Iblis Seribu Racun bukanlah orang bodoh, walaupun ia bersekutu dengan Bagaskoro tapi ia tetap waspada bila suatu saat sekutunya itu berbalik melawannya. Ia mempelajari kelemahan jurus-jurus dalam Kitab Bumi, terutama jurus logam yang kabarnya tak tertandingi. Suatu saat ia melihat seekor ular kobra yang sedang bertarung dan menyemburkan racun ke arah musuhnya. Hal ini memberikan ide padanya untuk membuat tongkat yang bisa menyemburkan racun seperti ular kobra.Bayu menahan nafasnya supaya tidak menghirup kabut racun. Tetapi serangan Iblis Seribu Racun bertubi-tubi membuat Bayu cukup kerepotan. Dibacanya mantra jurus cahaya, “ ... deepa akhza agha bhumi” kemudian tenaga dalamnya mendorong kekuatan batinnya, untuk mewujudkan sebuah pedang cahaya dalam genggamannya.Sambil menghindari serangan kabut racun, Bayu memutar tubuh dan,“Heeeyyaaaaa”Pedang cahayanya terayun memotong tongkat Iblis Seribu Racun.Hanya terdengar suara ‘cssss’ tongkat ular itu terpotong menjadi dua, mekanisme ala
Si Kumis melewati lubang pada pintu, tapi kemudian ia hanya diam terpaku. Bayu mengikuti masuk ke dalam ruang penyimpanan harta itu, nafasnya seakan berhenti menyaksikan tumpukan harta, emas, dan batu-batu mulia yang menggunung. Si Kumis bahkan sudah meneteskan air liur melihat tumpukan harta itu.“Ambil kain! Untuk membungkus harta itu,” perintah Bayu pada si Kumis. Sedangkan dia mendekati satu sisi dinding yang masih alami dari batu padas dan penuh dengan goresan-goresan. Ternyata pada dinding itulah ilmu peninggalan dari Dewa Ular dituliskan. Bayu tampak bimbang, tapi akhirnya diputuskannya untuk merusak dinding itu sehingga tulisannya tidak terbaca lagi.Si Kumis sudah selesai membungkus harta karun itu menjadi 3 bungkusan kain besar. “Bawa bungkusan itu keluar.”Si Kumis mengangkat satu bungkusan ke punggungnya, satu lagi digendongnya di depan. Dia berjalan hingga terbungkuk-bungkuk. Bayu membawa satu bungkusan yang tersisa.Di luar Nayaka sudah mengikat semua bekas anak buah Ib
Ooh belum Bos, dari tadi tamu-tamu di sini minta ini, itu. Aku belum sempat mengantarnya.”“Gila kau! Kalau sampai Tuan Muda Prastowo protes, gajimu bulan ini akan kupotong. Ayo, cepat antarkan!”Bayu yang mendengar percakapan itu, segera menghampiri si Bapak.“Pak, pesananku di bungkus saja, aku menginap di samping, aku akan ambil pesananku nanti, tapi aku bayar sekarang,” ucap Bayu buru-buru sambil memberikan sekeping perak.“Baik Tuan, kembaliannya?”“Nanti saja”Bayu segera keluar mengikuti pelayan gendut tadi, ia ingin tahu di mana rumah Prastowo, karena menurut si Kumis, Kirani bersama dengan Prastowo.Si Gendut berjalan dengan santai, ini kesempatan baginya, tidak perlu sibuk melayani para tamu yang kadang-kadang cerewetnya minta ampun.Bayu hampir tidak sabar mengikuti si Gendut itu. Kelihatannya orang ini akan lebih cepat menggelinding daripada berjalan.Arahnya tidak menuju ke pusat kota tapi justru ke pinggiran. Hampir sampai di tembok batas ibukota, si Gendut belok ke sebu
Bayu tidak ingin berdebat maka ia pun beranjak dari tempat duduknya dan pamit, “Baik, maafkan aku Kira, permisi.”Sayang sekali, ia sudah berhasil bertemu dengan Kirani, tapi tampaknya belum bisa membawanya kembali ke Agartha. Harapannya saat serum obat Kirani habis, gadis itu akan berubah pikiran. Yang penting ia sudah mengetahui di mana Kirani tinggal.**Panggung sudah didirikan, dua hari lagi pertandingan untuk memilih Komandan Pasukan Pengawal Raja akan dimulai. Para peserta kebanyakan berasal dari perguruan-perguruan ilmu kanuragan besar, seperti Perguruan Pedang Terbang, Perguruan Tinju Besi, Perguruan Tongkat Tunggal dan Klan Golok Naga.Selain jabatan sebagai Komandan Pasukan Pengawal Raja, pemenang pertandingan juga mendapatkan hadiah 1000 keping emas, jumlah yang sangat besar saat itu, sebagai perbandingan Bayu membeli rumah sekaligus toko untuk ibundanya hanya senilai 450 keping emas.Di ibukota, orang-orang sudah mulai ramai membicarakan tentang pertandingan itu. Beberapa
Gerakan pertama, Barada berlari mendekat, ia tahu tombak sulit digunakan untuk pertarungan jarak dekat.Lawannya tak mau kalah posisi, ia meloncat mundur sambil mulai beraksi. Tombaknya menusuk mengincar dada dan kepala, dua serangan sekaligus sangat berbahaya.Barada memiringkan badan, menghindar tenang sambil menarik tombak lawan.Tersungkur ke depan karena tarikan Barada, lawannya juga terkejut menghadapi tendangan ke arah dada.Berporos pada tombaknya, lawan Barada salto ke samping. Akibatnya ujung tombak ke arah Barada meluncur mengincar kening.Barada meliukkan tubuh bagai jembatan, lanjut salto ke belakang sekalian menendang tombak tepat pada genggaman.‘Jddaaakkkk’Tombak terlepas, lawan Barada terkejut dengan kekuatan tendangan yang bagai ombak menghempas.Dengan besar hati ia menerima kekalahan, walaupun sebenarnya masih ada rasa penasaran. Pertarungannya terhitung singkat, tapi ini bukti bahwa Barada memang hebat.Turun pada pertarungan ke-14, Seruni membawa goloknya yang k
Hari kedua ini, hasil pertarungan antara Rambitan dan Taruna benar-benar di luar dugaan banyak orang. Tuan Paskalis merasa heran melihat pertarungan muridnya.“Ada apa denganmu Taru? Gerakanmu lambat sekali dan serba canggung.”“Maafkan aku Guru, tapi tongkatku rasanya jadi berat, begitu juga tangan dan kakiku, seperti ada sesuatu yang membebani.”“Hmm, sepertinya ada yang aneh, mungkin ada orang yang membantu anak itu dari luar. Peringatkan Bintoro karena besok ia akan bertarung dengan bocah itu.”Pertarungan yang lain juga sudah selesai. Barada, Bintoro, dan Seruni kembali memetik kemenangan.Bayu setiap hari ada di antara penonton, ia memperhatikan jalannya pertandingan dengan saksama. Keanehan pada pertarungan antara Rambitan dan Taruna juga tak luput dari perhatiannya. Tapi tidak mungkin Perguruan Pedang Terbang akan berlaku curang dengan membantu muridnya. Kemungkinan ada orang di antara para penonton yang melakukannya.Setelah para penonton bubar, Bayu melihat Nayaka bersama Ma
“Dahulu ada tokoh ilmu hitam yang dikenal dengan sebutan Ki Gede Pancung. Ilmu kanuragannya hebat, selain itu ia juga memiliki bermacam-macam ilmu hitam. Karena sering meresahkan masyarakat dengan tindakannya menculik gadis-gadis muda, dijadikan pemuas nafsunya, kemudian dibunuh sebagai tumbal ilmunya. Raja Pramadana muda saat itu, menantang dan membunuhnya. Tapi Ki Gede Pancung ini sudah mewariskan ilmunya kepada dua orang abdinya saat itu yaitu Trenggono yang dikenal sebagai Ki Sapu Jagad dan Purboyo yang karena menjadi Lurah di daerah Gondomayit disebut Ki Lurah Gondomayit.”“Di mana kedua murid Ki Gede Pancung sekarang Paman?” tanya Bayu lagi.“Salah satunya yaitu Ki Sapu Jagad terbunuh di tangan ayahmu, Raja Arkha, sedangkan Ki Lurah Gondomayit, hingga saat ini aku tidak mengetahui jejaknya.”Bayu berpikir, “Bisa jadi Rambitan memiliki hubungan dengan Ki Lurah Gondomayit. Tetapi dalam pertandingan memang pesertanya diizinkan menggunakan ilmu apa pun. Maka Rambitan tidak bisa dian
Pertandingan tidak di awali dengan perkenalan, kedua orang sudah saling kenal. Rambitan yang merasa kemampuannya seimbang dengan Barada, belum membaca mantra untuk mengaktifkan cincinnya.Ia langsung menyerang dengan pedang terarah ke dada, gerak tipuan, karena di tengah jalan pedang mendongak ganti mengincar mata. Barada tenang ia sudah hafal dengan jurus ini. Ditangkisnya dengan jurus ‘Membuka Kipas, Menusuk Bintang’. Pedangnya menebas dari samping, kemudian digerakkan memuntir untuk melepas pedang lawan dan diakhiri dengan tusukan ke arah tenggorokan. Rambitan terkejut dengan tenaga Barada yang jauh lebih besar dibanding saat berlatih tanding, hampir saja pedangnya terlepas. Dengan gugup Rambitan meloncat mundur, maksudnya untuk membaca mantra. Tetapi Barada tidak memberi kesempatan, ia mengejar Rambitan dan terus menyerangnya dengan tenaga dan kecepatan yang sesungguhnya. Rambitan gelagapan, tidak dapat mengaktifkan cincinnya, padahal sekarang ia menyadari bahwa kemampuan Barada b