Share

Pertemuan Para Sigindo

Penulis: Ken Matahari
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-13 08:52:07

Saat alam pikir Pak Cik akan lebih jauh merantau, sekonyong-konyong Aditya membuyarkannya.

"Bagaimana teman-teman? Bukankah ceritaku begitu memikat?"

Sebuah pertanyaan satire dari Aditya menghidupkan kembali heningnya suasana.

"Apanya yang memikat Aditya? Bagiku ceritamu memuakkan!" tiba-tiba Candra menindas pertanyaan Aditya dengan sengit.

Pak Cik dan Nadir yang sedari tadi mendengarkan jadi bingung dengan keadaan yang ada. Nadir melayangkan pandang pada Pak Cik. Meminta persetujuan Pak Cik untuk bicara. Pak Cik menganggukkan kepala memberi persetujuan.

"Temanku, Aditya dan Candra, aku sejujurnya jadi bingung dengan arah percakapan ini," tanya Nadir dengan polos.

"Kenapa kau bingung Nadir?" tanya Aditya singkat.

"Kau Aditya, kudengar sedari tadi memuja puji Sriwijaya. Seolah tak ada yang jelek dari Sriwijaya. Sementara di satu sisi, Candra menyatakan ketidaksukaannya akan ceritamu. Sesungguhnya apa yang hendak kalian berdua sampaikan?"

Terkekeh Aditya merespon pertanyaan Nadir.

"Kau
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Danau Gunung Tujuh

    Penderitaan Rajaputra Aruna bertambah. Pukulan terakhir Sadnya ke punggung Antu Banyu membuat luka dalamnya makin menjadi. Berulang kali ia memuntahkan darah segar kehitaman.Tapi bukan berarti hal tersebut mengurungkan niatnya untuk mengelabui Sadnya."Luka ini tak boleh menghalangi siasatku! Senapati ingusan itu harus membayar mahal semua yang dilakukannya padaku...!" rutuk Rajaputra Aruna dalam hati.Dikejauhan, tubuh Antu Banyu tak bergerak. Tubuhnya hanya bereaksi dengan muntahan darah yang makin memerahkan permukaan Sungai Komering.Sadnya mulai bernafas lega. Ketiadaan reaksi dari Antu Banyu, membuat Sadnya mengira bahwa iblis Sungai Komering itu telah berakhir. Kewaspadaannya mengendur.Sadnya bersiap berpindah ke tubuh Antu Banyu. Sebelum melompat ke atas tubuh iblis itu, Sadnya terlebih menyarungkan Golok Melasa Kepappang kesarungnya. Sebuah kesalahan fatal yang disadari.Dalam hitungan detik, Sadnya melangkah ringan dan berdiri tepat di atas tubuh Antu Banyu. Setelah berhas

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kabar Tak Sedap

    Sigindo bisa membaca gerak pikir para sigindo lainnya. Sejak lama memang, para sigindo di Kerinci Rendah gelisah melihat perkembangan yang ada.Selama ini, sebelum Kedatuan Melayu berhasil ditaklukkan oleh Kedatuan Kedatuan Sriwijaya, mereka hidup tenang, damai, dan makmur. Tapi kini semua telah berubah.Jika sebelumnya Kerinci Rendah merupakan bandar pengepul hasil bumi dari berbagai daerah di Kerinci Tinggi yang dikenal sebagai penghasil utama komoditi ekspor berupa rempah dan hasil bumi lainnya, kini Kerinci Rendah mengalami masa-masa suram akibat kekalahan Melayu dari Sriwijaya. Kekalahan tersebut mengakibatkan pajak yang dikenakan untuk semua barang ekspor yang melewati Melayu dan bandarnya melambung tinggi. Hampir tak masuk akal untuk dibayar.Tak hanya soal pajak, para Sigindo Kerinci Rendah kini juga merasa ancaman Sriwijaya juga mengarah pada sumber daya ekonomi utama mereka, emas dan kedaulatan mereka."Ehm...Tuan-Tuan Sigindo yang aku hormati. Sejujurnya aku paham apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kemenangan dan Kehilangan

    Dengan tergopoh-gopoh, Laksmi akhirnya sampai di gubuk tepi danau. Dihadapannya, seorang lelaki tua bertubuh pendek telah menunggunya. Raut muka si lelaki tua tampak tak sabar menunggu kedatangan Laksmi."Aaaah...kali ini kau lambat sekali Laksmi cucuku!""Begitulah Datuk? Ada apa gerangan Datuk tampak begitu cemas?""Laksmi, berkemaslah! Aku tak punya waktu untuk menjelaskannya! Segeralah menyusulkunke kamar waktu! Jangan telat lagi Laksmi!" perintah Datuk tua itu dengan lantang pada Laksmi.Mendengar teriakan si datuk tua, Laksmi mau tak mau mematuhinya. Dengan sigap ia segera masuk ke dalam gubuk dan mengemasi perlengkapannya. Tak sempat sama sekali ia beristirahat barang sebentar. Setelah itu, segera ia menyusul si datuk tua ke sebuah ruangan yang disebut sebagai "kamar waktu".Setibanya dalam kamar waktu, ia mendapati si datuk tua sedang menunggunya dengan posisi duduk bersila. Tanpa banyak tanya, Laksmi segera duduk di samping belakang si datuk tua. Ia mengikuti si datuk tua dud

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Persiapan Sungai Lintang

    Awal tahun 606 Saka. Pinggiran hilir Sungai Batang Lintang mulai hiruk pikuk sejak pagi. Ratusan lelaki hilir mudik dengan dada terbuka. Tampak peluh mereka bercucuran di sekujur tubuh bak air hujan jatuh dari atap.Beratus-ratus kubik tanah dibongkar dan diangkut menggunakan keranjang bambu dari gundukan-gundukan tanah di balik semak belukar. Tanah-tanah itu kemudian disusun jadi benteng pertahanan di sepanjang pinggiran Sungai Lintang.Di tempat-tempat tertentu yang memungkinkan, parit-parit pertahanan digali. Sementara ratusan prajurit lainnya sibuk menebang, memotong, dan membuat tombak-tombak kayu panjang di muka benteng pertahanan.Pembangunan benteng pertahanan berupa tanggul parit bukanlah hal umum yang dilakukan suatu negeri untuk menghadapi perang di zaman itu. Hal ini keluar dari kebiasaan yang biasanya dilakukan di tempat terbuka dan lapang.Strategi membangun benteng pertahanan berupa parit sepanjang Sungai Lintang itu merupakan hasil dari kesepakatan para sigindo Kerinci

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Babak Baru

    Lidah matahari mulai menggigit. Halaman Istana Kedatuan Sriwijaya terlihat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Kegembiraan mulai tampak melalui senyum indah para penghuninya. Mulai dari pengurus kuda rendahan hingga penguasanya.Pagi beranjak siang itu, Pangeran Indrawarman tampak berkeliling lingkungan istana. Saat berkeliling pagi itu, ia tak henti menyapa seluruh abdi istana yang ditemuinya. Sementara itu, Senapati Madya Arsa setia selalu berada disampingnya bersama beberapa orang prajurit pengawal Datu."Senapati Arsa, aku senang pagi ini. Satu tugasku telah selesai. Kita telah berhasil menumpas pemberontakan Rajaputra Aruna dengan baik!" kata Pangeran Indrawarman pada Senapati Madya Arsa."Amba Senapati.""Tapi jujur masih ada dua hal yang mengganjal dihatiku."Senapati Madya Arsa mengerti arah kalimat Pangeran Indrawarman. Tapi sebagai hamba, dia tak mungkin mendahului tuannya."Ampuni Amba Pangeran. Jika Amba boleh tahu, apakah yang masih mengganjal di dalam hati Tuanku?""Hilan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Awal Gerilya

    Ada raut sedih pada wajah Aditya. Candra tak menduga laporannya barusan akan membuat hal itu terjadi."Kenapa kau Aditya?" tanya Pak Cik melihat perubahan Aditya."Tak ada apa-apa Pak Cik. Aku hanya kaget mendengar berita dari Candra barusan."Pak Cik penasaran. Ia masih mengejar Aditya dengan pertanyaan."Kalau aku boleh tahu, siapakah Sadnya itu? Sepertinya nama itu cukup akrab dengan kalian berdua?""Sadnya adalah salah satu senapati madya yang dimiliki oleh Sriwijaya," jawab Candra."Lalu apa hubungan Sadnya dengan kalian berdua? Bukankah ia adalah musuh bagi kita hari ini?""Kau benar Pak Cik. Jika dilihat dari perseteruan antar negeri, Sadnya adalah musuh kita. Karena ia prajurit Sriwijaya. Tapi, karakter teguh yang dimiliki perwira Sriwijaya yang satu ini membuat kami berdua bersimpati padanya. Walaupun kami berdua tak mengenalnya secara pribadi," lanjut Candra menjelaskan siapa Sadnya dan hubungannya dengan mereka berdua.Mendengar pembicaraan mulai melebar pada Sadnya sebagai

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Kegelisahan Sang Pangeran

    Pangeran Idrawarman duduk termangu di ruang utama Istana Kedatuan Melayu. Raut mukanya sedang kurang nyaman. Berulang kali ia menarik nafas panjang. Entah apa yang sedang mengganggu pikirannya saat ini.Kegundahan Pangeran Indrawarman itu tak berlangsung lama. Permaisuri Sobakencana tak lama kemudian telah muncul dan duduk tak jauh dari putranya."Ananda Pangeran, Ibu Ratu lihat setelah selesai kita menumpas Rajaputra Aruna, kau lebih sering melamun. Apa sebenarnya yang membuat kau demikian gundah anakku?"Pangeran Indrawarman tak langsung menjawab pertanyaan Ratu Sobakencana. Ia diam beberapa dan saat dan menarik nafas panjang."Hhhh...Ibu Ratu bisa membaca hati Amba.""Pangeran, kau anakku. Dari rahimku ini kau kukandung dan kulahirkan. Dari payudaraku ini kau kususuim dari kedua tanganku ini, kau kubesarkan. Anakku, aku kenal betul sifatmu. Kau tak bisa menyembunyikan kegelisahanmu dari ibumu ini. Ceritakanlah padaku. Siapa tahu itu bisa menemukan jalan keluar. Setidaknya meringank

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Bajak Laut, Duri Dalam Daging

    "Pangeran, kini aku akan menceritakan kenapa Kedatuan Srwijaya harus mengirim ekspedisi penaklukkan ke Pulau Bangka. Secara geografis daerah Pulau Bangka, merupakan dataran yang berhadapan langsung dengan Selat Bangka yang bermuara juga sungai-sungai di Mukha Upang, Sungsang, dan Saleh dari daratan Swarna Dwipa. Disekelilingnya, di sebelah barat, Utara, dan timur masih tertutup hutan rawa pantai. Disebelah selatan tanahnya agak berbukit-bukit. Bagian yang tertinggi disebut Bukit Besar dengan ketinggian sekitar 125 meter di atas permukaan laut. Di sebelah utara, membentang dari timur laut menuju barat mengalir Sungai Mendo yang bermuara di Selat Bangka setelah sebelumnya membelah daerah rawa-rawa," ujar Ratu Sobakencana panjang lebar. Karenanya keluasan pengetahuan sang ibu, pewaris takhta Kedatuan Sriwijaya ini dibuat terkagum-kagum.Ratu Sobakencana melanjutkan ceritanya."Dengan letak mengapit Selat Bangka bersama-sama Swarna Dwipa, kau bisa bayangkan betapa strategis posisi Pulau B

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23

Bab terbaru

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Momentum

    "Nadir adalah penyusup itu!" semua yang hadir seperti tersambar petir di siang bolong mendengar nama Nadir disebut Candra sebagai telik sandi Sriwijaya yang berhasil menyusup ke dalam tubuh gerakan kemerdekaan Melayu. Wak Baidil menjerit histeris."Apa? Nadir? Aku tak salah dengar Candra?""Tidak Wak! Nadir memang penyusup itu!""Demi Buddha! Nadir...! Tak kusangka anakku itu ternyata seorang musuhku sendiri...," ucap Wak Baidil lemas. Tubuhnya seperti kehilangan tulang penyangga tubuh. Ia duduk lemas tanpa daya. Ia benar-benar tak menyangka, anak angkat yang sangat ia kasihi itu ternyata seorang mata-mata Sriwijaya. Dengan suara parau, Wak Baidil berkata, "Alangkah sial hidupku ini. Setelah seumur hidup tak punya keturunan, saat punya anak angkat ternyata ia adalah musuhku!"Mata Wak Baidil berkaca-kaca. Orang tua itu setengah mati berusaha menahan tangis. Tapi ia gagal melakukannya kali ini. Air mata Wak Baidil menderas. Sekuat mungkin ia menahan ledakan tangis yang bisa merusak su

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Siapa Penyusup Itu?

    Pertemuan yang dipimpin Wak Baidil terus berlanjut. Setelah membahas tentang Persatuan Melayu, kini pertemuan mulai membahas soal isu-isu dan peristiwa terkini yang terjadi di Lubuk Ruso dan Melayu. Berbeda dengan materi sebelumnya yang cenderung kaku. Sekarang suasana berubah jadi lebih cair.Situasi di kota Melayu yang menjadi pokok bahasan pertama. Dalam bahasan Melayu ini, Wak Baidil minta Pak Cik dibantu Candra untuk menjelaskannya.Pak Cik berkesempatan menjelaskan situasi Melayu lebih dulu. Dengan penuh semangat ia lalu menceritakan kondisi Melayu. Mulai dari proses perembesan prajurit masuk ke Melayu hingga konflik yang terjadi antara Tara dan Senapati Madya Danar.Dalam kesempatan itu juga, Pak Cik menjelaskan tentang peta kekuatan pasukan Sriwijaya di Melayu. Baik kekuatan pasukan reguler, pasukan khusus, dan telik sandi milik Sriwijaya.Koh Bai yang jadi orang pertama bertanya pada Pak Cik. "Apa kabar sahabat lama? Senang bisa bertemu denganmu hari ini Cik. Apalagi aku mas

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Pertemuan Lubuk Ruso dan Melayu

    Hari belum lagi dini hari. Kokok ayam jantan pertama baru terdengar ketika rombongan Wak Baidil sampai di tepi Melayu. Sebelum meneruskan perjalanan masuk ke kota Melayu, Aditya menugaskan Muri dan Yoga untuk lebih dahulu masuk kota untuk memantau situasi dan memberitahu Pak Cik soal kedatangan mereka. Kehadiran mereka tak boleh diendus siapapun.Setelah menunggu cukup lama, Muri dan Yoga sudah kembali. Dari laporan mereka, situasi cukup aman bagi rombongan untuk dengan cepat mengendap dan langsung menuju kedai Pak Cik.Tanpa membuang waktu, seluruh rombongan bergerak senyap. Tak boleh ada suara ringkikan kuda yang terdengar. Tak ada satupun penduduk Melayu yang harus terbangun karena mendengar langkah kaki mereka.Jelang dini hari, rombongan Lubuk Ruso sudah sampai di rumah Pak Cik. Tak ada kendala selama perjalanan mereka dari pinggir kota hingga ke tujuan.Muri dan Yoga adalah orang yang terakhir masuk. Keduanya punya tugas tambahan menghapus seluruh jejak kaki mereka. Terutama je

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Tugas Awang

    Pagi ini Tara melakukan dinas militer seperti biasa. Seolah tak ada ketegangan yang sedang terjadi antaranya dengan Senapati Madya Danar dan Ishra. Setidaknya begitu dihadapan para prajurit bawahan.Setelah apel pagi, Tara langsung masuk ke dalam ruangan. Sementara prajurit peserta apel lain masih bergerombol dan mengobrol di lapangan. Di antara mereka terlihat Senapati Madya Danar, Ishra, dan Awang.Sejak peristiwa amukannya terhadap Senapati Madya Danar, Tara lebih banyak memilih diam di ruang kerjanya ketimbang harus berbaur dengan prajurit lain. Ia terlalu muak dan khawatir tak mampu mengontrol emosi jika melihat Senapati Madya Danar dan Ishra.Saat Tara berjalan menuju ruang kerjanya, di kejauhan Senapati Madya Danar melihat sinis pada perwira cantik itu. Tak perduli ia sedang berada di tengah orang ramai, ia dengan terbuka menunjukkan rasa permusuhannya."Ishra, kau tengoklah Tara bangsat itu! Gaya jalannya sudah macam Datu Sriwijaya pula? Congkak!" desis Senapati Madya Danar ny

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rencana Menjebak Tara

    "Kau benar Ishra. Emosi hampir membuatku terjebak dalam kebodohan. Memang, sudah selayaknya aku dapat keuntungan dari matinya iblis perempuan bernama Tara itu!" ucap Senapati Madya Danar yang mulai tersadar dari amarahnya. Ia telah kembali ke watak aslinya yang culas dan licin. "Bagaimana Ishra? Kini kita mulai susun skenario untuk membunuh Tara?""Siap Senapati! Makin cepat, makin baik!" jawab Ishra tak kalah licik.Keduanya kembali tenggelam dalam siasat untuk membunuh Tara. Tak lupa tentu keuntungan-keuntungan yang harus mereka dapat dari kematian Tara.Malam makin larut, obrolan Senapati Madya Danar dan Ishra makin serius. Seperti tak ada hari esok bagi keduanya. Menjelang fajar barulah obrolan kedua manusia culas itu selesai. Begitu semua rencana mereka dirasa matang, dengan cepat Ishra kembali ke baraknya. Tak boleh seorangpun yang melihat pertemuan mereka.Saat Ishra baru menutup pintu barak, sebuah bayangan manusia berkelebat di keremangan fajar. Ia menyelinap cepat di balik t

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Hasutan Ishra

    Istana Kedatuan Melayu malam hari. Tak ada aktivitas berarti di dalamnya. Gelap malam dan suasana sepi makin menambah muram istana yang pernah bersinar dan dikenal hingga ke negeri jauh itu.Istana Kedatuan Melayu terletak cukup jauh dari tepi Sungai Batanghari. Posisinya sendiri berada di antara bukit-bukit kecil. Pendahulu Sang Mahadatu Melayu memang sengaja memilih lokasi istana jauh dari Batanghari dengan pertimbangan pertahanan dan keamanan. Tapi setelah invasi Sriwijaya ke Melayu, pertimbangan tersebut terbukti rapuh[1].Jika menilik luas area yang dijadikan kawasan kompleks istana, maka kita tak akan mendapatkan jawaban pasti. Ada yang mengatakan luasnya lima hektar, ada yang menyebut lebih dari lima hektar, dan ragam pendapat lain.Di dalam area tersebut berdiri kompleks istana yang terdiri atas beberapa bangunan, bangunan utama dan beberapa bangunan pendukung.Bangunan utama dalam komplek Istana Kesatuan Melayu adalah istana yang kini didiami oleh Sang Mahadatu Melayu Muda da

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Aku Cinta Padamu Vidya

    Beberapa hari ke muka, halaman depan gubuk Wak Baidil terlihat ramai. Di keramaian terlihat Wak Baidil, Aditya, Nadir, Koh Bai, dan seluruh penduduk Lubuk Ruso. Tampak juga Umak dan beberapa perempuan lainnya. Tapi tak tampak Vidya di antara mereka.Keberangkatan Wak Baidil dan rombongan baru dilakukan setelah Muri terlebih dahulu pulang dari Melayu. Dengan begitu, setelah mendengar informasi perkembangan Melayu dari Muri, semua gerakan bisa disusun dan dilakukan dengan baik.Pagi ini, sesuai dengan hasil pertemuan yang dilakukan para tetua Lubuk Ruso beberapa hari sebelumnya, maka Wak Baidil bersama rombongan akan melakukan long march menyusuri seluruh bumi Melayu. Terutama dusun dan negeri yang berada di sepanjang aliran Sungai Batanghari melalui jalur darat. Jalur darat dipilih karena jauh lebih aman dari intaian pasukan Sriwijaya.Ikut dalam rombongan Wak Baidil adalah Aditya dan Koh Bai. Mereka berdua sengaja diminta langsung oleh Wak Baidil karena keduanya memiliki pengetahuan y

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Jalan Panjang Kebangsaan Melayu

    Ketiga anak beranak itu benar-benar tenggelam dalam obrolan panjang. Sampai matahari tenggelam, mereka masih tak beranjak dari tempat duduk masing-masing. Obrolan mereka hanya terpotong ketika Umak memaksa mereka untuk makan malam. Setelah itu, obrolan mereka kembali dilanjutkan.Saat sedang asyik mengobrol, dari gerbang pintu rumah, tampak Koh Bai menghampiri mereka."Wah...obrolan Wak Baidil dan dua pemuda tampan ini tampaknya asyik juga. Apakah kehadiranku ini mengganggu kalian?" tanya Koh Bai setibanya di teras gubuk Wak Baidil."Eh...Koh Bai. Kebetulan kau datang. Ayo sini bergabung," ajak Wak Baidil pada Koh Bai. "Nadir kau ambilkan kursi satu lagi di dalam. Biar Koh Bai bisa ikut ngobrol bersama kita."Nadir langsung bangkit dari duduk dan mengerjakan perintah Wak Baidil. Kini mereka berempat mulai terlibat obrolan yang lebih panjang."Kalau aku boleh tahu, apa sebenarnya yang dengan kalian bertiga obrolkan Wak?" tanya Koh Baidil membuka pembicaraan."Naaaah...kalau pertanyaanm

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rasa Kebangsaan

    Lubuk Ruso di waktu yang sama. Di beranda gubuk Wak Baidil, Aditya, Nadir, dan Wak Baidil seperti biasa, tampak bercengkrama. Santai tapi serius.Tema obrolan mereka kali lumayan berat. Tentang Persatuan Melayu."Aditya, Nadir, sejak obrolan kita terakhir soal Persatuan Melayu, aku benar-benar terganggu. Sulit aku tidur memikirkannya," Wak Baidil mengungkap kegelisahannya pada Aditya dan Nadir."Bak, sudahlah! Bak jangan berpikir yang berat-berat. Ingat. Bak sudah tua. Kalau Bak sakit, yang merasakan juga Bak sendiri!" omel Nadir pada Wak Baidil.Bukannya menuruti omongan Nadir, Wak Baidil malah menyanggah Nadir dengan omelan khas orang tua."Tahu apa kau Nadir! Justru di masa tua ini aku harus makin giat memikirkan negeriku, Melayu! Kau yang muda justru harus malu padaku! Kalian mestinya harus lebih giat memikirkan dan bekerja untuk Melayu!"Hampir saja Nadir mendebat Wak Baidil. Untungnya Aditya segera menengahi debat antara bapak dan anak tersebut agar tak memanjang."Sudah! Sudah!

DMCA.com Protection Status