Di tepi Hutan Saradan, Setan Bodong tertawa terkekeh-kekeh melihat Pendekar Kera Sakti tampak kepayahan. Napas pemuda remaja itu memburu dan terdengar ngos-ngosan. Kulit wajahnya memerah dengan peluh berlelehan....
Namun..., saat langkah Pendekar Kera Sakti telah dekat, Setan Bodong terkesiap. Hidungnya mencium aroma wangi kayu cendana. Aroma yang menebar dari rompi kulat ular emas Pendekar Kera Sakti itu membuat kepala Setan Bodong jadi pening.
"Hmmm.... Rompi bocah itu mengandung kekuatan 'Penakluk Wanita'. Bila rompinya terkena air keringat akan menebarkan aroma wangi yang bisa membuat wanita lupa daratan...," pikir Setan Bodong.
"Hmmm.... Untung aku lelaki. Kalau tidak, pastilah aku akan jatuh tak berdaya dalam pelukannya...."
Setan Bodong menggeleng-geleng seraya mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi kepalanya dari rasa pening. Sementara, Pendekar Kera Sakti yang telah berdiri di hadapan Setan Bodong tampak terbatuk-batuk karena terlalu memaksaka
Lembah Dewa Dewi adalah sebuah tempat berupa dataran berbatu-batu yang amat tersembunyi. Terletak di dekat muara sebuah sungai yang berarus deras. Kecuali anggota Komplotan Lembah Dewa Dewi, tak seorang pun tokoh rimba persilatan yang tahu letak tempat itu. Sebab, selain keadaan alamnya yang tak bersahabat dengan manusia, Lembah Dewa Dewi juga dipagari dengan suatu benteng kekuatan gaib yang sulit ditembus.Benteng kekuatan gaib ciptaan Bidadari Alam Kelam itu dapat menyesatkan setiap manusia yang datang, bahkan bisa mendatangkan ancaman kematian. Oleh karenanya, kaum rimba persilatan cuma dapat mendengar keberadaan Lembah Dewa Dewi tanpa pernah tahu di mana letak tempat itu sebenarnya."Kalau Bidadari Alam Kelam bersedia menuruti apa yang kuinginkan, aku yakin semuanya akan berjalan dengan baik...," gumam Setan Selaksa Wajah."Mudah-mudahan perempuan itu masih menyimpan rasa hatinya terhadapku, sehingga aku dapat memanfaatkan ilmu kepandaiannya...."Samb
"Manisku, Bidadari Alam Kelam...!" seru Setan Selaksa Wajah, keras menggelegar, "Bukalah 'Gerbang Kelam'-mu, Manisku! Ini aku yang datang..., Setan Selaksa Wajah!" Teriakan kakek berwajah pemuda itu membahana beberapa lama, mengalahkan suara gemuruh arus sungai yang deras. Tapi, balok kayu yang menopang tubuh si kakek tetap tertahan oleh benteng kekuatan gaib yang melintang di aliran sungai. Bidadari Alam Kelam pun tak menampakkan diri.Setan Selaksa Wajah yang pada dasarnya punya sifat tak sabaran dan lekas naik darah, menggerendeng penuh rasa gusar. Sekali lagi, dia berteriak lebih keras...."Aku yang datang, Manisku Bidadari Alam Kelam...! Cepat buka 'Gerbang Kelam'mu...!"Mencoba bersabar Setan Selaksa Wajah beberapa saat. Namun, yang menyambutnya cuma rasa kecewa belaka. Benteng gaib ciptaan Bidadari Alam Kelam tetap tak terbuka. Juga, tak ada sosok manusia lain yang muncul. Hanya gemuruh arus sungai yang menyahuti teriakan Setan Selaksa Wajah."Hmmm
Sebagai sesama anggota Komplotan Lembah Dewa Dewi, Setan Selaksa Wajah tahu benar sifat dan tabiat Bidadari Alam Kelam. Apabila wanita cantik itu tengah melakukan upacara persembahan, dia tak mau diganggu oleh siapa pun. Kalau diganggu, dia bisa berubah ganas dan bisa membunuh siapa saja yang berada di dekatnya.Sesaat kemudian, Bidadari Alam Kelam berhenti merapal mantra. Belasan orang berjubah dan berkerudung hitam yang berdiri di belakang wanita cantik itu turut menghentikan nyanyian mereka. Sementara, Setan Selaksa Wajah mendesah terus. Dengan tatapan matanya yang tajam menusuk, kakek berwajah pemuda itu seakan menyuruh Bidadari Alam Kelam untuk menyelesaikan upacara persembahannya."Wahai kau Dewa Langit, penguasa alam kegelapan..., sampailah saatnya aku memberikan kepadamu sebuah persembahan berupa darah bayi yang baru lahir...," ucap Bidadari Alam Kelam seraya mengangkat gelas di tangannya tinggi-tinggi.Suara wanita bertubuh amat menggiurkan itu terdenga
"Terpaksa! Hanya karena terpaksa! Aku tak mau mati konyol!" sahut Setan Selaksa Wajah penuh kesungguhan. "Oleh karena itu, kau harus mau membantuku, Manisku. Buatkan aku 'Benteng Rajah Abadi'....""Kalau aku menolak?""Kau harus mau! Aku mohon!""Kalau aku menolak permohonan mu?"Terdiam Setan Selaksa Wajah.Setan Selaksa Wajah itu jadi bingung mendengar tolakan Bidadari Alam Kelam. Namun, dia tak kurang akal. Perlahan dia beringsut dari kursi yang didudukmya. Lalu...."Kau cantik sekali, Manisku...."Sambil berkata demikian, Setan Selaksa Wajah menerkam tubuh Bidadari Alam Kelam. Langsung dilumatnya bibir wanita cantik itu.... Sementara, Bidadari Alam Kelam tampak menggelinjang merasakan ciuman ganas Setan Selaksa Wajah. Wanita cantik itu semakin menggelinjang kuat manakala jemari tangan Setan Selaksa Wajah bermain nakal di sekitar dadanya."Uh! Kau! Apa yang kau lakukan?"Bidadari Alam Kelam masih mencoba menegur. Tapi
Sambil berjongkok, Setan Bodong mengangkat telapak tangan kanannya tinggi-tinggi di atas kepala. Di lain kejap, pergelangan tangan kanan si kakek diselubungi lidah-lidah api merah yang panas menyala-nyala!Wuttt...! Blarrr...!Timbul ledakan keras menggelegar saat Setan Bodong menghantamkan telapak tangan kanannya ke batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air'. Batu mustika itu langsung hancur luluh menjadi serbuk halus yang tak mungkin dapat disatukan lagi. Bongkah batu yang dijadikan tumpuan turut hancur luluh. Pecahannya yang berupa serbuk lebih halus langsung menebar ke berbagai penjuru."Ha ha ha...! Kini, tak akan ada manusia yang dapat mencopot pusar ku! Ha ha ha...!"Ketika tertawa, perlahan kulit tubuh Setan Bodong berubah warna menjadi warna aslinya. Lidah-lidah api yang menyelubungi pergelangan tangan si kakek juga lenyap perlahan. Gumpalan pusarnya pun tak lagi berdiri tegak. Gumpalan Paging sebesar buah terong tua itu menggantung kembali,
Tanpa berkata apa-apa pula, Bidadari Alam Kelam menata ketiga puluh bendera kain yang melekat di sebatang lidi bambu itu ke atas altar. Setan Selaksa Wajah menatap sambil tersenyum senang saat melihat Bidadari Alam Kelam membuat tulisan rajah di permukaan kain bendera.Sesaat kemudian, setelah kain-kain bendera selesai ditulisi rajah semua, Bidadari Alam Kelam mundur dua langkah. Ditatapnya patung Dewa Langit beberapa lama, lalu dia berkata...."Wahai kau Dewa Langit..., penguasa alam kegelapan, bantu aku membuat 'Benteng Rajah Abadi'. Aku percaya..., dengan kekuatan hitam yang kau miliki, 'Benteng Rajah Abadi' yang kubuat akan mempunyai kekuatan dahsyat..., yang amat sulit ditembus! Ya! Aku percaya!"Di ujung kalimat Bidadari Alam Kelam, mendadak Dewa Langit yang hanya berupa patung batu berwujud manusia berkepala kerbau tampak bergetar tubuhnya!Bidadari Alam Kelam melangkah dua tindak ke depan seraya meraup tiga puluh bendera kuning yang terletak di at
"Kau... kau harus berjanji, Sayang...," bisik Setan Selaksa Wajah di antara dengus nafasnya yang memburu. "Dengan ilmu gaib 'Tabir Pengirim Raga', kau harus membawaku pergi ke hadapan Pendekar Kera Sakti dan Setan Bodong!""Ya! Ya!" sahut Bidadari Alam Kelam tanpa pikir panjang. Kedua anak manusia berlainan jenis itu bergelut lagi. Mengikuti desakan nafsu birahi....-o0o-“HUK! Huk! Ap... apa yang kau lakukan padaku Pak Tua...!" tegur Pendekar Kera Sakti dengan muka pucat. Pemuda itu hendak bangkit, tapi dia jatuh terduduk lagi. Tubuhnya malah terasa amat lemas. Setelah batuk-batuk beberapa lama, kembali gumpalan darah hitam pekat menyembur dari mulutnya!"Huk! Hoekkk...! Ap... apa kau hendak membunuhku, Pak Tua!"Pendekar Kera Sakti menegur lagi. Tubuhnya tampak terbungkuk-bungkuk karena menahan batuk. Sementara, Setan Bodong yang baru saja menghantam punggung pemuda dari lembah kera itu tampak tertawa terkekeh-kekeh."H
"Mati kau!" seru Dua Iblis Dari Gunung Batur, bersamaan. Dengan wajah pucat, terpaksa Baraka menghentakkan kedua tangannya yang telah berubah warna. Karena tak mau menjatuhkan tangan maut, Baraka cuma mengeluarkan seperempat bagian tenaga dalamnya. Namun...Wesss...!Dari telapak tangan kiri Baraka melesat lidah-lidah api kuning keemasan yang menebarkan hawa panas luar biasa. Dan, dari telapak tangan kanannya, keluar lapisan salju berwarna putih berkilat. Lapisan salju itu menebarkan hawa sangat dingin yang sanggup membekukan cairan apa pun!Karena lesatan pukulan jarak jauh itu amat cepat tiada terkira, Dua Iblis Dari Gunung Batur tak sempat mengelak lagi. Hingga....Blarrr...!"Akkhhh...!"Diiringi jerit panjang menyayat hati, tubuh Dua Iblis Dari Gunung Batur terlontar cepat ke angkasa. Dan ketika jatuh ke tanah, tubuh kedua kakek itu hanya tinggal kerangka tulangnya saja!Tulang-belulang tubuh Iblis Pencabut Jiwa yang tertimpa lap
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!