa Racun sempat kaget dan cepat pasang kuda-kudanya."Itu nama bapakku! Rawana...! Tapi... Rawana siapa, ya?" pikir Singo Bodong.Baraka cepat menyahut."Rawana Baka...?""Nah, tepat!" Singo Bodong pekikkan suara dengan semangat. "Betul! Nama bapakku betul itu; Rawana Baka!"Tentu saja hal itu membuat Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun sama-sama terperangah bengong. Mereka saling pandang dengan mata menegang. Cukup lama Baraka dan Dewa Racun saling terkunci mulutnya sejak mendengar nama ayah dari Singo Bodong adalah Rawana Baka. Ini sesuatu yang sulit dipercaya oleh Baraka maupun Dewa Racun, karena Rawana Baka adalah nama asli Siluman Selaksa Nyawa."Apakah kau percaya dengan kata-katanya?"Baraka mencari tahu perasaan Dewa Racun. Dan si kerdil yang gagap itu menjawab, "Ag... ag... agak sangsi. Nama Dasamuka tid... tidak mirip nama Rawana Baka. Mungkin dia salah dengar atau salah ingat. Tak mungk
Baraka kerutkan dahi, karena merasa asing dengan nama tersebut. Gadis berkepang dua yang punya tahi lalat kecil di sudut mata kirinya itu hanya mencibir sinis melihat keheranan Baraka."Aku tidak kenal dengan nama itu.""Bohong!""Aku berani bersumpah. Justru kalau kau mau, tolong jelaskan siapa orang berjuluk Iblis Raja Naga itu?""Tentu saja orang yang mempunyai Pedang Raja Naga!""Aku tidak tahu siapa pemilik pedang tersebut, Nona."Gadis itu diam. Tangannya membersihkan tanah yang melekat di pakaian hijau cerahnya itu. Sambil menepiskan tanah-tanah dari pakaiannya, matanya memandang tajam penuh selidik. Dari ujung rambut Baraka diperhatikan sampai ke bagian kakinya. Baraka tetap kalem. Bahkan ia sempat menggaruk kepalanya. Kesannya menganggap ringan kepada gadis yang sedang cemberut itu."Baiklah, Nona," kata Baraka, "Kalau kau tak mau jelaskan apa sebab kau menangis dan apa hubungannya dengan Iblis Raja Naga, aku akan teruskan la
Ternyata harapan Baraka terkabul. Ia berhasil bertemu dengan kakek penyerang Wiratmoko. Mata Baraka memperhatikan dengan seksama. Kakek itu mengenakan jubah putih lusuh dan menggenggam tongkat berkelokkelok seperti seekor ular warnanya hitam. Rambutnya yang panjang sepunggung tidak diikat apa pun, sehingga hembusan angin memainkan rambut itu, menyingkap dan menutup sebagian wajahnya. Kakek kurus itu mempunyai sapasang mata yang cekung dan tubuh yang kurus. Namun sorot pandangan matanya itu bagai mempunyai kekuatan yang membuat lawan atau orang lain menjadi segan kepadanya. Baraka pun merasa demikian, namun ia memaksakan diri untuk tetap berdiri menghadang kakek tersebut."Maaf, Pak Tua...." sapa Baraka dengan sopan, "Aku terpaksa menghentikan langkahmu. Ada sesuatu yang ingin kuketahui darimu dan membuatku sangat ingin tahu."Kakek berambut panjang itu berkata, "Menyingkirlah, Murid Setan Bodong. Jangan campuri urusanku!"Baraka terkejut mendengar kakek itu meng
Setelah keduanya menyalurkan hawa murni dalam tubuh masing-masing, rasa sakit yang mereka alami pun mulai reda. Napas mereka yang terengah-engah menjadi tenang kembali. Tapi kedua mata mereka masih saling beradu pandang dengan sama-sama tajamnya."Aku tak akan membiarkan kau lolos, Tandak Ayu. Sebelum ku peroleh benda itu darimu, akan kusiksa dirimu dengan jurus 'Pembakar Jantung'-ku nanti!""Persetan dengan anggapanmu! Aku bukan Tandak Ayu!""Omong kosong! kau pasti Tandak Ayu yang merubah diri menjadi wujud lain!""O, kurasa kau benar-benar salah anggapan. Perlu kuluruskan. Aku bukan Tandak Ayu. Namaku adalah Kirana, murid Nyai Punding Sunyi dari Perguruan Mawar Seruni!"Citradani diam sebentar, mulai merenungi kemungkinan salah pahamnya. Wajah Kirana diperhatikan baik-baik dengan hati dililit kebimbangan. Sementara itu, Kirana sendiri segera ajukan tanya kepada Citradani."Sebutkan siapa dirimu, supaya kesalahpahaman ini tidak merenggut n
Kelinci putih itu melompat di balik karang. Citradani segera menghantamkan pukulan jarak jauhnya bercahaya merah.Wuuut...!Blaaar...!Karang hancur seketika menjadi serbuk warna merah membara dan panas. Kelinci itu hilang. Entah kemana perginya.Citradani mencari kebingungan. Hatinya kian panas, dadanya ingin meledak karena kehilangan lawannya. Ia hanya bisa menggerutu, "Kurang ajar! Dia pasti berubah menjadi undur-undur!"Sambil mengorek-ngorek tanah berpasir mencari undur-undur jelmaan Tandak Ayu, Citradani bertanya-tanya dalam hatinya, "Bagaimana mungkin kalung itu bisa ada di tangannya? Apakah ia berhasil merebut kalung itu dari si tampan berhati iblis itu? Semudah itu kah Tandak Ayu mampu merebutnya"Padahal aku tahu persis ilmu si Tandak Ayu tidak seberapa tinggi. Sekalipun ia murid Nyai Demang Ronggeng yang kesohor dengan ilmu 'Tarian Mayat'-nya, tapi aku yakin ia belum mewarisi ilmu itu. Nyai Demang Ronggeng tak akan semudah itu men
"Nama yang sederhana, tapi mudah diingat, mudah pula dihilangkan dari ingatan," kata Wiratmoko bernada angkuh."Apakah kau tersesat di hutan ini?""Tidak semata-mata tersesat.""Ha, ha, ha, ha...," Wiratmoko tertawa melecehkan. "Jangan menutupi kebodohanmu. Baraka. Aku tahu kau benar-benar tersesat. Buktinya kau tidak mengetahui bahwa tanah yang kau lalui tadi adalah permukaan sebuah lubang maut yang bernama Sumur Tembus Jagat."Baraka berkerut dahi, matanya memandang ke arah tanaman rambat yang tadi dilaluinya. Ia baru tahu bahwa lubang itu adalah Sumur Tembus Jagat. Tapi ia tak paham apa artinya."Sumur Tembus Jagat ini termasuk sumur tanpa dasar. Jika seseorang masuk ke dalamnya ia tak akan bisa ditemukan lagi. Mungkin mati di pertengahan lorong sumur atau terbuang ke sisi belahan bumi lainnya. Yang jelas tak akan ada orang bisa selamat dari maut yang ada di Sumur Tembus Jagat itu. Beruntung sekali kau mempunyai ilmu peringan tubuh cukup tinggi,
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke