Pantulan rembulan penuh dan bintang-bintang di air danau pecah oleh riak. Suara cipluk terdengar dalam kegelapan.
Zhou merangkak keluar danau dengan tubuh basah kuyup, dia terlentang di rerumputan hijau membentang tangan, dada pun kembang kempis.
Tadi ketika memakai jurus mata kucing dan tahan napas memerlukan chi yang sangat besar karena dipakai secara kontinu, tidak seperti biasa, Qiu Niu gagal menyalurkan chi pada. Zhou belajar dari kesalahannya dulu, ketika merasa ada yang aneh, dia bergerak cepat ke permukaan.
"Kenapa … tidak … bisa sampai … dasar?"
Bian di dalam tubuh Zhou menjawab, "Aneh, Qiu, bukannya kamu bisa menyalurkan chi pada tubuh Zhou, kenapa sekarang tidak bisa?"
Qiu ter
Zhou tak percaya dengan ucapan Werou, begitu juga Bian. Gadis entah berantah aneh, sok tahu akan hal yang mereka tidak ketahui, membuat perut mereka terkocok.Zhou terbahak kencang. "Ah, kamu pasti mengarang."Pipi Werou menggembung, sepertinya jengkel. "Heh, aku tidak bohong! Aku datang kemari dengan persiapan, banyak membaca juga mencari tahu kebenaran dari apa yang kubaca, mengerti?""Baik, info apa lagi yang kamu punya?" selidik Zhou."Banyak, tapi rahasia."Zhou sengaja memancing Werou menumpahkan banyak info. Dia bersila tangan membuang muka sambil nyinyir. "Modusmu bilang rahasia, padahal tidak tahu apa-apa." Bagian hijau giok matanya mengintip ke gadis itu."Dibilang
Dua gadis dalam sangkar menarik perhatian Bian yang menguasai tubuh Zhou. Sebagai Kaisar dia ditakdirkan memiliki banyak cinta, seperti kaisar-kaisar sebelumnya. Berbeda dengan pandangannya pada Lu Xun, gadis cerdas muda yang membuatnya gila, kedua gadis menarik hati Zhou dengan suara guzheng. "Hei, kenapa bengong?" tegur Werou, menyenggol lengan Zhou. "Huu, dasar lelaki, lihat yang mulus saja, langsung ngiler." Zhou menanggapi santai dengan tertawa kecil. Cara bicaranya begitu sopan. "Ayo, lekas cari kursi kosong, aku traktir minum arak." "Wohoo! Arak gratis! Baik Tuan Muda, akan hamba carikan tempat!" Zhou mengamati sekitar. Banyak pemuda kaya, pemuda tampan, k
Yu An duduk bersila bermain guzhen, sementara Yu En berdiri menahan gelembung yang mengelilingi mereka berdua, guzhengnya berdiri seperti tiang rumah. Jurus dua bidadari guzheng. Menggabungkan dua chi dan dua vokal, bicara berirama dan menyerang bersama, pertahanan mereka adalah rasa saling percaya. Dua gadis bicara bergantian, tetap menjaga intonasi indah. Yu An berbicara, "Tampan, jika mau menemui guru kamu harus melawan kami." "Kami test dulu," tambah Yu En. "Jika kami kalah kamu berhak menemui guru kami." "Hadiah." "Jika kamu kalah, kamu harus mengabdi pada kami." "Setuju?
Pakaian putih berbalut jubah kuning taois, berlambang ying-yang pada bagian punggung. Pria itu Nu An. Tongkat besar senjata, mengecil. Dia memakai benda kuning itu sebagai tusuk rambut. Aura pendekar membuat dua Yu sunkan juga waspada, menjaga kesopanan di depan senior. "Pendekar, kenapa menyerang kami?" tanya Yu An dengan ketus pada pendekar. "Aku hanya lewat. Melihat pertarungan tidak imbang, sungguh membuat jiwaku meronta. Bagaimana mungkin kalian menyerang seorang pemuda?" "Tuan tidak mengerti. Walau dia sendiri, dalam tubuhnya bersemayang celestia." "Tetap saja kalian pendekar sakti bersenjata guzheng pembunuh, sementara dia hanya memakai suling bambu normal." Yu En kes
Pertempuran utara semakin memanas. Dua kubu saling membunuh.Walau kubu Cao Cao berada di atas angin, dengan nama keluarga Yuan, Yuan Shao merekrut lebih banyak pasukan. Mati satu tumbuh sepuluh. Sebanyak apapun pasukan Cao Cao membabat musuh, keesokan hari mereka datang dengan jumlah yang lebih banyak.Selain itu, ada satu masalah kritis yang membuat kepala Cao Cao mau pecah.Logistik menipis.Cao Cao punya kebiasaan berjalan-jalan di dalam kam dengan memakai pakaian santai seperti prajurit biasa, tentu dia tidak sendiri. Xu Chu menjadi bayangannya yang siap siaga melindungi dari apapun.Dengus seperti kuda Cao Cao membuat Xu Chu gatal tak tahan diam.
Empat hari berlalu. Masalah logistik menyiksa Cao Cao.Dia duduk memandang kosong ke nyala api di tungku luar tenda. Semua cara dia lakukan, bahkan nyaris memicu mutuni pasukan.Dia membaca surat dari Xun You sekali lagi.(Maju, demi Han majulah. Mundur hanya membuatmu menjadi tikus dalam lubang, menanti kematian. Maju, jika gagal, bawa Yuan Shao bersamamu ke neraka.)Dia melempar surat rajutan bambu ke lantai. Yang dia butuhkan hanya saran dari Xun You untuk mundur, sehingga kelak jika sejarah menghujat karena dia mundur, dia punya kambing hitam sebagai tumbal.Tiba-tiba kepalanya sakit. Dia berbaring ke lantai. "Pengawal … pengawal! Mana obatku?"
Cao Cao berpikir cukup lama hingga jatuh pada spekulasi. "Ini hanya mimpi. Ya, pasti mimpi. Ketika aku bangun, semua akan kembali normal."Quan Long terkekeh. Telapak tangan yang berdarah belum turun dari tadi, menanti jabat tangan.Dia menjawab dengan serius. "Kamu benar, ini memang mimpi. Mimpi buatanku. Akan tetapi jika kamu mengikat kontrak denganku, ketika kamu terbangun dari mimpi, kamu akan menemukan jalan keluar mengalahkan Yuan Shao."Cao Cao tidak ingin terburu-buru. "Kenapa aku? Kenapa kamu tidak menolong Yuan Shao?"Quan Long terbahak. Tangannya turun. "Alasannya mudah, coba tebak, apa yang kamu miliki sementara Yuan Shao tidak?"Cao Cao berpikir keras, melangkah sambil menebak-nebak memakai kalimat Xun You
Siang hari para punggawa Cao Cao berkumpul di tenda utama. Mereka menanti rencana selanjutnya Cao Cao. Mereka tak mengenal Quan Long yang mengaku sebagai Ziyuan. Pemuda itu berdiri di belakang Cao Cao dengan percaya diri. Cao Hong gatal menyimpan pertanyaan, pada akhirnya buka suara. "Sepupuku, siapa pria di belakangmu itu?" "Ziyuan." Cao Cao memperkenalkannya pada semua yang hadir. "Dia sahabatku yang bisa dipercaya. Mulai sekarang dia menjadi penjaga keduaku setelah Xu Chu. Baiklah, jika semua sudah berkumpul kita mulai rapat membahas rencana pertempuran." Sebelum rapat mulai Cheng Yu kembali dari perjalanan jauh. Dia terkekeh masuk ke tenda utama tanpa ijin, membuat para punggawa bersiap mencabut pedang. "Haiya, kalia
Cao Cao dan para punggawa berada di kota Ba. Mereka berkumpul guna menyelidiki surat-surat rahasia Yuan Shao yang ditujukan pada teman-temannya di daerah kekuasaan Cao Cao. Cukup banyak surat-surat sampai dua hari menyita perhatian Cao Cao, menetap di ruang baca. "Apa yang hendak sepupu lakukan dengan semua surat-surat?" tanya Cao Hong, memberanikan diri setelah menanti begitu lama, sampai kakinya pegal. Cao Cao menghela nafas panjang membaca satu surat, lalu dia terkekeh. "Yuan Shao, Dong Cheng, Liu Bei, Sun Ce, Ma Teng, Liu Zhang, Liu Biao, King Ring, Meng Tian, Meng Huo, Zhang Reng. Mereka bersumpah setia pada Kaisar untuk membunuhku." Dia terkekeh hingga terlentang di bantal. "Haiya, jadi surat ini yang membuat Yuan Shao berani menantangku, Perdana Menteri Han?"
Nu An dan pengikutnya malam ini sibuk dengan kegiatan merawat korban perang.Pelarian pasukan Yuan Shao banyak yang singgah di pertigaan Hubei, pertigaan antara kota Ye, Beihai, dan kota Ba.Bisa dibilang pertigaan Hubei menjadi tempat paling netral dari politik juga peperangan di seantero Han saat ini.Semua karena nama besar Nu An membuat pasukan Cao Cao sungkan hendak menyerang, terlebih bukan hanya pelarian pasukan Yuan Shao yang dia tolong, tapi juga beberapa pasukan Cao Cao yang terluka pun dirawat di sana.Ha Nif berlari dari arah hutan dengan raut wajah panik. "Guru, Guru Nuan!"Nu An sedang menjahit luka tebas di badan salah satu pasukan Yuan Shao, dia fokus pada pekerjaan tak mengindahkan muridnya itu.&n
Sementara itu di pelabuhan Yang Feng, pelabuhan dekat kota Ye, puluhan kapal besar berlabuh dikawal ratusan kapal kecil dan ribuan sampan. Cahaya obor mewarnai sungai kuning di malam hari, mempertontonkan bendera Cao Cao yang berkibar di masing-masing kapal. Semua warga berkumpul di depan rumah masing-masing, menunjuk-nunjuk ribuan prajurit yang berbaris menuju utara. Para warga mulai berbisik. "Wah, bukankah Cao Cao telah mengalahkan Yuan Shao, kenapa pasukan mereka masih siaga seperti ini?" "Haiya, Perdana Menteri mungkin ingin menghabisi seluruh penduduk utara karena mendukung Yuan Shao." Mereka berhenti bicara ketika Quan Long bersama beberapa jendral berkuda
Ini ucapan pertama Liu Bang setelah beberapa jam berdiam diri."Baik, selamatkan rakyat dari tirani adalah hal terpenting."Zhou lega, mengetahui Liu Bang orang baik. Namun, dia sadar, pasti sulit mengucapkan tirani pada sesuatu yang dia bangun sepenuh jiwa dulu. Sesuatu yang diyakini berbeda dari dinasti sebelumnya.Liu Bang berbalik menghadap Zhou. Lagi-lagi dia memberi raut wajah yang serius. "Aku merasakan dua tenaga dalam dirimu. Katakan, apa kalian melakukan transfer ruh?"Zhou mengangguk."Kenapa? Siapa yang kehilangan badan?"Zhou menceritakan apa yang terjadi pada Liu Bang karena percaya buyut Liu Bian tidak memiliki niat jahat kepadanya.
Liu Bang masih terpukul. Kedua telapak tangannya menekan dua sisi pelipis, memandang pantulan wajah di jernih air danau."Bian, bagaimana ini?" tanya Zhou dalam tubuh Bian. "Cepat selidiki, sebenarnya apa yang terjadi."Tanpa disuruh pun Bian ingin bertanya, hanya saja dia menanti saat yang tepat, melihat kondisi pemuda itu membuatnya sungkan untuk mendesak.Liu Bang tertawa histeris menggeleng cepat. "Dewa naga sialan, dia benar-benar berhasil membuat danau rembulan!"Dia berbalik mencengkram kedua lengan Zhou. "Kamu berhasil masuk, berarti kamu keturunanku. Katakan, keturunan ke berapa dan bagaimana keadaan di luar sana?""A-aku keturunan ke-13. Keadaan di luar kacau balau. Setelah nyaris empat ratus tahun Han berdiri
Pertukaran terjadi. Sekarang Bian memegang kendali tubuh Zhou.Dia berdiri membawa obor abadi, mengamati kemegahan dinding batu raksasa berlumut dengan seksama. Sesekali dia meraba-raba dinding berharap menemukan keajaiban seperti tempo hari, di mana dia tidak sengaja menekan tombol rahasia yang membuat pintu terbuka.Sambil memakan biji padi dia duduk bersila mengamati pintu raksasa berhias tanaman hijau memanjang bak tirai."Zhou, menurutmu bagaimana?" tanya Bian.Tidak ada jawaban dari sahabat di dalam alam bawah sadar."Hei, bantu berpikir.""Ah berisik, aku sedang menikmati arak!"Bian menghela napas panjang. Terkadang
Pertukaran kuasa atas tubuh terjadi seperti biasa. Keduanya silih berganti, menahan lapar juga haus. Zhou duduk bersila kaki menggaruk kepala seperti kera kutuan walau tidak gatal. Entah berapa lama dia menunggu sampai kuku memanjang, pipi cekung, bibir pecah-pecah. Rupa Zhou seperti mayat hidup. Hingga detik ini dia sabar menanti. Dengan nada panjang yang malas, dia bertanya, "Bian, bagaimana sekarang? Sudah ketemu belum jalan keluarnya?" Dalam alam bawah sadar Bian menjawab, "Ikuti sumber kehidupan menuju kehidupan. Haiya … apa maksudnya coba?" Zhou berdecak sebal, selalu pertanyaan yang sama, selalu kalimat yang sama. Dia tak pernah akur dengan puisi, bagaimana mungkin bisa mengerti?
Zhou menghindari serangan musuh tanpa melepas batu besi inti bumi yang meluncur menuju dasar danau. Keduanya tercengang ketika melihat sosok musuh. Mereka pernah bertemu sosok manusia ikan ketika pertama kali bertemu dengan Qiu Niu, dalam dunia bawah sadar. Namun, baru kali ini mereka berhadapan dengan para manusia ikan di dalam air. Gerakan mereka seperti ikan koi menyerang capung. Senjata tombak spatula bermata tiga begitu tajam juga bercahaya terang. Mereka memakai senjata dengan cara menyodok. Selama perjalanan Zhou hanya bisa menghindar. Gerak badannya lambat di dalam air, membuat menghindari serangan sangat susah. Zhou masuk ke dalam gelembung kasat m
Sementara itu di tepi danau rembulan, Zhou belum juga masuk ke dalam danau."Kakek, sekarang apa?" tanya Bian yang menguasai tubuh Zhou.Dua Kakek terkekeh. Kakek putih mengayun tangan, memberi kode para dayang untuk menaruh kendi raksasa ke tepi danau rembulan.Yu An dan Yu En datang membawa kayu pipih besar, juga cairan aneh dalam kendi berukuran sedang."Kakak tenang saja," jawab Yu An, senyumnya mampu membuat Zhou sedikit rileks.Jika gadis kalem menyuruhnya tenang, bukankah berarti semua baik-baik saja?Yu An menuang cairan itu ke dalam kendi berisi air, lalu Yu En dan Kakek mengaduk perlahan memakai kayu pipih.Aroma sabun