Semua diam, seakan saling berserah diri untuk menjelaskan. Lawa Abang segera berseru kepada si muka runcing, "Jelaskan sekalian, Musang Hitam!"
Maka orang berwajah runcing dan berkulit hitam itu pun berkata tegas. "Kami adalah orang-orang yang tergabung dalam Partai Bayaran. Kami dibayar untuk dapatkan pusaka Keris Setan Kobra yang kau rampas dari Ki Empu Sakya itu, Baraka."
"Kalian salah duga," kata Baraka dengan masih kalem. "Bukan aku yang membunuh Ki Empu Sakya, dan aku tidak mempunyai keris pusaka itu!"
"He, he, he, he...!" Musang Hitam terkekeh sinis.
"Kepada orang lain kau boleh mengaku begitu, Anak Muda. Tapi kepada kami kau tak bisa berkata begitu. Karena kami tak pernah punya rasa segan untuk mencacah dan merajang-rajang tubuh orang yang bermaksud menipu kami, Baraka!"
Dengan mata menatap Musang Hitam yang berusia sekitar empat puluh tahun itu, Baraka berkata tegas pula.
"Kalian salah sasaran! Carilah pembunuhnya. Jangan termakan h
Slaaap...!Sebutir bola besi putih berukuran sebesar biji salak dilemparkan oleh gadis itu. Tangannya bergerak sangat cepat ketika mengambil bola besi putih dari balik bajunya dan melemparkannya ke depan nyaris tak terlihat gerakannya. Bola itu tak sempat dihindari dan ditangkis, tahu-tahu sudah masuk ke mulut Lawa Abang.Bluuss...!Kontan tawa orang itu diam. Matanya mendelik. Lehernya dijulurkan. Rupanya bola besi itu menyumbat tenggorokan dan tidak bergerak turun. Dari luar terlihat bentuknya yang menonjol sedikit lebih besar dari jakunnya. Lawa Abang mendelik, mau menelan susah, mau dimuntahkan susah.Dan anehnya golok yang ada di tangannya sejak mau menyerang Baraka itu tiba-tiba berkelebat menempel lehernya.Plaaak...! Golok itu menempel dan sulit dilepaskan. Lawa Abang tak bisa berseru meminta tolong pada Musang Hitam, karena tenggorokannya tersumbat dan tak mampu keluarkan suara. Namun Musang Hitam yang terheran-heran itu segera membantu me
BARAKA sengaja biarkan gadis berwajah mungil manis berkulit hitam bersih itu memandanginya dengan tajam, Pendekar Kera Sakti memang tidak terpancing kemarahannya, tapi Rindu Malam sebagai pengagum Pendekar Kera Sakti merasa tidak suka dengan sikap sinis gadis itu. Rindu Malam mengambil tempat di depan Baraka, seakan siap menjadi pelindung jika gadis berambut panjang itu menyerang sewaktu-waktu."Apa mau mu menyerang kami, hah!" gertak Rindu Malam."Aku benci dengan seorang pendekar yang mengkhianati sahabat sendiri!""Apa maksudmu!""Pemuda sinting itu membunuh sahabatnya sendiri yang tidak pernah menyakiti hati siapa pun. Ia mencuri keris pusaka sahabatnya dengan licik!"Sekalipun Rindu Malam merasa kurang enak mendengar ucapan itu, tapi ia tak berani cepat-cepat lanjutkan kata. Ia diam sebentar, dan Baraka segera perdengarkan suara, "Siapa kau sebenarnya. Nona Manis?""Aku Srimurti, murid Raja Maut!" jawabnya dengan ketus sekali."O
Senyum Raja Maut kian melebar. "Kita duduk di depan gubukku sana saja!" ajak Raja Maut. Baraka tak menolak. Mereka bergegas menuju pelataran pondok beratap sirap. Di sana ada pohon rindang tapi rendah, seperti payung peneduh di waktu siang, di bawahnya ada tiga batu berpermukaan datar. Di atas batu itu mereka duduk dan bicara."Aku ikut prihatin dengan kabar yang mencemarkan nama baikmu, Baraka." Raja Maut bicara dengan mata memandang sekeliling, seperti memasang kewaspadaan tinggi, seakan begitulah sikapnya jika berada di tempat yang ingin digunakan untuk bicara hal-hal bersifat rahasia."Aku sendiri tak menduga kalau kau akan dikecam olah para tokoh dunia persilatan dengan tuduhan membunuh sahabatku, yang juga sahabat gurumu itu.""Tapi aku tidak melakukannya, Raja Maut. Kau tahu sendiri, belakangan ini aku sedang bepergian dan bahkan pulangnya sempat bertemu denganmu di Pulau Blacan!""Kutinggalkan pulau ini selama sembilan hari," kata Raja Maut. "Aku
"Aku baru mendengar nama itu," potong Baraka dengan terpaksa karena merasa heran dan asing sekali dengan nama Kalatandu.Maka Raja Maut pun jelaskan maksud kata-katanya. "Kalatandu adalah cucu Empu Sakya. Termasuk muridnya juga. Tapi karena Kalatandu sebenarnya anak dari mendiang Nini Tandu, kakak perempuan Empu Sakya yang baru separo bagian turunkan kesaktiannya kepada Kalatandu, maka Kalatandu sendiri bertekad mengembara mencari pembunuh ibunya setelah mendapatkan hampir seluruh ilmu dari Empu Sakya. Entah sekarang Kalatandu sudah berhasil menemukan pembunuh ibunya atau belum, entah ada di mana, yang jelas kalau dia, si Kalatandu itu mendengar kematian Empu Sakya di tanganmu dan mendengar bahwa keris pusaka itu juga ada di tanganmu, dia akan mengamuk dan mencarimu. Menurutku, maaf..., kau kalah tinggi ilmunya dengan Kalatandu."Mata pendekar tampan berajah naga emas melingkar itu tidak berkedip memandangi wajah Raja Maut yang bicara dengan sungguh-sungguh. Bahkan di
Sama-sama dalam wilayah Bukit Semberani, tapi jarak antara pondok Raja Maut dengan gua yang sekarang dipakai tempat tinggal Pelangi Sutera itu cukup jauh. Puncak dengan dasar. Namun Baraka dapat menempuhnya dalam waktu cepat karena mampu bergerak melebihi anak panah. Sayangnya ia harus berhenti ketika mau injakkan kakinya di dataran pasir pantai.Baraka cepat rapatkan badannya pada sebuah pohon. Matanya mengintai dari sana. Bocah berusia sepuluh tahun sedang berlari-lari dengan wajah tegang."Angon Luwak...!" gumam Baraka dengan heran."Mengapa ia berlari ketakutan begitu? Oh, ternyata ia dikejar dua ekor kuda!"Angon Luwak memang dikejar dua ekor kuda. Penunggangnya dua lelaki yang sama sekali tak imbang jika harus bertarung melawan bocah sekecil Angon Luwak. Satu dari penunggang kuda itu telah dikenal oleh Baraka. Lelaki muda berpakaian mewah itu tak lain adalah Raden Udaya, putra adipati yang pernah menghadang perjalanan Baraka karena menganggap Mega D
Sebenarnya Pendekar Kera Sakti mengetahui gerak-gerik bocah yang mengikutinya itu, tapi Baraka sengaja berpura-pura tidak mengetahui dan membiarkannya. Karena ia mengakui bahwa di dalam jiwa Angon Luwak telah bangkit semangat kependekaran yang sebenarnya perlu dibina sejak sekarang. Sayangnya Baraka tidak punya waktu, sehingga ia hanya bisa membiarkan jiwa kependekaran itu berkembang dalam diri Angon Luwak dengan cara mengikuti segala gerak dan langkahnya.Tentu saja Angon Luwak ikut berhenti ketika langkah Baraka pun tak dilanjutkan. Langkah Baraka terhenti karena dari empat pohon muncul empat sosok yang saling berloncatan dengan gerak-gerak liar dan beringasnya. Angon Luwak cepat sembunyikan diri dan mengintai kejadian yang akan terjadi antara Pendekar Kera Sakti dengan keempat sosok berwajah angker itu.Rupanya dari keempat sosok berwajah angker itu masih punya satu orang lagi yang bersembunyi dari balik pohon, kira-kira dua puluh langkah di depan Baraka. Orang ters
"Aku tidak mempunyai keris apa-apa. Yang kupunya hanya suling ini," sambil Baraka mengangkat suling mustikanya, sebagai siasat menjaga diri sewaktu-waktu.Firasat Baraka itu ternyata benar. Begitu dia menyatakan tidak mempunyai Keris Setan Kobra, tongkat si Jejak Iblis diacungkan ke depan sebagai isyarat. Maka dua anak buahnya yang ada di kanan kiri Baraka segera lakukan lompatan kilat sambil menebaskan golok lebar mereka.Wuuut, wuuut...!Trak, trak...!Baraka bergerak memutar. Gerakan memutar itu ternyata merupakan jurus penangkis bagi serangan lawan dari kanan kiri. Gerakan dengan tubuh limbung bagaikan kera menari itu mampu membuat kedua golok lebar tertahan oleh suling mustikanya secara hampir bersamaan. Hantaman golok ke suling mustika mempunyai kekuatan balik yang cukup besar, membuat kedua tangan si penyerang tersentak ke belakang dan mereka terbawa sentakan itu hingga terjungkal ke belakang tak tentu arah.Hub...! Baraka kembali berdiri de
Setelah saling pandang beberapa saat antara Rindu Malam dengan Jejak Iblis, kini giliran wajah Baraka yang terperanjat kaget melihat mata Jejak Iblis mulai keluarkan darah, seperti lelehan air mata. Sedangkan bola mata Rindu Malam masih kelihatan tajam dan hanya mengalami perubahan tipis, yaitu sedikit merah di bagian tepiannya."Rupanya mereka adu kekuatan tenaga dalam lewat pandangan mata!" pikir Baraka. "Dan, sepertinya Rindu Malam punya kekuatan lebih tinggi dari Jejak Iblis. Buktinya Jejak Iblis menjadi berdarah sedangkan Rindu Malam tidak mengalami hal seperti itu. Oh, hebat sekali gadis ini sebenarnya!"Darah yang mengalir dari kedua rongga mata Jejak Iblis semakin banyak. Tangan Rindu Malam menggenggam tidak terlalu kuat, tetapi tangan Jejak iblis menggenggam kuat.Bahkan sebagian kukunya ada yang menembus masuk ke besi tongkatnya, pertanda ia bertahan mati-matian agar tak tumbang melawan gadis muda yang ternyata berilmu tinggi itu.Tiba-tiba Jeja
Maka, pendekar tampan yang ternyata sejak tadi diintip oleh Sundari dari celah pintu dapur itu, mencoba mengutarakan maksudnya kepada Pak Tua pemilik kedai tersebut. "Apakah kau menyediakan kamar untuk penginapan, Ki?""Tidak. Maksudmu bagaimana, Baraka?""Kalau ada kamar, aku akan bermalam di sini. Aku ingin tahu siapa bayangan hitam itu. Karena..., terus terang saja, kedatanganku kemari adalah dalam perjalanan menemui Raja Hantu Malam.""Hahh...!" Ki Rosowelas terkejut. Baraka memang tidak jelaskan pokok masalah sebenarnya agar tak mengundang perhatian terlalu besar bagi si pemilik kedai itu.Baraka hanya berkata, "Aku punya sedikit urusan dengan Raja Hantu Malam dan harus segera kuselesaikan. Jika bayangan hitam itu memang Raja Hantu Malam, berarti aku tak perlu susah-susah mendaki Gunung Keong Langit. Jika memang bukan dia, maka kita semua akan tahu siapa sebenarnya bayangan hitam itu.""Tapi dia berbahaya, Baraka. Bayangan hitam itu, baik dia
Karena tutur katanya sopan dan wajah Baraka tidak kelihatan bengis, maka Ki Rosowelas pun mempersilakan Baraka untuk masuk ke kedainya. Kedai itu tidak ditutup semua, melainkan disisakan satu pintu untuk keluarnya Baraka nanti. Selain mengisi perutnya, Baraka juga memesan secangkir arak. Dua potong ketan bakar dinikmati pula sebagai pengisi perutnya. Ki Rosowelas menemani Baraka dengan ikut menikmati secangkir arak pula.Seorang gadis manis berkulit hitam segera bergegas ke belakang setelah membantu beberes tempat itu. Gadis manis berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah anak tunggal Ki Rosowelas yang terlambat lahir. Gadis itu bernama Sunari, yang lahir pada saat Ki Rosowelas sudah berusia empat puluh tahun.Mulanya Ki Rosowelas dan mendiang istrinya merasa tidak akan punya keturunan, karena sudah bertahun-tahun hidup berumah tangga tapi tidak pernah mempunyai anak. Ketika mereka sudah berusia separo baya, sang istri justru hamil. Tapi sayang sang istri harus mening
"Kuhancurkan tubuh Sumbaruni jika kau tak mau tunduk padaku, Baraka!" kata Nila Cendani mengancam dengan suara dingin."Aku tak akan pernah tunduk pada orang sesat sepertimu, Nila Cendani!""Bagus. Kalau begitu kau ingin lihat tubuh Sumbaruni hancur sekarang juga!"Wuuut...! Claaap...!Dari mata Nila Cendani melesat selarik sinar biru bening ke arah tubuh Sumbaruni yang terkapar tak berdaya itu. Baraka yang memang mengetahui kalau serangannya bisa menyentuh Ratu Tanpa Tapak, cepat patahkan sinar biru itu dengan lepaskan jurus 'Tapak Dewa Kayangan', yaitu Sinar putih perak yang keluar dari telapak tangan yang disatukan di dada dan disentakkan ke depan.Baraka memang sudah mengetahui keistimewaan akan dirinya yang akan selalu perjaka, walaupun keperjakaannya itu sudah di obral kesana kemari.Claap...!Blegaaarrr...! Ledakan lebih dahsyat dari yang tadi telah membuat tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Tiga pohon di seberang sana tumba
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O
"Aneh sekali!" gumam Baraka sambil memandang pulau gundul yang seolah-olah tempat pengasingan amat menyedihkan. Tak ada tonggak, tak ada pohon, tak ada atap, tak ada apa-apa. Tentu saja Pendekar Kera Sakti bingung mencari di mana negeri Samudera Kencana itu.Rindu Malam membawa Baraka persis ke tengah pulau. Kelana Cinta segera lakukan gerakan aneh. Kedua tangannya direntangkan, lalu mengeras, dan bergerak saling mendekat di depan dada. Kedua tangan itu saling bertemu, tapi hanya ujung telunjuk dan ujung jempolnya saja yang bertemu, jari lainnya menggenggam rapat. Kelana Cinta memusatkan pikirannya, mengerahkan tenaga untuk keluarkan kekuatan aneh dari ujung pertemuan dua telunjuk tersebut.Kejap berikut, ujung telunjuk itu lepaskan selarik sinar warna-warni, bagaikan sinar pelangi. Sinar itu melesat tanpa putus, mengarah ke tanah cadas berumput laut. Sinar itu bergerak sesuai dengan langkah kaki Kelana Cinta yang mengelilingi tubuh Rindu Malam dan Baraka. Sinar warna-
"Memang... memang hanya salah paham saja."Baraka tertawa, tapi Rindu Malam dan Sumbaruni saling lirik penuh hasrat untuk saling menyerang. Hasrat itu sama-sama mereka tahan supaya tidak membuat si pendekar tampan besar kepala, karena merasa diperebutkan.Tiba-tiba sekelebat bayangan datang dari arah belakang Sumbaruni. Bayangan itu tahu-tahu sudah berwujud di depan mereka, membuat Sumbaruni dan Baraka sedikit tercengang melihat penampilan seorang tokoh tua berambut panjang abu-abu, berbadan kurus dan berjubah putih kusam. Orang itu bukan orang tua yang bertarung aneh di puncak bukit seberang tadi, melainkan seorang tokoh tua yang amat dikenal Baraka dan Sumbaruni. Dia adalah Raja Maut, tokoh beraliran putih yang tidak sempat hadir dalam pertemuan di Bukit Kayangan untuk membicarakan pelaku pembunuhan Ki Empu Sakya."Sumbaruni, syukurlah kau bisa kutemui di sini!" kata Raja Maut."Ada apa, Prasonco?" tanya Sumbaruni menyebutkan nama asli Raja Maut.