"Aku.... Ah! Apa perlunya aku memperkenalkan dirl...," tukas Baraka. "Aku sedang mencari seorang kakek berpakaian serba kuning, kulit tubuhnya berwarna kuning pula seperti dilumuri air perasan kunyit. Apakah Tuan Barata melihat orang yang kucarl itu?"
"Trondol! Ditanya tidak menjawab, malah balik bertanya! Hmmm.... Agaknya, kau teman kakek jahanam itu! Karena dia telah melukai empat saudara seperguruanku, ada baiknya blla kau turut diberi pelajaran!"
Usai berkata, Barata memberi Isyarat kepada adik-adik seperguruannya untuk menyerang Baraka. Tentu saja Baraka terkejut. Dia tidak bersalah, kenapa mesti diserang?
"Uh! Aku tak punya maksud jahatl Aku hanya mencari seorang kakek berpakaian serba kuning!" seru Baraka sambil berkelit ke sana-sini.
"Orang yang kau cari pergi ke timur!" sahut salah seorang pengeroyok Baraka. "Kalau ingin mencarinya, terimalah hukumanmu dulu!"
Belasan pemuda yang mengeroyok Baraka semakin menyerang ganas. Ketika Barata turu
Sebagai manusia biasa yang juga punya hati dan perasaan, tentu saja Pendekar Kera Sakti tak sampai hati melihat orang jahat meiukai ibunya. Oleh karena itu, Pendekar Kera Sakti hendak meloncat keluar dari tempat persembunyiannya untuk menyelamatkan jiwa ibunya.Namun mendadak, kata-kata Ratu Perut Bumi mengiang di telinganya.... "Sebeium kau gunakan kekuatan gaib cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa', satu pesanku, jangan pernah kau lupakan. Kau jangan mengubah sesuatu yang telah terjadi..."Teringat akan pesan wanita berdarah si uman itu, Pendekar Kera Sakti tak jadi melaksanakan niatnya. Dia Cuma menunduk dengan hati perih teriris-iris...."ibu... Ibu...," desis Pendekar Kera Sakti, berulang kali.Pemuda lugu itu memejamkan kelopak matanya rapat-rapat. Seiain tak kuasa melihat pertempuran yang tengah beriangsung di hadapannya, dia pun berusaha menahan air mata yang hendak tumpah.Dia tak boleh menangis. Kalau sampai menangis, berarti dia tidak tab
Namun demikian, tendangan itu sudah cukup mampu untuk membuat tubuh Banyak Langkir mencelat lima tombak ke udara, lalu jatuh berdebam di tanah. Malangnya, kepala Banyak Langkir membentur sebongkah batu kasar. Bukan saja kesadarannya jadi hilang, tapi dahinya juga robek sepanjang jari kelingking....Mendadak Raja Penyasar Sukma menjerit lirih. Kakek berperawakan kekar itu tersurut mundur dengan iangkah terhuyung-huyung. Telapak tangan kanannya menekap dahi. Takkala dibuka, ternyata di dahi si kakek telah terdapat bekas luka sepanjang jari kelingking!"Haram jadah!" geram Raja Penyasar Sukma dengan dengus napas memburu, terbawa desakan hawa amarah. Ditatapnya sosok Banyak Langkir muda yang rebah telentang dalam keadaan tak sadarkan diri. Ditatapnya pula sosok Pendekar Kera Sakti yang tengah membopong Baraka kecil."Setan alas...!" geram Raja Penyasar Sukma lagi."Kubunuh kalian semua! Kubunuh. kalian semua...!" Suara yang keluar dari mulut Raja Penyasar Suk
Mendengar pertanyaan Itu, benak Pendekar Kera Sakti jadi keruh. Di lereng Bukit Takeran beberapa waktu tadi, dia kelepasan bicara dan memperkenalkan diri sebagai Baraka. Haruskah sekarang ini dia memperkenaikan dirinya lagi sebagai Baraka , putra pendekar wanita yang hampir dijemput maut itu? Apakah hal itu tidak akan membuat persoalan jadi lebih rumit?"Aku dan Baraka putraku mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas pertolonganmu, Anak Muda..,,"'ujar Dewi Salindri saat melihat Pendekar Kera Sakti diam termenung. "Namun..., agar dl akhir hayatku, aku tak menjadi penasaran..., jawablah pertanyaanku. Siapakah kau Ini sebenarnya? Dan, kenapa kau selalu menyebutku 'Ibu'?"Melihat tatapan Dewi Salindri yang memohon jawaban tak dapat Pendekar Kera Sakti berdiam diri terlalu lama. Tapi, benak pemuda remaja itu diliputi keraguan bercampur bingung. Jika berterus terang, dia takut dianggap berdusta. Keberadaan Pendekar Kera Sakti di tempat itu memang amat sulit untuk diterima
"Dia tidak boleh lolos.... Aku harus mengejarnya...!" tekat Pendekar Kera Sakti, penasaran.Pemuda remaja itu menarik napas panjang berulang kali. Jantungnya yang berdegup amat kencang terasa menyesakkan dada. Sambil tetap duduk mendeprok di tanah, dia pejamkan keiopak mata. Dikeluarkannya ilmu 'Getaran Raga Pelacak Jejak' yang baru didapat dari Setan Bodong. Pemuda dari Lembah Kera itu berusaha mencari jejak Raja Penyasar Sukma.Setelah mengetahui di mana si kakek berada, Pendekar Kera Sakti membuka kelopak matanya kembali, lalu mengeluarkan cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa' dari lipatan baju bagian daiam. Dengan menggunakan kekuatan gaib cermirn milik Ratu Perut Bumi itu, Pendekar Kera Sakti hendak menyusul kepergian Raja Penyasar,Sukma. Dan tak lama kemudian, sosok Pendekar Kera Sakti pun lenyap dari pandangan...-o0o-Gedung Partai Naga Timur....Aji Pamenak yang tengah bersemadi di kamar pribadinya terkesiap kaget. Kelopak matanya
Di hadapan kakek yang tampaknya tengah ber semadi itu terdapat sebilah pedang terhunus. Ujung pedang berdiri menancap dl tanah sampai seperempat bagian. Anehnya, pedang berukuran besar dan panjang melebihi ukuran pedang biasa itu bilahnya berlekuk-lekuk seperti keris, dan memancarkan sinar merah berkilat! Pedang itu adalah Pedang Naga Kresna.Sementara, Setan Selaksa Wajah sedang membangkitkan kekuatan gaibnya untuk mempengaruhi jalan pikiran empat keturunan Pendekar Naga!Pendekar Naga adaiah pendiri Partai Naga yang pernah berjaya pada masa pemerintahan Darma Saksana, ayah Darma Sagotra, atau kakek dari Yudha Pasulangit!Hampir seluruh perjalanan hidup Pendekar Naga, disumbangkan untuk satu tujuan, yaitu menegakkan keadilan. Sehingga, nama Pendekar Naga kala itu sangat harum dan termashyur. Rakyat Mahespati mengeluelukannya sebagai seorang pendekar sejati yang sangat ringan tangan dalam membela kaum lemah yang tertindas.Saat usia tua datang menggerogot
DALAM keadaan terluka parah, Raja Penyasar Sukma kembali ke masa kehidupan yang sebenarnya. Kini, kakek yang telah termakan tipu muslihat Setan Selaksa Wajah itu berjalan tertatih di sebuah dataran berbatu-batu. Cairan darah si kakek teriihat masih mengucur keluar lewat lukaluka di tubuhnya, membuat keadaannya jadi amat lemah.Berkali-kali dia jatuh terduduk. Tulang-belulangnya terasa telah remuk Kulit tubuhnya pun seperti dibeset, hingga mendatangkan rasa perih luar biasa."Aku harus segera bersembunyi! Aku harus menghindari pertemuan dengan bocah gemblung itu!" pikir Raja Penyasar Sukma seraya mempercepat iangkah.Kakek yang sekujur tubuhnya berwarna kuning seperti dilumuri air perasan kunyit itu mencoba berlari cepat dengan mempergunakan ilmu peringan tubuh. Dia hendak mencari tempat persembunyian agar Pendekar Kera Sakti tak dapat menemukannya. Tapi..., karena terlalu banyak mengempos tenaga, cairan darah yang keluar dari luka-lukanya semakin mengucur deras.
Pendekar Kera Sakti menarik napas panjang untuk menetapkan hati. Melihat Raja Penyasar Sukma melangkah ke arahnya, si pemuda tak menjadi giris ataupun gentar, walau tubuh kakek itu telah berukuran nyaris sebesar gajahlSaat sosok Raja Penyasar Sukma telah berada tiga tombak dari hadapannya, Pendekar Kera Sakti mendahului menyerang. Suling Krishna-nya membabat dan menusuk!Dan..., tampaknya pada saat itu Raja Penyasar Sukma bukanlah iawan yang seimbang bagi Pendekar Kera Sakti. Hanya. dalam beberapa gebrakan, Raja Penyasar Sukma telah dibuat kerepotan. Apalagi setelah Pendekar Kera Sakti mengerahkan Ilmu ‘Angin Es Dan Api’.Tubuh raksasa Raja Penyasar Sukma menjadi bulan-bulanan. Pukulan dan tendangan Pendekar Kera Sakti berkali-kali mendarat telak. Hingga kemudian....Jjrusss...!"Akkhhh...!"Diiringi jerit panjang menyayat hati, tubuh raksasa Raja Penyasar Sukma jatuh berdebam di tanah. Tusukan Suling Krishna tepat bersarang di
Tubuh lemah Pendekar Kera Sakti yang masih tak sadarkan din tampak terbaring daiam bopongan tangan kekar lelaki itu. Sementara, Setan Selaksa Wajah menatapnya dengan sinar mata berkiiat-kiiat penuh dendam kesumat.Tempo hari, Ksatria Topeng Putih pernah membuat Setan Selaksa Wajah mendapat celaka. Karena ingat perbuatan Ksatria Topeng Putih itulah, Setan Selaksa Wajah jadi tampak sangat bernafsu untuk menjatuhkan tangan maut. Dengan bola mata melotot besar, rahang Setan Selaksa Wajah menggembung. Hingga berbentuk balok persegi. Bahunya naik turun terbawa dengus napasnya yang memburu. Cairan darahnya menggelegak naik sampai ke ubun-ubun. Hingga, pergelangan tangan kanannyn yeng mencekal bilah Pedang Naga Kresna tampak bergetar kencang."Aku tahu kau amat marah. Aku tahu kau sangat bernafsu untuk membunuhku...," ujar Ksatria Topeng Putih, tenang berwibawa. "Tapi..., kau pun harus tahu jika" aku juga merasakan apa yang tengah kau rasakan sekarang ini, Mahisa Lodra, Bukan
Bukit itu tidak terlalu tinggi. Tanamannya tidak begitu rimbun. Bagian puncak bukit termasuk datar dan mempunyai tempat yang enak untuk sebuah pertarungan. Rimbunan semaknya tumbuh secara berkelompokkelompok. Dan di salah satu rimbunan semak berdaun lebar itulah Baraka bersembunyi mengintai sebuah pertarungan. Ternyata pertarungan itu adalah pertarungan yang tidak disangka-sangka oleh Baraka. Bukan pertarungan Raja Hantu Malam melawan Dampu Sabang, melainkan pertarungan antara Sumbaruni dengan orang berkerudung kain hitam dan membawa senjata tombak El Maut yang ujungnya mirip sabit.Orang itu adalah tokoh sesat yang diburu-buru oleh Pendekar Kera Sakti selama ini. Dia tak lain adalah Siluman Selaksa Nyawa, yang mempunyai wajah pucat dan dingin.Tentu saja Pendekar Kera Sakti terkejut sekali melihat tokoh sesat itu muncul di bukit tersebut dan lakukan pertarungan dengan Sumbaruni. Apa persoalan mereka, Baraka tidak tahu secara pasti. Tetapi sebagai orang yang sudah bebe
"Jadi... selama ini kaulah yang memberi kabar tentang pemuda-pemuda yang akan diculiknya?""Ya. Karena itu syarat untuk menjadi muridnya.""Kau salah, Sundari. Kau tidak boleh membantu pihak yang sesat seperti Nyai Sedah itu.""Tapi aku ingin memiliki ilmu seperti yang dimilikinya!""Ada jalan lain, tanpa harus membantunya melakukan kejahatan."Sundari kian menangis di sela malam bercahaya rembulan. Baraka mencoba memahami jalan pikiran lugu gadis desa itu. Akhirnya ia bertanya, "Lalu mengapa kau tadi mau dibunuhnya?""Sejak kemarin ia mencarimu, tapi aku tak mau kasih tahu di mana dirimu! Aku takut kau dijadikan korban seperti pemuda lainnya. Lalu, malam ini ia mendesakku lagi, tapi tidak percaya kalau kukatakan bahwa kau ke puncak. Rupanya dia bermaksud serahkan dirimu kepada suaminya, yang juga sebagai gurunya, ia merelakan diperistri oleh suaminya itu hanya untuk dapatkan ilmu-ilmu sakti seperti yang dimilikinya sekarang ini. Tapi menuru
"Dia ke puncak! Carilah di puncak sana!" jawab Sundari dengan rasa marah yang tak mampu dilampiaskan. Tangisnya kian terdengar jelas dari tempat Baraka bersembunyi di atas pohon."Tidak mungkin, Sundari! Aku bukan orang bodoh yang bisa kau bohongi! Kau ingin menjebakku di puncak sana, bukan!""Ttt... tidak!""Kau bohong! Aku jadi muak padamu!"Sreeet...!Orang berkerudung hitam itu mencabut pisau sepanjang dua jengkal dari balik baju hitamnya. Pisau itu hendak ditikamkan ke dada Sundari. Tapi Baraka segera lepaskan pukulan 'Jari Guntur'-nya lewat sentilan tangan.Taaas...!Tenaga dalam yang dilepaskan lewat sentilan tangannya itu tepat kenai pelipis orang berpakaian hitam.Dees...!Orang itu pun tersentak dan terpelanting ke samping bagaikan terkena tendangan kuda binal. Ia berguling-guling tiga kali, lalu cepat ambil sikap berdiri lagi.Wuuut...! Jleeg...!Baraka turun dari atas pohon langsung berhadapan d
Dengan gemuruh kemarahan mulai membakar darah dan menyesakkan dada, Pendekar Kera Sakti segera jejakkan kaki ke tanah dan melesat pergi menuju puncak Gunung Keong Langit itu. ia harus bisa mencapai pondok Raja Hantu Malam sebelum bumi menjadi gelap dan malam pun tiba."Tapi tunggu dulu," katanya sendiri. "Jika benar kata Dul, bahwa pembantaian itu dilakukan pada malam hari, maka ada baiknya aku justru mengintai di dekat pondoknya, apakah ia keluar pada malam hari atau tetap di tempat?"Sampai puncak gunung suasana telah gelap. Hawa dingin begitu mencekam kuat. Namun Baraka berusaha tetap di balik kerimbunan semak, mengawasi pondok Raja Hantu Malam. Berulang kali ia garuk-garuk kepala untuk menghalau hawa dingin yang hadir bersama kabut putih.Untung saja Baraka memiliki Ilmu Angin Es Dan Api ditubuhnya. Seandainya tidak, maka tubuhnya akan berubah menjadi gumpalan salju dan darahnya akan membeku dicekam hawa dingin yang amat tinggi itu. Ilmu Angin Es Dan Api yan
Sukat menimpali kata, "Waktu kami tiba, masih ada yang bertahan hidup dalam luka parah. Dia sempat memberi tahu bahwa musibah ini terjadi dua hari yang lalu. Seseorang telah datang dan mengamuk ganas di sini.""Mana temanmu yang terluka parah itu? Aku ingin menanyainya.""Tidak bisa," jawab Sukat dengan sedih."Hanya menanyakan sesuatu saja.""Tetap tidak bisa.""Kenapa?""Karena dia sudah pergi, nyawanya terbang sebelum siang tiba," jawab Sukat yang berambut cepak dan berwajah cengeng itu. Ia menangis walau tak terdengar suara isakannya."Apakah dia tahu siapa orang yang membantai teman-temanmu ini?"Dul yang menjawab, "Menurut keterangannya, orang itu berjuluk Raja Hantu Malam. Datangnya pada malam hari."Seketika itu alis mata Baraka beradu, dahi berkerut, dan mata menatap tajam, ia sangat terkejut mendengar nama itu disebutkan oleh si Dul. Ia hampir-hampir tidak mempercayainya. Dengan segera napas pun ditarik dan dih
"Siapa namamu, Sobat?" tanya Baraka mengakrabkan diri."Dul," jawabnya singkat tanpa berani memandang."Dul siapa?""Dul ya Dul," jawabnya makin merasa terpojok, ia berhenti menebangi anak bambu dan memasukkan goloknya. Lalu tanpa memandang lagi ia pergi meninggalkan Baraka, ia merasa lebih baik segera tinggalkan tempat itu karena merasa cemas kalau-kalau orang yang tadi dikuntitnya tiba-tiba menyerang ganas.Dalam hatinya mengakui bahwa orang yang dikuntitnya itu ilmunya sangat tinggi, tidak sebanding dengan ilmunya sendiri. Mulanya Dul melangkah pelan-pelan, berlagak santai. Makin lama melirik ke belakang, melihat Baraka masih di tempat memandanginya. Langkahnya sedikit cepat, tapi masih dibuat sesantai mungkin.Lama-lama, wuuut..! ia melarikan diri secepat-cepatnya dan ingin memberitahukan kehadiran Baraka kepada seorang teman.Zlaaap...!Baraka pun cepat tinggalkan tempat, bergerak bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Dalam wa
Melihat kenyataan seperti itu, Baraka merasa perlu menemui Ratu Asmaradani dan mengungkapkan isi hatinya. Tapi terlebih dulu ia ingin sempatkan singgah ke Lembah Sunyi untuk temui Resi Wulung Gading, ia ingin perkenalkan diri kepada tokoh sakti yang termasuk keponakan Eyang Nini Galih, yaitu guru dari Dewi Pedang.Menurut penjelasan Raja Hantu Malam, padepokan Resi Wulung Gading terletak di seberang sungai berair kuning, alias sungai belerang. Sungai air kuning itu kini telah ditemukan Pendekar Kera Sakti, tinggal mencari jembatan untuk menyeberangi sungai tersebut dan mencari padepokan itu. Karena jembatan penyeberangan itu tidak ditemukan oleh Pendekar Kera Sakti, maka ia terpaksa memetik beberapa daun yang lebarnya seukuran telapak tangan.Dengan melemparkan daun-daun itu ke permukaan sungai, Baraka melompat dari daun ke daun menggunakan ilmu peringan tubuhnya. Sambil berpijak pada daun yang satu, daun yang lain dilemparkan ke depan dan menjadi pijakan berikutnya. C
Raja Hantu Malam manggut-manggut "Sudah kukatakan, aku tahu silsilah guru-gurumu, sampai pada anak-anak Purbapati dan Nini Galih, guru dari si Setan Bodong dan Dewi Pedang itu. Purbapati dan Nini Galih mempunyai tujuh anak, tapi yang hidup hanya tiga orang, yaitu Durmagati, Begawan Sangga Mega, dan Raja Nujum. Durmagati mempunyai anak Wicara Sanca dan Rawana Baka. Tetapi Rawana Baka menjadi manusia sesat, dan berjuluk Siluman Selaksa Nyawa, ia membunuh kakaknya sendiri, juga ayah ibunya dibunuhnya pula. Rawana Baka terkena kutuk dari kakeknya menjadi orang sesat selama tiga ratus tahun, karena ia memperkosa neneknya sendiri. Sekarang usia Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa baru mencapai dua ratus lima belas tahun, jadi ia masih punya waktu menjadi orang sesat selama delapan puluh lima tahun lagi."Baraka manggut-manggut, membenarkan cerita itu, karena ia pernah mendengar cerita tersebut dari mulut Hantu Laut yang tak sadar akan segala apa yang diucapkannya itu."Ka
"Sekalipun aku sudah menjadi orang baik, tapi julukan itu sepertinya masih melekat pada diriku, sehingga sampai sekarang masih banyak yang memanggilku dengan julukan Raja Hantu Malam. Padahal aku lebih suka jika dipanggil dengan nama Ki Randu Papak saja. Di sini aku mengasingkan diri, sekadar untuk membuat mereka lupa dengan nama Raja Hantu Malam. Ternyata cara itu belum bisa dikatakan berhasil, buktinya kau datang kemari dan mencariku dengan nama Raja Hantu Malam. Mau tak mau aku harus mau menyandang julukan yang sudah tak kusukai itu. Aku sengaja mengasingkan diri di sini untuk menebus tingkah lakuku masa lalu dan menjauhi pertikaian dengan siapa pun. Tapi nyatanya masih ada yang mengusikku, seperti halnya Nini Pancungsari dan yang lainnya.""Aku pernah melihatmu bertarung di seberang Puncak Karang, Ki.""Ya. Beberapa waktu yang lalu aku memang terlibat pertikaian dengan seseorang di sana. Aku mencoba untuk tidak melawan, tapi aku hampir saja mati konyol, sehingga ma