Mahen membusungkan dadanya sambil bercanda ia berkata, “Hehehe, Mahen gitu lho! Asalkan cukup diberi asupan gizi, otakku ini memang bisa diandalkan.”Biksu Dharmapada mengizinkan Biksu Dharma Pradipa keluar kuil untuk membantu Bayu. Perjalanan ke danau Awan Biru dimulai besok. Bayu, Nayaka dan Biksu Dharma Pradipa sudah menyusun rencana penyelamatan Putri Safira sesuai ide Mahen.Pagi hari tampak tiga ekor kuda berderap keluar dari kuil, menuju arah Barat tepatnya ke daerah danau Awan Biru. Kuda berlari dengan kecepatan sedang. Penunggangnya adalah Bayu, Nayaka dan Biksu Dharma Pradipa. Mereka sekarang masih ada di daerah kaki gunung Belah wilayah Surya Utara. Bayu teringat pesan John kepadanya sebelum dipindahkan ke Antakara. “Kira memiliki rekaman gambar daerah kaki gunung Belah cukup lengkap. Robot gagak yang diciptakannya sudah merekam hampir seluruh wilayah itu. Jadi ia pasti menuju ke permukaan bumi di daerah tersebut. Bayu engkau pun akan kupindahkan ke daerah itu, mulailah pen
elayan mengirim pesanan Rambitan. Dengan cepat pemuda itu menyambar ayam bakar dan digigitnya. Bayu mengangkat tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka melengkung diarahkan ke arah ayam bakar dalam genggaman tangan Rambitan. Seketika pada ayam bakar itu tampak satu titik sinar yang terang dan berasap, tidak lama muncul api dan ayam bakar itu terbakar lagi. Rambitan kaget dan mengibas-ngibaskan ayam itu, tapi api sudah terlanjur membesar hingga ayam itu gosong. Rambitan menyiram ayam itu dengan air teh. Tingkahnya yang panik kelihatan lucu sekali. Banyak pengunjung warung lain yang melihatnya tertawa ditahan-tahan, termasuk Bayu.Rambitan bingung dan malu, dipanggilnya lagi pelayan tadi, “Hei pelayan!! Kau jangan main-main denganku, aku minta ayam bakar bukan ayam yang masih terbakar.”Pelayan dengan bingung melihat ayam yang gosong dan basah di atas meja. “Tapi tadi kan Tuan sudah memakannya, tidak seperti ini.”“Aargh kurang ajar! Cepat ganti dan juga tehnya.”Bayu berbisik, “Ras
Pagi, sudah tampak Rumi kembali memasuki toko, seperti kemarin ia meletakkan keranjangnya di meja kasir. Setelah selesai dibayar ia berkata pada Pak Wardi, “Maaf Pak, bolehkah aku menumpang ke kamar kecil.”“Silakan, kau kan sudah tahu tempatnya.”Rumi menuju ke kamar kecil toko, masuk, dan hampir saja dia menjerit, ada seorang wanita yang persis dirinya di dalam. “Ssst, jangan berisik, aku bersama Pangeran Bayu akan membebaskan kalian, kau diamlah aku akan merias wajahmu, nanti setelah aku keluar, tunggulah sebentar lalu keluarlah dari toko temui seorang laki-laki tua dan anaknya.” Lalu setelah selesai merias wajah, wanita yang mirip Rumi ini keluar dari kamar kecil, mengambil keranjang, dan mengangguk pada Pak Wardi, kemudian keluar dari toko. Di rumah, Putri Safira gelisah menunggu kedatangan Rumi. Ketika di dengarnya suara langkah di depan pintu, cepat dibukanya dan ditariknya Rumi ke dalam sambil berbisik, “Bagaimana?”Rumi menjawab, “Maaf Putri Safira, hamba bukan Rumi, hamba
Iblis Seribu Racun mengacungkan tongkatnya pada Nayaka sambil berkata, “Hei tikus kecil, berani sekali kau mengambil tahananku.”“Dia bukan tahanan kita Guru, dia itu laki-laki yang menyamar.” Semua anak buah Iblis Seribu Racun memanggilnya Guru.“Lalu di mana tahanan kita?” tanya sang Iblis.“Maaf Guru, semua tahanan kita sudah menghilang.”“Goblok kalian!! Apa kerja kalian! Menjaga wanita saja tidak becus,” bentak sang Iblis murka.“Sekarang tangkap tikus-tikus ini, jangan sampai lolos.”Sekali lagi anak buah sang Iblis mengepung Nayaka.Biksu Pradipa berkata lirih, “Lawanlah mereka, jangan pedulikan aku.”“Diam kau! Cerewet!” bentak Nayaka, tapi tak dilepaskannya pegangannya pada Biksu Pradipa. Serangan mulai berdatangan ke arah mereka. Nayaka semakin repot menghalau serangan-serangan itu, tak ada kesempatan sedikit pun untuk balas menyerang.Secara tiba-tiba keadaan menjadi gelap gulita, terdengar jerit beberapa orang, kemudian sepi. Keadaan menjadi terang kembali, tetapi Nayaka
Iblis Seribu Racun bukanlah orang bodoh, walaupun ia bersekutu dengan Bagaskoro tapi ia tetap waspada bila suatu saat sekutunya itu berbalik melawannya. Ia mempelajari kelemahan jurus-jurus dalam Kitab Bumi, terutama jurus logam yang kabarnya tak tertandingi. Suatu saat ia melihat seekor ular kobra yang sedang bertarung dan menyemburkan racun ke arah musuhnya. Hal ini memberikan ide padanya untuk membuat tongkat yang bisa menyemburkan racun seperti ular kobra.Bayu menahan nafasnya supaya tidak menghirup kabut racun. Tetapi serangan Iblis Seribu Racun bertubi-tubi membuat Bayu cukup kerepotan. Dibacanya mantra jurus cahaya, “ ... deepa akhza agha bhumi” kemudian tenaga dalamnya mendorong kekuatan batinnya, untuk mewujudkan sebuah pedang cahaya dalam genggamannya.Sambil menghindari serangan kabut racun, Bayu memutar tubuh dan,“Heeeyyaaaaa”Pedang cahayanya terayun memotong tongkat Iblis Seribu Racun.Hanya terdengar suara ‘cssss’ tongkat ular itu terpotong menjadi dua, mekanisme ala
Si Kumis melewati lubang pada pintu, tapi kemudian ia hanya diam terpaku. Bayu mengikuti masuk ke dalam ruang penyimpanan harta itu, nafasnya seakan berhenti menyaksikan tumpukan harta, emas, dan batu-batu mulia yang menggunung. Si Kumis bahkan sudah meneteskan air liur melihat tumpukan harta itu.“Ambil kain! Untuk membungkus harta itu,” perintah Bayu pada si Kumis. Sedangkan dia mendekati satu sisi dinding yang masih alami dari batu padas dan penuh dengan goresan-goresan. Ternyata pada dinding itulah ilmu peninggalan dari Dewa Ular dituliskan. Bayu tampak bimbang, tapi akhirnya diputuskannya untuk merusak dinding itu sehingga tulisannya tidak terbaca lagi.Si Kumis sudah selesai membungkus harta karun itu menjadi 3 bungkusan kain besar. “Bawa bungkusan itu keluar.”Si Kumis mengangkat satu bungkusan ke punggungnya, satu lagi digendongnya di depan. Dia berjalan hingga terbungkuk-bungkuk. Bayu membawa satu bungkusan yang tersisa.Di luar Nayaka sudah mengikat semua bekas anak buah Ib
Ooh belum Bos, dari tadi tamu-tamu di sini minta ini, itu. Aku belum sempat mengantarnya.”“Gila kau! Kalau sampai Tuan Muda Prastowo protes, gajimu bulan ini akan kupotong. Ayo, cepat antarkan!”Bayu yang mendengar percakapan itu, segera menghampiri si Bapak.“Pak, pesananku di bungkus saja, aku menginap di samping, aku akan ambil pesananku nanti, tapi aku bayar sekarang,” ucap Bayu buru-buru sambil memberikan sekeping perak.“Baik Tuan, kembaliannya?”“Nanti saja”Bayu segera keluar mengikuti pelayan gendut tadi, ia ingin tahu di mana rumah Prastowo, karena menurut si Kumis, Kirani bersama dengan Prastowo.Si Gendut berjalan dengan santai, ini kesempatan baginya, tidak perlu sibuk melayani para tamu yang kadang-kadang cerewetnya minta ampun.Bayu hampir tidak sabar mengikuti si Gendut itu. Kelihatannya orang ini akan lebih cepat menggelinding daripada berjalan.Arahnya tidak menuju ke pusat kota tapi justru ke pinggiran. Hampir sampai di tembok batas ibukota, si Gendut belok ke sebu
Bayu tidak ingin berdebat maka ia pun beranjak dari tempat duduknya dan pamit, “Baik, maafkan aku Kira, permisi.”Sayang sekali, ia sudah berhasil bertemu dengan Kirani, tapi tampaknya belum bisa membawanya kembali ke Agartha. Harapannya saat serum obat Kirani habis, gadis itu akan berubah pikiran. Yang penting ia sudah mengetahui di mana Kirani tinggal.**Panggung sudah didirikan, dua hari lagi pertandingan untuk memilih Komandan Pasukan Pengawal Raja akan dimulai. Para peserta kebanyakan berasal dari perguruan-perguruan ilmu kanuragan besar, seperti Perguruan Pedang Terbang, Perguruan Tinju Besi, Perguruan Tongkat Tunggal dan Klan Golok Naga.Selain jabatan sebagai Komandan Pasukan Pengawal Raja, pemenang pertandingan juga mendapatkan hadiah 1000 keping emas, jumlah yang sangat besar saat itu, sebagai perbandingan Bayu membeli rumah sekaligus toko untuk ibundanya hanya senilai 450 keping emas.Di ibukota, orang-orang sudah mulai ramai membicarakan tentang pertandingan itu. Beberapa