Setelah saling pandang beberapa saat antara Rindu Malam dengan Jejak Iblis, kini giliran wajah Baraka yang terperanjat kaget melihat mata Jejak Iblis mulai keluarkan darah, seperti lelehan air mata. Sedangkan bola mata Rindu Malam masih kelihatan tajam dan hanya mengalami perubahan tipis, yaitu sedikit merah di bagian tepiannya.
"Rupanya mereka adu kekuatan tenaga dalam lewat pandangan mata!" pikir Baraka. "Dan, sepertinya Rindu Malam punya kekuatan lebih tinggi dari Jejak Iblis. Buktinya Jejak Iblis menjadi berdarah sedangkan Rindu Malam tidak mengalami hal seperti itu. Oh, hebat sekali gadis ini sebenarnya!"
Darah yang mengalir dari kedua rongga mata Jejak Iblis semakin banyak. Tangan Rindu Malam menggenggam tidak terlalu kuat, tetapi tangan Jejak iblis menggenggam kuat.
Bahkan sebagian kukunya ada yang menembus masuk ke besi tongkatnya, pertanda ia bertahan mati-matian agar tak tumbang melawan gadis muda yang ternyata berilmu tinggi itu.
Tiba-tiba Jeja
Orang berjubah kuning dengan pakaian hijau bagian dalamnya itu berdiri dengan tegak dan gagah, padahal usianya sudah mencapai sembilan puluh tahun lebih. Rambutnya putih meriap-riap dipermainkan angin yang berhembus ke tanah Bukit Kayangan itu. Orang itu tak lain adalah Ki Sabawana, yang lebih dikenal dengan nama si Setan Bodong, guru dari Pendekar Kera Sakti; Baraka.Sementara itu, perempuan cantik yang tampak masih muda padahal sudah berusia tujuh puluh tahun lewat itu, berdiri di samping si Setan Bodong dengan kaki sedikit renggang dan kedua tangan ke belakang. Rambut perempuan cantik itu terurai, warnanya hitam mengkilap halus. Pakaiannya merah, jubahnya ungu muda. Ia berdada montok, bentuk tubuhnya masih saja menggiurkan setiap lelaki hidung belang. Perempuan cantik itu adalah Dewi Pedang, bibi gurunya Baraka.Mereka berdua berhadapan dengan beberapa orang, antara lain seorang lelaki berjubah biru dengan pakaian dalam abu-abu, rambut putihnya panjang lewat punggun
"Ya, ya, ya....," celoteh mereka seperti gaung lebah.Kemudian Tabib Awan Putih pun berkata, "Mencabut kependekarannya adalah tindakan yang lebih bijaksana! Aku setuju!""Aku juga setuju sekali untuk mencabut gelar pendekar pada diri muridmu itu, Setan Bodong dan Dewi Pedang!" timpal Ki Sonokeling."Aku tidak setuju!" sentak gadis cantik yang tak lain adalah Sumbaruni, bekas istri jin itu. Semua mata memandang Sumbaruni. Semua mulut menjadi berhenti berucap. Sumbaruni atau Pelangi Sutera melangkah pelan mendekati Setan Bodong, tetapi pandangan matanya tertuju kepada mereka, ia tampak tegas dan berwibawa di depan para tokoh tua itu, sebab mereka tahu Sumbaruni punya ilmu dari tokoh sakti yang lebih tua dari mereka, yaitu Eyang Bayudana.Nama Bayudana adalah nama sejajar dengan Purbapati dan Nini Galih, gurunya Setan Bodong dan Dewi Pedang. Tentu saja Sumbaruni lebih berwibawa dari mereka. Kedudukannya sejajar dengan Setan Bodong dan Dewi Pedang, Embun Salj
KITA tinggalkan dulu persidangan di Bukit Kayangan itu. Ada sesuatu yang menarik untuk disimak, karena punya hubungan dengan soal cinta, tapi tidak ada kaitannya dengan Kelana Cinta.Dengan susah payah, Mega Dewi memang bermaksud mencari Bukit Kayangan. Ia ingin bertemu dengan Setan Bodong dan mengadukan kekejaman Baraka menurut anggapannya. Tetapi di perjalanan ternyata ia dicegat oleh seorang pemuda tampan yang cukup dikenalnya. Pemuda itu mengenakan pakaian bagus, bercorak bangsawan, berambut rapi, dan bersenjata pedang dengan sarung emasnya. Pemuda itu tak lain adalah Raden Udaya. Ia sendirian, karena memang ia ingin bertemu empat mata dengan Mega Dewi untuk utarakan persoalan cintanya."Sudah beberapa kali kukatakan, Raden... aku tidak bersedia menerima cintamu!" tegas Mega Dewi dengan wajah tak ada senyum sedikit pun.Tetapi Raden Udaya masih bersikap sabar dan tidak tersinggung, ia mendekat lagi dan berkata dengan suaranya yang dibuat semesra mungkin.
"Aku mengikutimu karena ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu, Kang," kata bocah berambut lurus itu."Apa yang ingin kau katakan padaku?" Baraka berkerut dahi."Kau dicari orang banyak karena dituduh membunuh Ki Empu Sakya.""Aku tahu! Aku sudah mendengar berita itu.""Kau dituduh merampas pusaka milik Ki Empu Sakya, yaitu Keris Setan Kobra, Kang! Mereka banyak yang berkeinginan untuk merebut keris itu darimu!""Itu pun aku sudah tahu, Angon Luwak!""Tapi aku yakin keris itu tidak ada di tanganmu, Kang. Karena aku tahu di mana tempat persembunyian keris itu. Apakah kau juga sudah tahu, Kang?"Pertanyaan bernada mengejek itu membuat Baraka berwajah tegang karena sedikit terperangah. Pendekar Kera Sakti bahkan sempat cemas, lalu memandang ke sana-sini, takut percakapan itu didengar orang."Apa benar kau tahu tempat penyimpanan keris itu!"Angon Luwak yang lugu itu mengangguk. "Ketika kudengar kabar orang mencarimu dan
Jejak Iblis, yang tubuhnya telah terluka bagai tercabik-cabik binatang buas. Pakaiannya rusak mirip gelandangan. Separo wajahnya memar membiru lantaran dihajar habis-habisan oleh Rindu Malam yang ketika itu mengejar pelariannya. Rupanya Jejak Iblis masih belum jera dan tetap mengincar keris pusaka tersebut."Wah, Kang... dia datang lagi, Kang," kata Angon Luwak dengan cemas."Tenanglah. Cari tempat yang aman buat persembunyianmu. Aku akan menghadapi orang itu, Angon Luwak," bisik Baraka dengan mata tetap memandang Jejak Iblis yang kehadirannya tadi membuat tanah bergetar. Kini ia melangkah mendekati Baraka. Langkahnya itu membuat tanah bergetar dan daun berguncang."Akhirnya kupergoki juga kebusukanmu, Baraka. Kau benar-benar memiliki keris itu," kata Jejak Iblis dengan nada datar dan dingin."Aku baru sekarang memegang keris ini dan menemukannya di sini!" kata Baraka."Bagus. Jika begitu, serahkanlah padaku sebelum kesabaranku hilang."Oran
Sreet...!Rindu Malam cabut pedangnya dari punggung. Tiga Jagal dari Utara segera persiapkan diri menghadapi lawannya dengan berjajar masing-masing sejarak dua langkah. Mereka mulai memainkan jurus kembar tiga. Mengibaskan tombak pedangnya ke beberapa arah, lalu sama-sama berhenti bergerak dalam keadaan tombak diarahkan ke depan dengan kaki merendah."Serang!" teriak brewok berbaju merah. Lalu ketiganya menyatuhkan ujung tombak.Traak...!Mata tombak berbentuk pedang putih itu saling menempel. Dari perpaduan pedang itu melesat sinar biru sebesar gagang tombak itu.Slaaap...!Rindu Malam rendahkan kaki, pedangnya berdiri di depan dengan ujungnya ditahan memakai telapak tangan kiri. Selarik sinar biru besar itu menghantam pertengahan pedang Rindu Malam.Traang...! Seperti tombak menancap pada dinding cadas, sinar biru itu ditahan oleh Rindu Malam. Pedangnya menjadi menyala biru terang. Tiga Jagal dari Utara kerahan tenaga dalam lebih ku
"Apa rencanamu sekarang?""Menyerahkan keris ini kepada guruku, entah mau diapakan," jawab Baraka."Bolehkah aku ikut?"Baraka diam sesaat mempertimbangkan. Setelah itu ia berkata, "Baiklah...."Baru sampai di situ kata-kata Baraka, tiba-tiba ia mendengar suara pekikan Angon Luwak di persembunyiannya. Baraka cepat palingkan wajah memandang ke arah suara pekikan Angon Luwak yang sepintas itu. Firasatnya mengatakan, bahwa anak itu dalam bahaya. Ternyata sekelebat bayangan terlihat membawa lari Angon Luwak. Rindu Malam dan Baraka sama-sama tercengang. Pendekar Kera Sakti bergegas mengejar bayangan yang membawa lari Angon Luwak. Tapi tangan Rindu Malam menahan."Biar kukejar dia dan kubebaskan anak itu. Kau pergilah ke tempat gurumu, kita akan bertemu di Pantai Semberani!"Baraka menghempaskan napas, lalu anggukkan kepala.Slaaap...! Rindu Malam tak banyak bicara, segera lari kejar bayangan yang menculik Angon Luwak. Gerakan larinya sanga
Pendekar Kera Sakti segera mengobati Angon Luwak dengan hawa ‘Kristal Bening’-nya. Setelah ia menunggu kesembuhan Angon Luwak dengan menceritakan tentang Raden Udaya yang waktu itu ditemuinya sedang mengejar-ngejar Angon Luwak. Baraka juga menceritakan keadaan Tiga Jagal dari Utara yang dikalahkan oleh seorang gadis pengagumnya, tapi Baraka tidak sebutkan nama gadis itu. Karena menurut Baraka, nama Rindu Malam tidaklah terlalu penting bagi mereka.Yang terpenting adalah sikap gadis itu sebagai pengagumnya yang mau korbankan nyawa demi membela dirinya dan ikut menyelamatkan Keris Setan Kobra itu."Jangan-jangan dia jatuh cinta padamu?" kata Sumbaruni bernada cemburu.Embun Salju tersenyum tipis, Dewi Pedang juga tersenyum, Nyai Punding Sunyi pun tersenyum.Malahan Ki Madang Wengi pun berkata, "Ingat, Sumbaruni... usiamu sudah di atasku. Jangan main cemburu begitu."Sumbaruni tersinggung dan bicara dengan lantang, "Apa pedulimu k
Maka, pendekar tampan yang ternyata sejak tadi diintip oleh Sundari dari celah pintu dapur itu, mencoba mengutarakan maksudnya kepada Pak Tua pemilik kedai tersebut. "Apakah kau menyediakan kamar untuk penginapan, Ki?""Tidak. Maksudmu bagaimana, Baraka?""Kalau ada kamar, aku akan bermalam di sini. Aku ingin tahu siapa bayangan hitam itu. Karena..., terus terang saja, kedatanganku kemari adalah dalam perjalanan menemui Raja Hantu Malam.""Hahh...!" Ki Rosowelas terkejut. Baraka memang tidak jelaskan pokok masalah sebenarnya agar tak mengundang perhatian terlalu besar bagi si pemilik kedai itu.Baraka hanya berkata, "Aku punya sedikit urusan dengan Raja Hantu Malam dan harus segera kuselesaikan. Jika bayangan hitam itu memang Raja Hantu Malam, berarti aku tak perlu susah-susah mendaki Gunung Keong Langit. Jika memang bukan dia, maka kita semua akan tahu siapa sebenarnya bayangan hitam itu.""Tapi dia berbahaya, Baraka. Bayangan hitam itu, baik dia
Karena tutur katanya sopan dan wajah Baraka tidak kelihatan bengis, maka Ki Rosowelas pun mempersilakan Baraka untuk masuk ke kedainya. Kedai itu tidak ditutup semua, melainkan disisakan satu pintu untuk keluarnya Baraka nanti. Selain mengisi perutnya, Baraka juga memesan secangkir arak. Dua potong ketan bakar dinikmati pula sebagai pengisi perutnya. Ki Rosowelas menemani Baraka dengan ikut menikmati secangkir arak pula.Seorang gadis manis berkulit hitam segera bergegas ke belakang setelah membantu beberes tempat itu. Gadis manis berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah anak tunggal Ki Rosowelas yang terlambat lahir. Gadis itu bernama Sunari, yang lahir pada saat Ki Rosowelas sudah berusia empat puluh tahun.Mulanya Ki Rosowelas dan mendiang istrinya merasa tidak akan punya keturunan, karena sudah bertahun-tahun hidup berumah tangga tapi tidak pernah mempunyai anak. Ketika mereka sudah berusia separo baya, sang istri justru hamil. Tapi sayang sang istri harus mening
"Kuhancurkan tubuh Sumbaruni jika kau tak mau tunduk padaku, Baraka!" kata Nila Cendani mengancam dengan suara dingin."Aku tak akan pernah tunduk pada orang sesat sepertimu, Nila Cendani!""Bagus. Kalau begitu kau ingin lihat tubuh Sumbaruni hancur sekarang juga!"Wuuut...! Claaap...!Dari mata Nila Cendani melesat selarik sinar biru bening ke arah tubuh Sumbaruni yang terkapar tak berdaya itu. Baraka yang memang mengetahui kalau serangannya bisa menyentuh Ratu Tanpa Tapak, cepat patahkan sinar biru itu dengan lepaskan jurus 'Tapak Dewa Kayangan', yaitu Sinar putih perak yang keluar dari telapak tangan yang disatukan di dada dan disentakkan ke depan.Baraka memang sudah mengetahui keistimewaan akan dirinya yang akan selalu perjaka, walaupun keperjakaannya itu sudah di obral kesana kemari.Claap...!Blegaaarrr...! Ledakan lebih dahsyat dari yang tadi telah membuat tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Tiga pohon di seberang sana tumba
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O
"Aneh sekali!" gumam Baraka sambil memandang pulau gundul yang seolah-olah tempat pengasingan amat menyedihkan. Tak ada tonggak, tak ada pohon, tak ada atap, tak ada apa-apa. Tentu saja Pendekar Kera Sakti bingung mencari di mana negeri Samudera Kencana itu.Rindu Malam membawa Baraka persis ke tengah pulau. Kelana Cinta segera lakukan gerakan aneh. Kedua tangannya direntangkan, lalu mengeras, dan bergerak saling mendekat di depan dada. Kedua tangan itu saling bertemu, tapi hanya ujung telunjuk dan ujung jempolnya saja yang bertemu, jari lainnya menggenggam rapat. Kelana Cinta memusatkan pikirannya, mengerahkan tenaga untuk keluarkan kekuatan aneh dari ujung pertemuan dua telunjuk tersebut.Kejap berikut, ujung telunjuk itu lepaskan selarik sinar warna-warni, bagaikan sinar pelangi. Sinar itu melesat tanpa putus, mengarah ke tanah cadas berumput laut. Sinar itu bergerak sesuai dengan langkah kaki Kelana Cinta yang mengelilingi tubuh Rindu Malam dan Baraka. Sinar warna-
"Memang... memang hanya salah paham saja."Baraka tertawa, tapi Rindu Malam dan Sumbaruni saling lirik penuh hasrat untuk saling menyerang. Hasrat itu sama-sama mereka tahan supaya tidak membuat si pendekar tampan besar kepala, karena merasa diperebutkan.Tiba-tiba sekelebat bayangan datang dari arah belakang Sumbaruni. Bayangan itu tahu-tahu sudah berwujud di depan mereka, membuat Sumbaruni dan Baraka sedikit tercengang melihat penampilan seorang tokoh tua berambut panjang abu-abu, berbadan kurus dan berjubah putih kusam. Orang itu bukan orang tua yang bertarung aneh di puncak bukit seberang tadi, melainkan seorang tokoh tua yang amat dikenal Baraka dan Sumbaruni. Dia adalah Raja Maut, tokoh beraliran putih yang tidak sempat hadir dalam pertemuan di Bukit Kayangan untuk membicarakan pelaku pembunuhan Ki Empu Sakya."Sumbaruni, syukurlah kau bisa kutemui di sini!" kata Raja Maut."Ada apa, Prasonco?" tanya Sumbaruni menyebutkan nama asli Raja Maut.