Raseta dan Kobar bergegas bangkit dengan perasaan takut kepada orang berselempang pita lebar itu. Mereka tundukkan wajah, seakan siap menerima hukuman dari orang yang lebih punya kharisma ketimbang keduanya itu.
Baraka berkerut dahi memandangi lelaki berjenggot tipis warna hitam, dan berambut sedikit panjang namun diikat dengan kain satin, sama dengan warna selempangnya. Dalam hati Baraka bertanya-tanya, "Siapa orang ini? Agaknya ia adalah atasan dari Raseta dan Kobar."
Orang tersebut menghardik Raseta, "Apakah sang Ketua menugaskan kau untuk mengejar-ngejar perempuan!"
"Tidak, Ki Wirogo!"
"Kobar, kau sadar siapa orang yang baru saja kau hadapi itu?"
"Bocah ingusan, yang berlagak ingin menjadi pendekar pembela gadis gila itu, Ki Wirogo!"
Plook...!
Ki Wirogo menampar dengan kelebatan kaki kanannya. Wajah Kobar menjadi merah matang karena tamparan kaki tersebut. Kobar tak berani lakukan apa-apa kecuali segera bangkit dari jatuhnya dan k
"Palupi, apakah kau tahu di mana Pedang Kayu Petir itu berada?""Di sana. Jauh...!" jawab Palupi sambil memainkan rambut Baraka dari samping."Sebutkan letaknya, Palupi," desak Baraka.Palupi tersenyum-senyum. Matanya memandangi Baraka penuh ungkapan rasa kagum dan tertarik. Desakan Baraka itu tidak dijawab, tapi gadis itu berkata, "Kamu tampan sekali. Ganteng, iiih...! Aku gemas sekali padamu!" sambil Palupi mencubit pipi Baraka.Pendekar Kera Sakti diam saja, karena memaklumi tingkah si gadis gila. Seandainya Palupi tak gila, tentunya ia malu mencubit-cubit pipi pemuda tampan yang baru saja dikenalnya."Agaknya aku harus membujuk dengan sabar," pikir Baraka. "Sepertinya dia tahu rahasia pedang itu. Tapi karena otaknya terganggu, maka ia tak bisa jelaskan sebaik mungkin. Aku yakin, lama-lama gadis ini dapat berikan keterangan yang kuharapkan melalui mulutnya yang kadang bicara tidak sesuai dengan kehendak otaknya, melainkan sesuai dengan hati keci
Keduanya sama-sama berbadan tegap, tidak gemuk, tidak pula kurus. Melihat cara memandang mereka yang tajam, Baraka dapat menduga keduanya mempunyai ilmu yang lumayan. "Apakah gadis ini keluarga kalian?""Kau tak perlu tahu," jawab orang berikat kepala kuning."Yang jelas, jangan halangi niat kami membawa pulang gadis itu ke Muara Singa!""Muara Singa?" gumam Baraka sambil berkerut dahi pertanda merasa asing dengan nama tersebut. Lalu, Baraka bertanya kepada Palupi, "Apakah kau orang Muara Singa, Palupi?""Enak saja! Aku bukan keturunan seekor singa!" sentak Palupi dengan cemberut.Baraka kembali bicara kepada dua orang utusan dari Muara Singa itu, "Kelihatannya gadis ini tak mau dibawa pulang ke Muara Singa, Sobat.""Kami akan memaksanya!" kata si ikat kepala kuning dengan tegas."Kalau kalian memaksa, mungkin dengan terpaksa aku akan melindunginya.""Apa hakmu melindungi dan mempertahankan gadis itu, hah?" gertak si ikat kepal
Kini Kisworo yang mendorong tubuh Marjan hingga Marjan terpelanting mendekati Baraka. Jaraknya yang cukup dekat itu membuat Marjan cemas, takut dihantam Baraka. Karenanya, Marjan segera lepaskan serangan tangan kosongnya ke arah rahang kiri Baraka.Wuuut...!Kepala Baraka mundur dan pukulan itu tak kenai sasaran. Tapi Marjan segera tarik diri, lompat mundur dua langkah untuk atur jarak, ia segera lepaskan serangan dengan gunakan kakinya, tapi sebelum hal itu dilakukan, baru satu kaki diangkat, tiba-tiba Baraka sentilkan jarinya dan tenaga seperti kuda terlepas melalui sentilan 'Jari Guntur' itu, tepat kenai dada Marjan.Duuhg...!"Ehhg...!"Wuuuss...! Bruuk...!Marjan terpental bagaikan terbang terhembus badai kencang, ia jatuh terkapar di dekati kaki Kisworo. Matanya sempat terbeliak-beliak sebentar karena rasakan dada sakit dan napas tersumbat seketika. Mulutnya ternganga mencari udara. Kisworo segera menolongnya untuk bangkit tanpa menget
"Dungu Dipo! Oh, syukurlah kau lekas datang membantu kami!" ujar Marjan.Baraka membatin, "Siapa lagi orang yang dipanggil Dungu Dipo ini? Melihat keakraban mereka, agaknya Dungu Dipo ini juga orang Muara Singa. Tapi kelihatannya ia punya ilmu lebih tinggi dari Kisworo dan Marjan! Aku harus lebih waspada lagi dengan orang tua itu!"Dungu Dipo memang pantas dikatakan sebagai orang tua, karena rambutnya sudah mulai ditumbuhi uban walau belum begitu banyak. Usianya sekitar lima puluh tahunan. Tubuhnya agak kurus, tulang pipinya bertonjolan, matanya cekung, tapi mempunyai sorot pandangan mata lebih tajam lagi dari Marjan dan Kisworo. Ia tidak berkumis, namun berjenggot tipis. Rambutnya panjang, diikat dengan kain warna merah. Di pinggangnya terselip senjata golok panjang bergagang hitam melengkung.Orang yang beraut muka antara seram dan lucu itu mendekati Baraka dari arah samping, sehingga ia masih bisa berpaling ke arah Marjan dan Kisworo, namun juga bisa memandan
Claaap...!Dungu Dipo lepaskan pukulan pelumpuh urat berwarna kuning dari telapak tangannya. Sasarannya ke arah Palupi. Tapi selarik sinar kuning itu dihadang oleh Baraka dengan suling mustikanya.Traaap...! Sinar kuning itu membentur suling mustika, dan membias balik ke arah penyerangnya. Dungu Dipo kaget dan segera lompat bersalto ke belakang. Sinar kuning itu menghantam pohon.Duur...! Pohon berguncang, daunnya banyak yang gugur, tapi tidak mengalami perubahan apa-apa. Dungu Dipo segera berkelebat dalam satu lompatan ke arah Baraka. Lalu dari mulutnya disemburkan napas yang menghentak kuat.Wuuuss...!Hawa panas yang mampu melelehkan besi mendekati Baraka. Dengan cepat Pendekar Kera Sakti kibaskan Suling Naga Krishnanya ke depan.Wuuuss...!Angin deras bagaikan badai topang terhempas dari kibasan Suling Naga Krishna itu, membuat angin panas menyebar balik ke arah Dungu Dipo."Hiaaah...!"Dungu Dipo sentakkan kedua tan
"Agaknya mereka orang-orang Muara Singa," pikir Baraka sambil memperhatikan semua orang di situ menggenggam senjata dalam keadaan lemas. Mereka menggeliat-geliat pelan bagaikan ular keberatan badan. Mata mereka ada yang terpejam, ada yang terbuka sayu. Erangan mereka sangat lirih, bagaikan sedang menunggu ajal tiba."Jika hanya dengan pukulan, tak mungkin mereka mempunyai ciri luka yang sama: wajah membiru, mulut berbusa darah, rambut mereka sebagian rontok. Pasti mereka habis lakukan pertarungan dan terkena racun. Entah racun apa dan bagaimana cara kerjanya," pikir Pendekar Kera Sakti setelah menggaruk kepalanya. "Tapi agaknya aku belum terlambat. Masih bisa sembuhkan mereka dari racun itu."Maka, Baraka pun mengobati mereka dengan hawa ‘Kristal Bening’ miliknya kepada orang yang bertubuh gemuk dan matanya sedang terbeliak-beliak bagaikan sekarat. Orang muda yang bertubuh agak gemuk itu dari mulutnya sempat keluar suara lirih, "Tandu.... Terbang...."
Ternyata Batu Sampang sudah cabut pedangnya pada saat bersalto tadi. Pedang itu ditebaskan untuk membelah kepala Pendekar Kera Sakti. Tapi dengan cepat Baraka silangkan Suling Naga Krishnanya ke atas kepala dengan disangga dua tangannya. Akibatnya pedang itu menghantam pedang mustika yang seperti menghantam besi baja."Pedang itu punya isi juga rupanya," pikir Baraka. "Pedang itu tidak rusak atau rompal seperti pedang lainnya. Pedang itu masih utuh dan tubuhku tadi seperti disiram air panas dalam sekejap ketika suling mustika beradu dengan pedangnya. Hmm...! Agaknya ia seorang prajurit negeri Muara Singa yang diandalkan untuk lakukan penyerangan terhadap lawan siapa saja. Aku tak boleh lengah sedikit pun. Ia mempunyai jurus-jurus yang dibarengi oleh gerakan sangat cepat. Hampir saja aku tadi mati terbelah oleh pedangnya!""Hiaaaah...!" Batu Sampang tampak buas. Ia menyerang lagi dengan satu lompatan pendek, namun pedangnya segera berkelebat membabat sekujur tubuh Barak
Baraka manggut-manggut, lalu bergegas mengobati mereka yang terkapar menunggu ajal. Namun dalam hati Baraka segera berkata, "Setelah kuperhatikan, ternyata racun ini bukan untuk mematikan, namun untuk melukai saja. Sebenarnya tanpa ku obati, mereka dapat sembuh walau agak lama. Kulihat warna biru di wajah beberapa orang sudah tampak memudar. Agaknya orang yang memiliki racun ini bermaksud melukai saja, tidak punya niat mematikan mereka. Hmm... kenapa begitu? Apakah karena Tandu Terbang hanya punya racun seperti itu, dan tak punya racun jenis lain yang mematikan lawannya?"Sedikit demi sedikit mereka mulai sadar, tapi rambut mereka sudah telanjur banyak yang berguguran. Bahkan kepala mereka ada yang sudah menjadi botak di bagian tengahnya. Keganasan racun itu hanya berakibat merontokkan rambut dan melemahkan peredaran darah, termasuk jantung dan paru-paru mereka. Tapi tidak sampai merusak separah dugaan semula."Kasihan, kepalamu sampai botak selicin ini, Teman," kata B
Baraka memandang dengan sengaja tak berkedip supaya kelihatan sedang meneropong mata dan membaca pikiran wanita itu. Si wanita mulai tertarik dan mendesak pertanyaan, "Kalau kau memang peramal, sebutkan nama guruku!""Hmmm... gurumu adalah Nini Pancungsari, orang berilmu tinggi yang punya dendam dengan tokoh sakti bernama Raja Hantu Malam!"Angin Betina mulai semakin tertarik dengan gerak mata yang sedikit melebar tanda terperanjat. Padahal semua keterangan itu sudah diperoleh Baraka jauh sebelum ia bertemu dengan Angin Betina."Apa kau tahu siapa pembunuh guruku?""Hmmm... ya, tahu! Tapi berbeda dengan alam pikiranmu.""Jelaskan!""Gurumu bertarung melawan Raja Hantu Malam, bekerja sama dengan Sri Maharatu. Mereka berhasil membunuh Raja Hantu Malam, gurumu mengambil kalung pusaka Raja Hantu Malam, sedangkan Sri Maharatu mengambil pusaka Cambuk Getar Bumi. Tapi Sri Maharatu orang kejam. Gurumu dipakai bahan percobaan kesaktian cambuk itu. Sr
Pendekar Kera Sakti hanya meraba kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh para tokoh tua. Diam-diam dia mempunyai kecemasan walau kecil sekali. Kecemasan itu berupa bayangan kesaktian Raja Tumbal jika pedang maha sakti itu tak jadi diberikan kepada orangtua Delima Gusti. Menurut Baraka, kesaktian Raja Tumbal akan semakin berlipat ganda; punya pedang maha sakti dan Seruling Malaikat.Siapa orangnya yang bisa mengalahkan dua pusaka dalam satu tangan itu"Baraka sempatkan diri berhenti sejenak. Tanpa terasa, perutnya terdengar mengeluarkan suara aneh.“Ah... sudah lapar aku” membatin Baraka, rupanya karena ruwetnya apa yang saat ini dipikirkannya, sampai Baraka lupa mengisi tenaganya. Gagasan yang terlintas adalah singgah di desa Pucangan, karena desa itulah yang terdekat dari tempatnya berhenti."Aku akan mampir ke kedainya Ki Rosowelas dan mengisi perut di sana. Sekalian ingin melihat kabarnya Sundari, anak gadis Ki Ros
Mereka tiba di padepokan sang Resi ketika matahari mulai bergeser ke barat. Cahayanya masih terang benderang. Kedatangan mereka disambut oleh dua murid sang Resi yang luput dari pembantaian Dampu Sabang. Kedua orang itu adalah Dul dan Sukat."Guru tidak ada di tempat," kata Sukat"Ke mana beliau?""Pergi ke Bukit Kayangan," jawab Dul."Ke Bukit Kayangan!" Baraka berkerut dahi."Ya. Beliau ingin temui seorang tokoh sakti di sana bergelar si Setan Bodong!" kata Sukat tanpa menyadari bahwa yang diajak bicara adalah murid si Setan Bodong. Hal itu membuat Delima Gusti memandangi ke arah Baraka, sebab ia tahu bahwa Baraka adalah murid si Setan Bodong. Tapi karena Baraka berpikir beberapa saat, maka Delima Gusti pun segera ajukan tanya kepada Sukat."Kapan beliau pulang kemari?""Menurut hitungan, hari ini Guru pulang. Mungkin sedikit sore baru tiba.""Kalau begitu begini saja," kata Baraka kepada Delima Gusti. "Kau tunggu sang Resi d
BARAKA terpaksa menemani Delima Gusti dalam perjalanan ke Lembah Sunyi, untuk menemui Resi Wulung Gading. Hal itu dilakukan Baraka demi memperoleh keterangan sejelas-jelasnya dari Delima Gusti tentang kebenaran kata-katanya itu. Sebab, hati Pendekar Kera Sakti kini diliputi kecemasan yang tersembunyi. Jika benar Pedang Kayu Petir akan dijadikan maskawin bagi Raja Tumbal untuk melamar Delima Gusti, itu berarti Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal. Semakin sulit menumbangkan orang yang telah memiliki pusaka Seruling Malaikat itu."Kabarnya memang begitu, Gandar Saka sudah berusia banyak, tapi ia masih awet muda karena memang mempunyai ilmu awet muda. Ia seperti lelaki berusia tiga puluhan," tutur Delima Gusti."Kau pernah bertemu dengannya?""Pernah, yaitu ketika ia selamatkan ayahku dari ancaman orang-orang Pulau Dadap. Waktu itu kami masih bermusuhan dengan Pulau Dadap. Setelah itu aku tak pernah bertemu lagi, karena aku jarang ada di kadipaten. Bel
Wuuut...! Pedang itu kenai tempat kosong karena Delima Gusti menghindar dengan lompatan ke samping.Weess...! Dan ternyata dengan sentakan tangan yang terjulur bergerak ke belakang, pedang bergagang hitam itu bisa kembali mundur dengan cepat.Wuuut!Taab...! Dalam sekejap pedang itu sudah kembali ke tangan pemiliknya. Jurus itu belum pernah dilihat oleh Baraka. Tangan perempuan berpakaian hitam itu seperti mempunyai daya sedot yang mampu membuat pedangnya yang sudah melayang lurus menjadi kembali ke tempat semula. Tentu saja hal itu bisa dilakukan karena tenaga dalam yang tinggi dan sangat terkendali."Bahaya sekali jurus pedangnya itu," gumam Baraka masih belum mau bertindak.Tetapi di lain sisi, Delima Gusti pun lakukan jurus yang memukau, ia tak mau mundur setapak pun ketika lawannya maju menyerang. Pedangnya berkelebat cepat membuat tangkisan-tangkisan sambil mencuri kesempatan untuk merobek perut atau dada lawannya. Bahkan dalam satu keeempata
Sebuah pembelaan telah dilakukan Baraka. Palupi merasa sedang ditutupi kelemahannya. Rupanya Baraka benar-benar menjaga rahasia kelemahan ilmu Palupi, sehingga pendekar tampan itu merasa harus berpikir dan berjuang sendiri mencari jalan keluar dari masalah yang masih buntu itu."Pembelaannya terhadapku cukup membuat hatiku semakin bangga padanya," pikir Palupi. "Tapi apakah pembelaan itu berarti awal tumbuhnya rasa cintanya pada diriku? Semoga saja begitu. Seandainya tidak begitu, aku pun tak boleh sakit hati, karena cinta bebas memilih dan tak baik dipaksakan. Aku hanya bisa berharap agar ia dekat dengan hatiku, jauh dari hati perempuan lain. Mulai sekarang harus kupahami bahwa tidak setiap harapan menjadi kenyataan. Jika harapan itu jauh dari kenyataan, aku tak boleh terlalu kecewa. Untuk membendung rasa kecewa agar tidak melukai hatiku, sebaiknya segalanya kuserahkan kepada garis kehidupanku saja. Biar sang nasib yang menentukan perjalanan kasihku."Termenungn
"Aneh...!" gumam Baraka sambil berkerut dahi dan manggut-manggut."Dalam keadaan seperti dulu, aku sanggup menumbangkan Raja Tumbal. Sayang tak pernah berhasil kutemui kecuali hanya begundalnya saja. Tapi dalam keadaan setelah menjadi ratu dengan penobatan resmi ini, aku merasa kalah ilmu dengan Raja Tumbal. Tapi... hanya kau yang tahu hal itu. Kumohon jangan sampai bocor kepada siapa pun."Baraka kian mengangguk-angguk. "Aku paham maksudmu.""Jadi, dalam menghadapi Raja Tumbal nantinya aku sangat membutuhkan bantuanmu. Kecuali aku bisa memiliki Pedang Kayu Petir, mungkin aku berani hadapi sendiri paman tiriku itu. Tanpa pedang tersebut, aku butuh berlindung di belakangmu, Baraka. Maukah kau menjadi panglima perangku?" tanya Palupi yang membuat Baraka bingung menjawabnya.-o0o-Sebenarnya Baraka tidak ingin mempunyai jabatan yang akan mengikat kebebasannya. Menjadi senopati atau panglima perang adalah pekerjaan yang menyita waktu. Ban
"Aku hanya memancing perhatian bagi orang-orang yang bernafsu memiliki pedang tersebut. Tentu saja bukan orang berilmu rendah yang menghendaki pedang itu, pasti orang berilmu tinggi. Lalu, aku bisa kenali orang-orang berilmu tinggi itu, dan bisa tahu apakah dia berpihak kepada Purnama Laras, atau berpihak kepada orang lain. Sasaran utamaku pada waktu itu adalah Purnama Laras dan orang-orangnya. Karena aku tak tahu hati Purnama Laras ternyata amat mulia. Jika aku ingin lakukan penyerangan, aku harus tahu siapa-siapa saja yang akan kuhadapi nantinya. Jadi kupancing mereka dengan berita adanya Pedang Kayu Petir pada diriku. Sebab aku tahu pedang itu pasti masih diminati oleh para tokoh sakti."Napas Baraka terhempas panjang sebagai penghilang kedongkolan, ia segera bertanya, "Lantas apa kesimpulanmu kala itu?""Ternyata Purnama Laras sangat berhasrat untuk memiliki pedang itu, juga dirimu kulihat sangat bernafsu untuk memilikinya, tapi tak kulihat kau ada di pihak Purnama
"Baiklah, kita lupakan dulu tentang pertemuanku dengan sang Begawan itu," kata Baraka. "Sekarang bagaimana dengan Raja Tumbal?""Untuk mengalahkan Seruling Malaikat-nya kupikir aku harus menggunakan Pedang Kayu Petir kalau memang tak sanggup menandingi kesaktian pusaka tersebut. Persoalannya adalah, saat ini sudah hampir masuk purnama ketiga, berarti aku dan para pejabat di istana harus segera tinggalkan negeri ini. Raja Tumbal akan ganti menguasai negeri ini.""Apakah kau sudah bicarakan kepada Palupi, termasuk tentang Pedang Kayu Petir yang saat menjadi orang gila disebut-sebutkan itu?""Aku belum berani membicarakan karena ia masih menikmati masa kegembiraan. Setelah pesta ini usai, aku akan membicarakannya."Tak ingin mengganggu kebahagiaan dan kegembiraan yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sungguh merupakan sikap yang baik dan patut dikagumi. Baraka mengerti betul maksud hati Purnama Laras. Tetapi menurutnya, persoalan Raja Tumbal ada