Terdengar pula suara Lemakwati berkata, "Sebentar lagi kau akan sembuh, Sayang! Sabar dulu, ya?"
Tubuh pendekar tampan itu dibaringkan dalam keadaan rapi; kaki lurus dan kedau tangan merapat lurus di samping tubuh.
"Pejamkan matamu," kata Lemakwati, dan Baraka hanya bisa mengikuti perintah itu, matanya terpejam pelan-pelan. Gadis gembrot bergincu tebal ada di samping kir Baraka, berlutut dan mengangkat kedua tangannya setinggi dada. Kedua tangan itu bergerak pelan-pelan dalam keadaan mata terpejam.
Tiba-tiba dari kedua telapak tangan itu memancar sinar putih perak berasap tipis. Sinar itu jatuh ke tubuh Baraka. Di mana tangan itu bergerak di situlah sinar tersebut menyapu tubuh Baraka yang membusuk dan menjijikkan. Tetapi setiap bagian yang terkena semburan sinar putih menjadi cepat kering. Kulit yang mengelupas atau berkerut bergerak menutup seeprti semula. Warna hitam berubah menjadi merah samar-samar, lalu dalam kejap berikutnya warna kulit itu berubah menjad
Leher Baraka diciumi, kadang digigit-gigit kecil. Baraka merasa sedang diambang maut, seakan darahnya akan dihisap habis oleh makhluk yang menyeramkan sejenis drakula. Baraka memejamkan mata menahan niat untuk mendorong kepala itu dari lehernya."Apakah kau masih belum bergairah walah sudah kuciumi seperti tadi?"Baraka gelengkan kepala dengan wajah sedih. Tahu-tahu si gembrot menyeringai bagaikan menemukan akal untuk membangkitkan semangat bercinta Baraka. Sebuah tembang riang didendangkan sambil tubuhnya meliuk-liuk memamerkan tantangan bercumbunya."La, la, la, la... Li, li, li, li..."Tubuh gemuk yang tak cukup satu pelukan Baraka itu semakin berani melenggak-lenggok dengan rambut bersanggul mulai dilepaskan. Rambut itu kini terurai. Biasanya rambut terurai adalah ajakan seorang wanita untuk saling memadu kemesraan dan dapat membangkitkan selera bagi si lelaki. Tapi yang dialami Baraka kalau itu justru semakin membuatnya ingin lari."Malah kaya
"Dua ilmu bertarung di angkasa! Hmm...! tenaga dalam siapa yang saling menyerang dari jarak sejauh itu? pasti pemiliknya adalah tokoh tua berilmu tinggi!"Baraka sengaja merenungi hal itu beberapa saat. Dan tiba-tiba ia dikejutkan kembali dengan munculnya sinar merah seperti tadi dari arah timur. Kali ini ada dua sinar merah yang melesat menuju ke arah barat. Namun dari arah barat muncul pula dua sinar biru seperti tadi, berekor panjang dengan bagian depan seperti bola berapi biru. Keduanya bertabrakan di udara dan menimbulkan ledakan dahsyat yang membahana, menggetarkan bumi lebih keras dari yang pertama tadi.Blegaarr...! Blaarr...!Langit terang sekejap, lalu warna hitam malam menjelma lagi begitu sinar ungu hasil benturan dua tenaga dalam jarak jauh itu padam tinggalkan gelombang getaran.Baraka sempat rasakan tanah cadas yang dipijaknya bagai mau retak ia segera lompat ke tempat lain, walau sebenarnya tanah cadas itu tidak menjadi retak beneran. "Pen
"Kok bisa jadi begitu?" pikir Pendekar Kera Sakti bingung sendiri. "Padahal hanya sedikit tenaga yang kugunakan."Baraka tampak menyimpan rasa sesal dalam hatinya. Ia merenung sesaat hingga temukan kesimpulan bahwa Silabang ilmunya tak tinggi, sehingga dadanya mudah jebol dan ditaburi busa-busa salju yang memutih.Di tempat Silabang terkapar tak bernyawa, terdengar suara geram Wisesa yang mengutuk pernyerang temannya itu. Baraka merasa akan terjadi pertarungan yang membawa korban antara dirinya dengan Wisesa, atau Wisesa akan semakin murka kepada perempuan itu hingga tak segan-segan membunuhnya. Maka, sebelum hal itu terjadi Baraka segera menyambar perempuan yang terkapar itu dan membawanya lari dengan gerakan melebihi kecepatan anak panah.Zlaap...!Tentu saja hilangnya perempuan itu membuat Wisesa bingung dan semakin murka, sehingga ia berteriak-teriak sendiri melepas kemarahannya sambil menghantamkan tenaga dalamnya ke beberapa pohon.Perempuan
Belati Binal tidak bisa bicara lagi. Wajah Pendekar Kera Sakti memperlihatkan kebulatan tekadnya yang nggak bisa dicegah lagi. Namun hati Belati Binal diamdiam menyimpan kecemasan, karena empat hari yang lalu ia mendengar kabar bahwa Ratu Cadar Jenazah menyatakan kesediannya membantu pihak Dalang Setan jika musuh Dalang Setan yang akan dihancurkan adalah Nyai Camar Langit. Jika sampai Baraka berhadapan dengan Dalang Setan, tentunya pihak Ratu Cadar Jenazah akan ikut menyerang Pendekar Kera Sakti.Padahal kesaktian Ratu Cadar Jenazah jika digabungkan dengan ilmunya si Dalang Setan akan menjadi suatu kekuatan yang sulit ditumbangkan."Kalau kularang, dia pasti akan marah padaku," pikir Belati Binal. "Kalau kubiarkan dia dapat mengalami celaka, bisa-bisa membawa kematiannya tiba. Lalu bagaimana aku harus mencegah niatnya itu? aku harus menggunakan siasat agar Baraka tidak berhadapan dengan dua kekuatan yang membahayakan itu."-o0o-MALAM itu ju
"Pekerjaan lama apa?""Menjambret barang orang!""Konyol kamu, ah! sudah, sudah, kita segera temui gurumu dulu, yuk. Jangan menunda masalah ini karena Dalang Setan tak mau menunda dendamnya pula. Kita harus bergerak lebih cepat dan jangan sampai kalah cepat dengan gerakannya.""Kalau memang tekadmu sudah bulat begitu, sebaiknya sekarang juga kita harus berangkat supaya sampai di Lembah Nirwana hari masih gelap. Biar tak ada orang yang tahu kalau aku datang bersamamu.""Memangnya kenapa kalau ada yang tahu?""Sekadar menghindari keributan di antara murid wanita saja!" jawab Belati Binal sambil melengos dengan wajah masih cemberut.Baraka mengerti maksudnya, sehingga ia tertawa pelan bagaikan orang menggumam. "Rupanya dia nggak mau kalau aku jadi bahan tontonan teman-teman wanitanya di sana! Ada rasa tak rela kalau gadis lain mengagumiku. Hmm... aneh juga cewek yang satu ini! gregetan sekali aku jadinya. Enaknya dicium saja, ah... siapa tahu d
Menurutnya Rembulan Pantai bisa mati di perjalanan karena termakan racun dalam pisaunya itu. racun tersebut bekerja dengan cepat dan ganas, sukar disembuhkan. Kalau saja Rembulan Pantai bisa bertahan sampai bertemu Ratu Cadar Jenazah, maka ia akan selamat, karena sang Ratu termasuk salah satu orang yang ahli dalam hal racun meracun.Baraka tak bisa membuka mata. Namun hatinya masih bisa bicara, "Sialan! Aku dibiarkan terkapar di tempat berembun begini. Konyol juga si Belati Binal itu. Pakai mau kejar Rembulan Pantai segala. Kena tacun 'Tapak Kubur' baru tahu rasa lu!"Baraka tahu siapa yang menyerangnya secara tiba-tiba itu. suara percapakan kedua gadis tersebut bisa diterima pendengarannya. Hanya itu yang bisa dilakukan Baraka, tapi tak ada gerakan yang mampu dilakukan walau sedikit pun.Dan hati Baraka menjadi lega ketika ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia yakin itu suara langkah kaki Belati Binal. Suara si gadis pelacak pun di dengarnya walau pelan.
Mendengar ucapan itu Baraka hanya bisa tertawa dalam hati dan berkata, "Makanya jangan munafik, Neng! Kalau mau bilang saja mau, kalau suka bilang saja suka, jangan pakai berlagak sombong dan ketus padaku. Kamu sok acuh sih, sok menyimpan senyuman, akhirnya aku jadi nggak tahu kalau kau suka padaku, Neng. Kasihan juga kau sebenarnya. Terserah deh, mau kau apakan aku malam ini, itu sudah kekuasaanmu karena aku tak berdaya. Apa pun yang ingin kau lakukan, percayalah aku merasakannya dengan senang hati, Neng!"Gerimis makin lebat. Sudah bisa dikatakan semi hujan. Hawa dingin membuat badan Belati Binal bergidik sesekali. Lalu ia merebah di samping Baraka dan berkata bagaikan bicara pada diri sendiri. "Kayaknya memang harus menginap di sini sampai tunggu hujan reda. Kalau nekat teruskan perjalanan, sakitmu bisa jadi lebih parah karena terkena air hujan. Setidaknya kau akan masuk angin dan aku tak mau kau sakit seringan apa pun," sambil memiringkan badan dan mengusap-usap rambut Ba
"Pergilah ke belakang dan biarkan aku bicara dengan Pendekar Kera Sakti," kata sang Guru."Baik, Nyai Guru..." jawabnya patuh, lalu dengan langkah gontai ia pergi tinggalkan tempat pertemuan itu.Baraka memandanginya dengan sedih pula. Lalu, Baraka mencoba berkata dengan hati-hati kepada Nyai Camar Langit."Apakah keputusan itu tidak terlalu kejam bagi gadis seberani dia, Nyai?"Dengan suara pelan sang Nyai menjawab, "Hanya siasat untuk selamatkan nyawanya saja. Sebenarnya aku tak ingin keluarkan sangsi seperti itu kecuali kepada murid yang melakukan pelanggaran kelewat batas."Baraka manggut-manggut. Setelah diam sejenak, Nyai Camar Langit mulai perdengarkan suaranya lagi dengan tenang, "Kalau boleh kutahu, apa yang membuatmu ingin mengambil alih persoalan ini, Baraka? Apakah... apakah karena kau punya maksud tertentu kepada muridku Belati Binal?"Baraka sunggingkan senyum kalemnya. "Dalang Setan pernah menantangku bertarung, tepatnya di Ju