Keadaan menjadi hening, dan Bayu melanjutkan, “Karena gerakan seperti ini akan dianggap sebagai pemberontakan oleh pihak istana. Pasti akan terjadi bentrokan atau mungkin bahkan perang. Ini akan semakin melemahkan Antakara dan pasti banyak rakyat yang menjadi korban. Tujuanku adalah menyelamatkan Antakara dan rakyatnya bukan menghancurkannya.”Menteri Supala mengangguk-angguk, ia mengagumi kebijaksanaan Bayu dan pikirannya yang jauh ke depan, lalu ia berkata, “Kau benar Bayu, sebetulnya kemerosotan Antakara ini adalah ulah dari Bagaskoro. Raja Khandra tidak bisa menentang keinginannya karena merasa berhutang budi. Jadi bila ada orang yang bisa mempengaruhi Raja Khandra untuk menghapus atau mengganti peraturan-peraturan yang dibuat Bagaskoro, maka negeri ini akan pulih kembali.”Nayaka yang sejak tadi diam saja, mulai berbicara, ia mengomentari ide Menteri Supala, “Betul pendapat Tuan Menteri, tapi siapa yang bisa mempengaruhi Raja Khandra, mendekatinya saja pasti Bagaskoro sudah mengh
Saat matahari mulai menyingsing, Laras sudah bersiap pamit kepada kakek dan nenek yang merawatnya selama ini. Tapi terdengar ucapan salam dari luar rumah, “Permisi!”Bayu melongokkan kepalanya melalui pintu yang terbuka.“Silakan nak! Temanmu sudah menunggumu sejak kemarin,” ucap si Nenek membuat wajah Laras memerah.Bayu mengalihkan pandangannya ke arah Laras, “Sudah sehatkah kau Laras?”“Sudah jauh lebih baik, baru saja aku akan pamit pada kakek dan nenek,” jawab Laras sambil mendekati si Nenek, memeluknya dan mengucapkan terima kasih. Lalu menempelkan punggung tangan si Kakek ke dahinya sambil berpamitan, “Aku pamit ya kek, terima kasih atas bantuannya selama ini.”Bayu pun berterima kasih dan berpamitan pada kakek dan nenek itu, lalu mengikuti langkah Laras. Sambil berjalan Bayu bertanya, “Akan kemana rencanamu setelah ini Laras?”Laras menengok dan menjawab, “Aku akan ke ibukota mencari Mawar.”“Eh kenapa tiba-tiba engkau ingin mencari Mawar?” tanya Bayu terkejut.“Bayu apakah e
Mahen membusungkan dadanya sambil bercanda ia berkata, “Hehehe, Mahen gitu lho! Asalkan cukup diberi asupan gizi, otakku ini memang bisa diandalkan.”Biksu Dharmapada mengizinkan Biksu Dharma Pradipa keluar kuil untuk membantu Bayu. Perjalanan ke danau Awan Biru dimulai besok. Bayu, Nayaka dan Biksu Dharma Pradipa sudah menyusun rencana penyelamatan Putri Safira sesuai ide Mahen.Pagi hari tampak tiga ekor kuda berderap keluar dari kuil, menuju arah Barat tepatnya ke daerah danau Awan Biru. Kuda berlari dengan kecepatan sedang. Penunggangnya adalah Bayu, Nayaka dan Biksu Dharma Pradipa. Mereka sekarang masih ada di daerah kaki gunung Belah wilayah Surya Utara. Bayu teringat pesan John kepadanya sebelum dipindahkan ke Antakara. “Kira memiliki rekaman gambar daerah kaki gunung Belah cukup lengkap. Robot gagak yang diciptakannya sudah merekam hampir seluruh wilayah itu. Jadi ia pasti menuju ke permukaan bumi di daerah tersebut. Bayu engkau pun akan kupindahkan ke daerah itu, mulailah pen
elayan mengirim pesanan Rambitan. Dengan cepat pemuda itu menyambar ayam bakar dan digigitnya. Bayu mengangkat tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka melengkung diarahkan ke arah ayam bakar dalam genggaman tangan Rambitan. Seketika pada ayam bakar itu tampak satu titik sinar yang terang dan berasap, tidak lama muncul api dan ayam bakar itu terbakar lagi. Rambitan kaget dan mengibas-ngibaskan ayam itu, tapi api sudah terlanjur membesar hingga ayam itu gosong. Rambitan menyiram ayam itu dengan air teh. Tingkahnya yang panik kelihatan lucu sekali. Banyak pengunjung warung lain yang melihatnya tertawa ditahan-tahan, termasuk Bayu.Rambitan bingung dan malu, dipanggilnya lagi pelayan tadi, “Hei pelayan!! Kau jangan main-main denganku, aku minta ayam bakar bukan ayam yang masih terbakar.”Pelayan dengan bingung melihat ayam yang gosong dan basah di atas meja. “Tapi tadi kan Tuan sudah memakannya, tidak seperti ini.”“Aargh kurang ajar! Cepat ganti dan juga tehnya.”Bayu berbisik, “Ras
Pagi, sudah tampak Rumi kembali memasuki toko, seperti kemarin ia meletakkan keranjangnya di meja kasir. Setelah selesai dibayar ia berkata pada Pak Wardi, “Maaf Pak, bolehkah aku menumpang ke kamar kecil.”“Silakan, kau kan sudah tahu tempatnya.”Rumi menuju ke kamar kecil toko, masuk, dan hampir saja dia menjerit, ada seorang wanita yang persis dirinya di dalam. “Ssst, jangan berisik, aku bersama Pangeran Bayu akan membebaskan kalian, kau diamlah aku akan merias wajahmu, nanti setelah aku keluar, tunggulah sebentar lalu keluarlah dari toko temui seorang laki-laki tua dan anaknya.” Lalu setelah selesai merias wajah, wanita yang mirip Rumi ini keluar dari kamar kecil, mengambil keranjang, dan mengangguk pada Pak Wardi, kemudian keluar dari toko. Di rumah, Putri Safira gelisah menunggu kedatangan Rumi. Ketika di dengarnya suara langkah di depan pintu, cepat dibukanya dan ditariknya Rumi ke dalam sambil berbisik, “Bagaimana?”Rumi menjawab, “Maaf Putri Safira, hamba bukan Rumi, hamba
Iblis Seribu Racun mengacungkan tongkatnya pada Nayaka sambil berkata, “Hei tikus kecil, berani sekali kau mengambil tahananku.”“Dia bukan tahanan kita Guru, dia itu laki-laki yang menyamar.” Semua anak buah Iblis Seribu Racun memanggilnya Guru.“Lalu di mana tahanan kita?” tanya sang Iblis.“Maaf Guru, semua tahanan kita sudah menghilang.”“Goblok kalian!! Apa kerja kalian! Menjaga wanita saja tidak becus,” bentak sang Iblis murka.“Sekarang tangkap tikus-tikus ini, jangan sampai lolos.”Sekali lagi anak buah sang Iblis mengepung Nayaka.Biksu Pradipa berkata lirih, “Lawanlah mereka, jangan pedulikan aku.”“Diam kau! Cerewet!” bentak Nayaka, tapi tak dilepaskannya pegangannya pada Biksu Pradipa. Serangan mulai berdatangan ke arah mereka. Nayaka semakin repot menghalau serangan-serangan itu, tak ada kesempatan sedikit pun untuk balas menyerang.Secara tiba-tiba keadaan menjadi gelap gulita, terdengar jerit beberapa orang, kemudian sepi. Keadaan menjadi terang kembali, tetapi Nayaka
Iblis Seribu Racun bukanlah orang bodoh, walaupun ia bersekutu dengan Bagaskoro tapi ia tetap waspada bila suatu saat sekutunya itu berbalik melawannya. Ia mempelajari kelemahan jurus-jurus dalam Kitab Bumi, terutama jurus logam yang kabarnya tak tertandingi. Suatu saat ia melihat seekor ular kobra yang sedang bertarung dan menyemburkan racun ke arah musuhnya. Hal ini memberikan ide padanya untuk membuat tongkat yang bisa menyemburkan racun seperti ular kobra.Bayu menahan nafasnya supaya tidak menghirup kabut racun. Tetapi serangan Iblis Seribu Racun bertubi-tubi membuat Bayu cukup kerepotan. Dibacanya mantra jurus cahaya, “ ... deepa akhza agha bhumi” kemudian tenaga dalamnya mendorong kekuatan batinnya, untuk mewujudkan sebuah pedang cahaya dalam genggamannya.Sambil menghindari serangan kabut racun, Bayu memutar tubuh dan,“Heeeyyaaaaa”Pedang cahayanya terayun memotong tongkat Iblis Seribu Racun.Hanya terdengar suara ‘cssss’ tongkat ular itu terpotong menjadi dua, mekanisme ala
Si Kumis melewati lubang pada pintu, tapi kemudian ia hanya diam terpaku. Bayu mengikuti masuk ke dalam ruang penyimpanan harta itu, nafasnya seakan berhenti menyaksikan tumpukan harta, emas, dan batu-batu mulia yang menggunung. Si Kumis bahkan sudah meneteskan air liur melihat tumpukan harta itu.“Ambil kain! Untuk membungkus harta itu,” perintah Bayu pada si Kumis. Sedangkan dia mendekati satu sisi dinding yang masih alami dari batu padas dan penuh dengan goresan-goresan. Ternyata pada dinding itulah ilmu peninggalan dari Dewa Ular dituliskan. Bayu tampak bimbang, tapi akhirnya diputuskannya untuk merusak dinding itu sehingga tulisannya tidak terbaca lagi.Si Kumis sudah selesai membungkus harta karun itu menjadi 3 bungkusan kain besar. “Bawa bungkusan itu keluar.”Si Kumis mengangkat satu bungkusan ke punggungnya, satu lagi digendongnya di depan. Dia berjalan hingga terbungkuk-bungkuk. Bayu membawa satu bungkusan yang tersisa.Di luar Nayaka sudah mengikat semua bekas anak buah Ib
Di sebuah gua dekat air terjun, terlihat seorang yang mengenakan pakaian serba hitam hingga hanya matanya yang terlihat. Orang itu menggerakkan tangannya membentuk lingkaran. Dari lingkaran itu muncul cahaya dan kemudian bagaikan tabir yang terbuka, di dalam lingkaran itu menunjukkan sebuah ruangan lain yang bukan bagian dari gua itu.Orang itu melangkah melalui lingkaran yang bercahaya itu, memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu penuh peti yang tergeletak di lantai dan beberapa senjata yang tergantung di dindingnya. Orang berpakaian hitam itu mendekati sebuah pedang yang tergantung di dinding, menghunus pedang itu, tapi digantungnya kembali. Ia hanya mengambil sarung pedangnya. Lalu orang itu kembali melewati lingkaran bercahaya itu, yang langsung menghilang setelah orang itu melewatinya. Sedangkan di sebuah tempat yang dikenal orang sebagai bukit Tengkorak. Pada masa ratusan tahun setelah kejadian seseorang mengambil sarung pedang tadi. Di kamar sang Ratu penguasa bu
Semua orang mengalihkan pandangannya ke luar ruangan, bahkan Nayaka yang posisinya terdekat dengan pintu langsung meloncat keluar. Tapi tak ada apa pun di luar istana, suasananya tenang-tenang saja. Nayaka sadar ini pasti tipuan licik Bagaskoro lagi. Ketika ia hendak memasuki ruangan kembali dilihatnya Bagaskoro sudah menyandera Raja Bhanu dengan mencengkeram lehernya.Nayaka membatalkan niatnya untuk masuk ke ruangan, ia berputar menuju pintu belakang istana. Sementara Bagaskoro mengancam semua orang akan membunuh Raja Bhanu.Sang Raja berkata pada Bayu, “Adi, aku dan ayahku sudah melakukan kesalahan padamu. Bunuhlah pengkhianat ini, jangan pedulikan aku, engkau yang berhak atas takhta ini.”Bayu ragu, ia mencoba memberikan penawaran pada Bagaskoro, “Bagaskoro lepaskan Kanda Bhanu, maka aku akan membebaskan Prastowo.”Bagaskoro tertawa, “Hahaha setelah itu kau akan menyerang dan membunuhku, kau kira aku tidak tahu niat busukmu.”Bayu menjawab, “Jangan kau anggap semua orang seperti
Bagaskoro sangat geram, giginya gemeretuk menahan emosinya, “Aku tidak peduli, akan kubunuh semua orang yang ada di ruangan ini.” Mata Bagaskoro memerah, ia sudah kehilangan nalarnya, dihunusnya pedang pengisap bintang.Bayu segera mengeluarkan sarung pedang pengisap bintang dari selongsong timah hitamnya.Bagaskoro tidak terkejut, ia sudah menduga sarung pedang itu berada di tangan musuh-musuhnya. Tapi ia tidak khawatir, karena yang terpenting adalah tenaga dalam khusus saat pedang pengisap bintang digunakan. Bagaskoro menyerahkan pedang pengisap bintang pada Ki Lurah Gondomayit, dan disuruhnya untuk menjauh. Ki Lurah mengerti maksud Bagaskoro. Ia segera menjauh agar pengaruh pedang pengisap bintang tak terasa lagi. Bagaskoro berharap Bayu akan melemparkan sarung pedangnya agar tak terkena pengaruhnya. Tapi kali ini dugaannya salah. Bayu hanya memasukkan sarung pedang itu kembali ke dalam selongsong timah hitamnya. Bagaskoro tertawa, “Hahaha, ayo kita mulai.” Ia bersiap-siap denga
Bagaskoro mengangkat tangannya, lalu berkata dengan suara lantang, “Terima kasih saudara-saudara. Aku hanya seorang diri tidak ada artinya tanpa dukungan kalian semua. Maka mulai sekarang marilah kita bersama-sama menciptakan suasana aman dan tenteram di dunia persilatan serta dengan setia menjadi penopang negeri yang kita cintai ini, Antakara.”Para penonton kembali bertepuk tangan dan berseru, “Setuju!!! Kami siap menerima perintah Ketua!”Bagaskoro sekali lagi mengangkat tangannya, “Untuk lebih menjalin keakraban di antara kita, aku mohon saudara-saudara jangan membubarkan diri dulu. Aku telah menyiapkan sebuah perjamuan untuk kita. Silakan dinikmati.”Di mana pun sebuah perjamuan selalu dinantikan dalam sebuah acara. Para penonton bersorak gembira, mereka merasa tidak salah mendukung Tuan Bagaskoro, yang ternyata sangat royal pada mereka.Di tengah keriuhan orang mengambil makanan, ada seorang prajurit yang baru turun dari kudanya dan berseru, “Di mana Tuan Penasihat! Cepat! Aku m
Keadaan menjadi gelap, lalu ‘Jboooooooom’ kilatan cahaya dari ledakan tenaga dalamnya menyilaukan mata semua orang, ketika mata mereka tertutup, tubuh mereka terpental disambar kekuatan angin panas dan bara api dari batu dan kerikil yang berhamburan menghajar mereka. Tak seorang pun yang masih bisa berdiri, Bhirowo yang terdepan merasakan pengaruh ledakan panas itu paling hebat. Ketika keadaan menjadi gelap Bhirowo tersentak, jelas ini bukan jurus sembarangan, tapi sudah terlambat, tubuhnya bagaikan masuk ke neraka, jeritannya menyayat hati, hilang sudah keangkuhannya, tubuhnya telentang melepuh dan mata terbelalak. Mulutnya masih sempat bergumam, “Jurus apa itu ...” sebelum nyawanya melayang meninggalkan raganya.***Di arena pertandingan, hari ke-tiga, dan ke-empat, Baroto berhasil menaklukkan lawan-lawannya. Setelah mengalahkan Tuan Dewangga dan Bayu di hari ke-dua, berturut-turut Baroto menundukkan Tuan Paskalis, Tuan Bimantoro dan Tuan Mahesa Ludira. Sekarang tinggal tersisa Tuan
Raja Darpa terkejut, ada prajuritnya yang berani memukul Prastowo. “Hei, siapa kau?”Prajurit itu dengan tenang berjalan mendekati Raja Darpa. “Maaf Yang Mulia, nama hamba Bayu Narendra. Hamba adalah Pangeran Antakara. Yang Mulia sudah menyerang negeri hamba karena terpengaruh hasutan dari Bagaskoro dan putranya Prastowo. Tunggulah sebentar, teman hamba akan segera datang membawa buktinya.”Tak seberapa lama muncullah di tengah ruangan seorang gadis cantik bermata kelabu. Ia mendekati Raja Darpa. Sang Raja terkejut. Ia mengenali gadis itu. “Bukankah kau penyusup yang mencoba meracuni aku.”Kirani membungkuk hormat, “Nama hamba Kirani Yang Mulia. Saat itu hamba hanya berkunjung ke Buntala untuk mencari Prastowo, sama sekali tidak bermaksud meracuni Paduka.”“Lalu siapa yang menaruh racun dalam minumanku?” tanya sang Raja.“Dia!” Kirani menunjuk Prastowo.“Tidak mungkin, Prastowo menantuku, untuk apa dia mencoba meracuniku?” Raja Darpa tidak percaya pada keterangan Kirani.“Sabar Yang M
Sementara di negeri Buntala, Raja Darpa memimpin sendiri pasukannya didampingi oleh menantunya, Prastowo. Keberangkatan pasukan justru saat lewat tengah hari, mereka memperkirakan memasuki wilayah Antakara ketika matahari mulai tenggelam. Walaupun jalan masuk ke Antakara sudah disiapkan mereka tetap berusaha untuk tidak menarik perhatian penduduk. Hutan perbatasan Surya Selatan dan Surya Timur akan dijadikan markas sementara mereka sebelum menyerang ke istana.Mahen dan Nayaka yang sudah melihat pergerakan Pasukan Buntala, segera kembali untuk melaporkan hasil pengintaiannya kepada Raja Bhanu melalui pengawalnya. ***Bayu membuka matanya dan bertanya, “Di mana ini John?”“Kau baru saja kuangkat keluar dari arena pertandingan,” jawab John.Lalu Bayu bertanya lagi, “Apakah ada yang curiga dengan kematianku?”“Sepertinya tidak, salah satu juri sudah memberi tanda bahwa kau sudah mati pada Bagaskoro,” ungkap John.“Bagus! Berarti sekarang saatnya untuk rencana berikutnya,” ujar Bayu, sam
Pada saat genting seperti itu, seseorang meloncat ke atas panggung, sambil berkata, “Kau sudah menang Baroto, Lepaskan Tuan Dewangga, akulah yang kau tantang sebetulnya bukan.” Bayu membungkuk hormat pada Tuan Dewangga, “Maafkan kelancanganku Paman.”“Tidak apa-apa Bayu, aku justru berterima kasih padamu, berhati-hatilah si Kodok Bau ini tenaga dalamnya sangat hebat,” jawab Tuan Dewangga lesu. Baroto tertawa bangga, lalu berkata dengan tidak sabar, “Ayo cepat! Kalau mau ngobrol di warung saja.”“Silakan Baroto, aku sudah siap,” ucap Bayu.Baroto berkata dengan pongah, “Karena kau masih muda, kuberi kesempatan untuk menyerang dulu.”Bayu tidak sungkan lagi, dari pertarungan Baroto tadi ia melihat jurus kodoknya sedikit lebih lambat bila harus berbalik arah. Karena itu Bayu langsung menggunakan jurus udara dan bergerak ringan ke belakang Baroto yang sudah memasang kuda-kuda jurus kodoknya. Tenaga dalam Bayu terkumpul di tangan membentuk bola tenaga, lalu dilontarkannya ke arah Baroto.
Pemuda itu memang Bayu, ia mendekati ujian tahap ke-dua. Dirangkulnya batu besar itu dengan kedua tangannya, lalu dikerahkannya tenaga dan batu itu pun terangkat di atas kepalanya. Bayu sengaja tidak mau menunjukkan semua ilmunya, ini adalah bagian dari rencananya. Tapi tetap saja penonton memberikan dukungannya dan saling bertanya siapakah pemuda ini.Pada ujian terakhir Bayu hanya mengambil satu pisau dan melemparkannya, tepat mengenai sasaran. Meskipun dinyatakan lolos, tapi tak ada gerakan atau hasil yang menghebohkan. Menteri Supala mendekatinya dan bertanya, “Apakah perlu kuumumkan identitasmu Bayu?”Bayu menggeleng, “Jangan Paman, cukup asal Bagaskoro tahu siapa diriku.”Maka di kalangan penonton mulai beredar desas-desus bahwa pemuda itu adalah Pangeran Bayu putra dari Raja Arkha. Berita ini pun sampai ke telinga Bagaskoro, segera ia memerintahkan orang untuk memanggil Baroto. “Sobat, pemuda yang baru saja lolos adalah targetmu. Tampaknya kali ini kau salah menilai orang. Men