"Mati kau!" seru Dua Iblis Dari Gunung Batur, bersamaan. Dengan wajah pucat, terpaksa Baraka menghentakkan kedua tangannya yang telah berubah warna. Karena tak mau menjatuhkan tangan maut, Baraka cuma mengeluarkan seperempat bagian tenaga dalamnya. Namun...
Wesss...!
Dari telapak tangan kiri Baraka melesat lidah-lidah api kuning keemasan yang menebarkan hawa panas luar biasa. Dan, dari telapak tangan kanannya, keluar lapisan salju berwarna putih berkilat. Lapisan salju itu menebarkan hawa sangat dingin yang sanggup membekukan cairan apa pun!
Karena lesatan pukulan jarak jauh itu amat cepat tiada terkira, Dua Iblis Dari Gunung Batur tak sempat mengelak lagi. Hingga....
Blarrr...!
"Akkhhh...!"
Diiringi jerit panjang menyayat hati, tubuh Dua Iblis Dari Gunung Batur terlontar cepat ke angkasa. Dan ketika jatuh ke tanah, tubuh kedua kakek itu hanya tinggal kerangka tulangnya saja!
Tulang-belulang tubuh Iblis Pencabut Jiwa yang tertimpa lap
"Sekarang, antarkan aku ke hadapan Pendekar Kera Sakti dan Setan Bodong," pinta Setan Selaksa Wajah, keringat masih berlelehan di sekujur tubuhnya.Bidadari Alam Kelam tak menjawab. Wanita cantik itu sibuk merapikan pakaiannya."Aku sudah menuruti apa maumu. Bergegaslah kau keluarkan ilmu 'Tabir Pengirim Raga', Manisku Bidadari Alam Kelam...," desak Setan Selaksa Wajah."Hmmm.... Kupikir..., ada baiknya bila kau tinggal di sini selama dua hari...," sahut Bidadari Alam Kelam, pelan sekali."Tidak! Jelas itu tidak mungkin, Manisku...," tolak Setan Selaksa Wajah."Waktuku sangat singkat!""Pikirlah baik-baik! Kalau kau mau tinggal di sini dua hari lagi, berarti kau masih punya waktu satu hari untuk membinasakan Pendekar Kera Sakti dan Setan Bodong. Tapi, kau jangan khawatir tak akan dapat menjalankan tugas. Aku bersedia membantumu!"Terdiam Setan Selaksa Wajah. Apa yang dikatakan Bidadari Alam Kelam jelas merupakan satu tawaran amat bagu
"Padang Angin Neraka?""Ya!""Untuk apa?""Kau telah mendengar nama Raja Penyasar Sukma, bukan?"Baraka mengangguk."Aku hendak menghukum murid murtad ku itu!""Kalau begitu, aku ikut!" seru Baraka, tegas. "Aku juga ingin membuat perhitungan dengan manusia jahat itu!”Setan Bodong mengangguk gembira. Jika Pendekar Kera Sakti ikut bersamanya, dia yakin urusan dengan Raja Penyasar Sukma akan lebih mudah dibereskan. Namun ketika dia menjejak tanah untuk segera berkelebat pergi, Pendekar Kera Sakti mencegah."Tunggu dulu, Pak Tua!""Ada apa lagi?""Aku harus menguburkan kerangka Dua Iblis Dari Gunung Batur!""Peduli amat!""Jangan begitu, Pak Tua! Walau mereka orang jahat, mereka tetap manusia juga. Mereka pantas mendapat perlakuan seperti manusia pada umumnya. Mayat mereka walau telah menjadi tulang-belulang, harus tetap dikuburkan!"Mendadak, Setan Bodong tertawa terkekeh-kekeh. "He he he.
Maka dalam sekejap mata, tubuh Pendekar Kera Sakti seakan telah berubah menjadi segumpal asap berwarna biru. Timbul tiupan angin yang menderu ganas setiap pemuda dari lembah kera itu melancarkan pukulan dan tendangan. Sementara, Setan Selaksa Wajah yang masih kebingungan karena 'Benteng Rajah Abadi'-nya tertinggal, bergerak ke sana-sini dengan menggunakan ilmu peringan tubuhnya yang bernama 'Angin Pergi Tiada Berbekas'. Hingga, tubuh Pendekar Kera Sakti dan Setan Selaksa Wajah hanya terlihat berupa dua gumpal asap yang terus berlesatan dengan cepat."Kenapa kau tak membalas seranganku, Monyet Bau!" sentak Pendekar Kera Sakti di sela-sela serangannya."Hmmm.... Sengaja aku tak membalas! Bukankah kau dengar tadi? Aku menantangmu bertempur esok hari di Padang Angin Neraka!" sahut Setan Selaksa Wajah."Kenapa mesti menunggu esok hari? Hari ini juga aku harus dapat menghentikan semua kejahatanmu! Hiahhh...!" Memekik keras Pendekar Kera Sakti. Dia menyerang makin genc
PADANG ANGIN NERAKA... kaki langit timur. Hangat sinarnya menyapa ramah, menandakan hari telah berganti. Namun, walau cerah suasana pagi baru menampakkan diri, Setan Selaksa Wajah telah duduk terpekur di tengah Padang Angin Neraka. Kakek yang mampu merubah raut wajahnya menjadi seorang pemuda tampan itu tak peduli pada hembusan angin kencang yang terasa membeset kulit. Rambut dan kain bajunya tampak berkibaran. Tapi, si kakek tetap diam tertunduk tanpa bergeming sedikit pun. Sorot matanya tajam menusuk, menatap bungkusan kain hitam yang di dalamnya terdapat dua gumpal benda bulat.Sejak fajar menyingsing tadi, Setan Selaksa Wajah telah berada di hamparan tanah luas berpasir itu. Ada seseorang yang tengah dinantikannya. Pendekar Kera Sakti dan Setan Bodong. Ternyata tidak!"Banyak Langkirrr...!" teriak Setan Selaksa Wajah, menyebut nama kecil Raja Penyasar Sukma. "Aku menunggumu sedari tadi di tempat ini! Tidakkah kau ingin tahu akhir dari tugas yang kau beri kan...?" T
"Banyak Langkir...," sebut Setan Selaksa Wajah lagi. "'Benteng Rajah Abadi' akan mengurung mu sampai datangnya kiamat. Tapi, kau jangan khawatir. Kepala dua ekor kerbau yang ada di dekatmu itu adalah kerbau betina. Bila kau merasa kesepian, bolehlah kau tumpahkan hasrat mu kepada mereka! Ha ha ha...!""Jahanam!" maki Raja Penyasar Sukma, keras menggelegar. "Bagaimana mungkin kau bisa mendapatkan 'Benteng Rajah Abadi'! Kau pasti bersekongkol dengan Bidadari Alam Kelam!""Aku tidak tolol seperti dirimu, Banyak Langkir!" sahut Setan Selaksa Wajah."Ada banyak jalan untuk mewujudkan cita-cita. Ada banyak cara untuk mewujudkan keinginan! Aku terlalu pandai untuk kau jadikan budakmu! Aku terlalu pintar untuk kau perintah seenak perutmu! Dan..., kenyataan telah membuktikannya! Ha ha ha...!""Jahanam!"Sambil mengumpat, Raja Penyasar Sukma meloncat untuk menyerang Setan Selaksa Wajah. Tapi, tubuh kakek berpakaian serba kuning itu terpental balik, lalu jatu
"Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" kejut Pendekar Kera Sakti dengan tatapan nyalang. Meskipun pemuda dari lembah kera itu tak menderita luka dalam, tapi rasa kaget sudah cukup mampu untuk rnembuat dadanya jadi sesak."Sudah kubilang, tahan hawa amarahmu dulu!" sahut Setan Bodong. Sewaktu pukulan jarak jauh Pendekar Kera Sakti terpental balik, kakek gendut ini bergerak menghindar cepat sekaii, sehingga tak ada setitik pun salju yang menempel di tubuh ataupun pakaian yang dikenakannya."Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" seru Pendekar Kera Sakti lagi, seperti telah kehilangan ingatan."Kau memang pemuda tolol yang berlagak sok pandai!" sembur Setan Bodong tiba-tiba.Mendelik mata Pendekar Kera Sakti mendengar cacian kakek gendut itu. Tapi, si pemuda tak berbuat apa-apa. Dia menyadari kebodohannya sendiri."Kenapa pukulanku terpentai balik? Begitu saktikah dia hingga bisa menyerang orang tanpa menggerakkan tubuh?" ujar Baraka. Tatapannya beralih
"Untuk apa bendera itu?" tanya Baraka, kebodoh-bodohan. "Telah kukatakan tadi, Banyak Langkir bisa diserang dengan henda yang berisi kekuatan gaib. Lima beias bendera ini bisa digunakan untuk mewujudkan keinginan itu!"Di ujung kalimat Setan Bodong, tangan kanan Pendekar Kera Sakti berkelebat cepat sekali. Tahu-tahu lima belas bendera kuning kecil yang berada dalam cekalan Setan Bodong telah herpindah tangan. Lalu....Wuuttt....Pendekar Kera Sakti menyambitkan tiga bendera ke arah Raja Penyasar Sukma. Ujung-ujung bambu yang terlilit kain bendera itu meiesat cepat laksana anak panah lepas dari busur!Srattt...!Benar kata Setan.Bodong. Tiga bendera yang disambitkan Pendekar Kera Sakti dapat menembus kekuatan gaib 'Benteng Rajah Abadi'. Namun, karena kebetulan Raja Penyasar Sukma telah menyelesaikan semadinya, kakek berpakaian kuning itu dapat menghindari sambitan bendera, bahkan dua di antaranya dapat ditangkap."Keparat!" geram Raja Penyasa
Di lain kejap, sosok Setan Selaksa Wajah berubah menjadi segumpal asap merah yang berkelebat cepat di antara bongkah-bongkah batu besar dan tonjolan akar pepohonan. Tak jarang bayangan kakek berwajah pemuda itu melenting tinggi, melesat cepat di atas dedaunan.Tak seberapa kemudian,"Gua Secawan...," desis Setan Selaksa Wajah seraya menghentikan kelebatan tubuhnya. Kakek bertubuh kekar itu berdiri tegak di puncak Bukit Pralambang. Tatapan matanya tertuju ke bongkah-bongkah batu besar yang tersusun membentuk sebuah cawan raksasa. DI bawah susunan bongkah batu itu terdapat sebuah gua kecil yang disebut sebagai Gua Secawan. Namun, karena jalan masuknya tertutup oleh bongkah batu sebesar kerbau, wujud Gua Secawan jadi tak terlihat dari luar.Perlahan Setan Selaksa Wajah melangkah. Tanpa menemui kesulitan sedikit pun, dia menggeser bongkah batu yang menutupi mulut Gua Secawan. Setelah menatap kedalaman gua beberapa saat, Setan Selaksa Wajah melangkah masuk. Kebetulan
Dengan gemuruh kemarahan mulai membakar darah dan menyesakkan dada, Pendekar Kera Sakti segera jejakkan kaki ke tanah dan melesat pergi menuju puncak Gunung Keong Langit itu. ia harus bisa mencapai pondok Raja Hantu Malam sebelum bumi menjadi gelap dan malam pun tiba."Tapi tunggu dulu," katanya sendiri. "Jika benar kata Dul, bahwa pembantaian itu dilakukan pada malam hari, maka ada baiknya aku justru mengintai di dekat pondoknya, apakah ia keluar pada malam hari atau tetap di tempat?"Sampai puncak gunung suasana telah gelap. Hawa dingin begitu mencekam kuat. Namun Baraka berusaha tetap di balik kerimbunan semak, mengawasi pondok Raja Hantu Malam. Berulang kali ia garuk-garuk kepala untuk menghalau hawa dingin yang hadir bersama kabut putih.Untung saja Baraka memiliki Ilmu Angin Es Dan Api ditubuhnya. Seandainya tidak, maka tubuhnya akan berubah menjadi gumpalan salju dan darahnya akan membeku dicekam hawa dingin yang amat tinggi itu. Ilmu Angin Es Dan Api yan
Sukat menimpali kata, "Waktu kami tiba, masih ada yang bertahan hidup dalam luka parah. Dia sempat memberi tahu bahwa musibah ini terjadi dua hari yang lalu. Seseorang telah datang dan mengamuk ganas di sini.""Mana temanmu yang terluka parah itu? Aku ingin menanyainya.""Tidak bisa," jawab Sukat dengan sedih."Hanya menanyakan sesuatu saja.""Tetap tidak bisa.""Kenapa?""Karena dia sudah pergi, nyawanya terbang sebelum siang tiba," jawab Sukat yang berambut cepak dan berwajah cengeng itu. Ia menangis walau tak terdengar suara isakannya."Apakah dia tahu siapa orang yang membantai teman-temanmu ini?"Dul yang menjawab, "Menurut keterangannya, orang itu berjuluk Raja Hantu Malam. Datangnya pada malam hari."Seketika itu alis mata Baraka beradu, dahi berkerut, dan mata menatap tajam, ia sangat terkejut mendengar nama itu disebutkan oleh si Dul. Ia hampir-hampir tidak mempercayainya. Dengan segera napas pun ditarik dan dih
"Siapa namamu, Sobat?" tanya Baraka mengakrabkan diri."Dul," jawabnya singkat tanpa berani memandang."Dul siapa?""Dul ya Dul," jawabnya makin merasa terpojok, ia berhenti menebangi anak bambu dan memasukkan goloknya. Lalu tanpa memandang lagi ia pergi meninggalkan Baraka, ia merasa lebih baik segera tinggalkan tempat itu karena merasa cemas kalau-kalau orang yang tadi dikuntitnya tiba-tiba menyerang ganas.Dalam hatinya mengakui bahwa orang yang dikuntitnya itu ilmunya sangat tinggi, tidak sebanding dengan ilmunya sendiri. Mulanya Dul melangkah pelan-pelan, berlagak santai. Makin lama melirik ke belakang, melihat Baraka masih di tempat memandanginya. Langkahnya sedikit cepat, tapi masih dibuat sesantai mungkin.Lama-lama, wuuut..! ia melarikan diri secepat-cepatnya dan ingin memberitahukan kehadiran Baraka kepada seorang teman.Zlaaap...!Baraka pun cepat tinggalkan tempat, bergerak bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Dalam wa
Melihat kenyataan seperti itu, Baraka merasa perlu menemui Ratu Asmaradani dan mengungkapkan isi hatinya. Tapi terlebih dulu ia ingin sempatkan singgah ke Lembah Sunyi untuk temui Resi Wulung Gading, ia ingin perkenalkan diri kepada tokoh sakti yang termasuk keponakan Eyang Nini Galih, yaitu guru dari Dewi Pedang.Menurut penjelasan Raja Hantu Malam, padepokan Resi Wulung Gading terletak di seberang sungai berair kuning, alias sungai belerang. Sungai air kuning itu kini telah ditemukan Pendekar Kera Sakti, tinggal mencari jembatan untuk menyeberangi sungai tersebut dan mencari padepokan itu. Karena jembatan penyeberangan itu tidak ditemukan oleh Pendekar Kera Sakti, maka ia terpaksa memetik beberapa daun yang lebarnya seukuran telapak tangan.Dengan melemparkan daun-daun itu ke permukaan sungai, Baraka melompat dari daun ke daun menggunakan ilmu peringan tubuhnya. Sambil berpijak pada daun yang satu, daun yang lain dilemparkan ke depan dan menjadi pijakan berikutnya. C
Raja Hantu Malam manggut-manggut "Sudah kukatakan, aku tahu silsilah guru-gurumu, sampai pada anak-anak Purbapati dan Nini Galih, guru dari si Setan Bodong dan Dewi Pedang itu. Purbapati dan Nini Galih mempunyai tujuh anak, tapi yang hidup hanya tiga orang, yaitu Durmagati, Begawan Sangga Mega, dan Raja Nujum. Durmagati mempunyai anak Wicara Sanca dan Rawana Baka. Tetapi Rawana Baka menjadi manusia sesat, dan berjuluk Siluman Selaksa Nyawa, ia membunuh kakaknya sendiri, juga ayah ibunya dibunuhnya pula. Rawana Baka terkena kutuk dari kakeknya menjadi orang sesat selama tiga ratus tahun, karena ia memperkosa neneknya sendiri. Sekarang usia Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa baru mencapai dua ratus lima belas tahun, jadi ia masih punya waktu menjadi orang sesat selama delapan puluh lima tahun lagi."Baraka manggut-manggut, membenarkan cerita itu, karena ia pernah mendengar cerita tersebut dari mulut Hantu Laut yang tak sadar akan segala apa yang diucapkannya itu."Ka
"Sekalipun aku sudah menjadi orang baik, tapi julukan itu sepertinya masih melekat pada diriku, sehingga sampai sekarang masih banyak yang memanggilku dengan julukan Raja Hantu Malam. Padahal aku lebih suka jika dipanggil dengan nama Ki Randu Papak saja. Di sini aku mengasingkan diri, sekadar untuk membuat mereka lupa dengan nama Raja Hantu Malam. Ternyata cara itu belum bisa dikatakan berhasil, buktinya kau datang kemari dan mencariku dengan nama Raja Hantu Malam. Mau tak mau aku harus mau menyandang julukan yang sudah tak kusukai itu. Aku sengaja mengasingkan diri di sini untuk menebus tingkah lakuku masa lalu dan menjauhi pertikaian dengan siapa pun. Tapi nyatanya masih ada yang mengusikku, seperti halnya Nini Pancungsari dan yang lainnya.""Aku pernah melihatmu bertarung di seberang Puncak Karang, Ki.""Ya. Beberapa waktu yang lalu aku memang terlibat pertikaian dengan seseorang di sana. Aku mencoba untuk tidak melawan, tapi aku hampir saja mati konyol, sehingga ma
"Baik. Sekarang kalian unggul! Tapi ingat, akan kubalas kalian lebih kejam lagi. Dan kau, Manusia Bodoh! Sampai kapan pun masih tetap akan kutuntut nyawamu!"Wuuut...!Nini Pancungsari segera berkelebat pergi. Baraka bergegas mengejar, tapi sang kakek segera berseru, "Tahan...!"Pendekar Kera Sakti hentikan langkah, berpaling memandang sang kakak yang sedang melangkah dekati dirinya. Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena menahan luka di dalam dadanya."Jangan mengejar orang yang telah mengaku kalah dan menyerah.""Maaf, aku gemas sekali dengannya.""Apakah kau punya urusan dengan Nini Pancungsari?""Tidak, Kek. Tapi... entah mengapa aku gemas sekali dengannya, ia tadi nyaris membunuhmu.""Mengapa kau membelaku, Anak Muda?""Aku mengagumi ilmu kesaktianmu yang tenang sekali itu, Kek," jawab Baraka jujur, tak ada kesan memuji atau menyindir, tapi lebih berkesan polos."Siapa namamu?” tanya kakek itu
Wuuuttt...! Buuuhg...!"Aaahg...!" nenek itu terpekik, terlempar keras dan membentur sebatang pohon besar akibat terkena sodokan Suling Naga Krishnanya Baraka. Jika ia tidak punya ilmu tinggi, maka ia akan mengalami patah tulang di sekujur tubuhnya. Dan Baraka berani lakukan hal itu karena ia hanya ingin menahan serangan sang nenek kepada kakek jubah putih yang sudah tak berdaya itu. Baraka berani lakukan hal itu karena ia tahu sodokan suling mustikanya tidak akan membuat sang nenek menjadi parah. Sodokan suling itu hanya akan membuat tubuh sang nenek menjadi ngilu, mungkin juga memar biru pada bagian yang terkena sodokan."Bocah ingusan!" sentak sang nenek. "Apa maksudmu ikut campur urusanku! Apakah kau ingin mati di tangan Nini Pancungsari, hah!"Baraka tidak pedulikan keadaan sang nenek yang berang itu. Ia segera bergegas untuk menolong kakek berjubah putih yang diam-diam telah dikaguminya sejak pertama dilihat di atas Puncak Karang. Tetapi alangkah kagetnya
SUARA ledakan yang disusul dengan rontoknya dedaunan hutan membuat langkah Baraka terhenti di lereng gunung itu. Sebagian daun pohon sempat merontoki kepala Baraka. Sehelai daun diambilnya dari atas kepala, diperhatikan beberapa saat, lalu dahinya pun berkerut tajam."Gila!" gumam Baraka setelah mengetahui daun itu ternyata sudah menjadi debu namun masih membentuk warna dan serat aslinya. Daun itu hanya ditekan dengan dua jari sudah hancur dengan sendirinya."Tenaga dalam siapa yang sehebat ini? Aku yakin tak jauh dari sini ada pertarungan hebat. Hmmm...! Aku mendengar detak jantung di sebelah barat. Aku ingin tahu siapa pemilik ilmu tenaga dalam yang mampu membuat daun-daun berubah menjadi debu!"Ia pun segera melesat ke arah barat. Alangkah terkejutnya Pendekar Kera Sakti ketika mengetahui siapa orang yang bertarung pada saat itu. Seorang kakek berjubah putih, rambut putih, kumis dan jenggotnya putih, bertubuh kurus, mengenakan kalung batu-batuan warna merah k