Sama sekali tidak menyangka, ada serangan mendadak dari rekannya, dada Rambitan tertusuk tembus ke punggung. Si Orang Berpakaian Hitam menarik pedangnya dan meloncat menjauh dari arena, menggunakan ilmu peringan tubuh dengan cepat menghilang dari pandangan. Ternyata orang-orang berpakaian hitam di depan kereta juga sama, mereka meloncat mundur, meninggalkan lawannya dan secepat mungkin kabur. Menteri Supala menghampiri Putri Mawar Gadungan.“Kau tidak apa-apa, Tuan Dewangga?”“Aku baik-baik saja, Tuan Menteri, hanya sayang bocah itu harus kehilangan nyawa.”Seluruh kejadian berlangsung singkat. Bayu, Mahen dan Mawar mendatangi tempat kejadian setelah para pembunuh bayaran, orang-orang berpakaian hitam tadi, membubarkan diri. Bayu tidak mau mengambil risiko bila Mawar asli diserang mereka.“Bagaimana dengan Rambitan Paman?” tanya Bayu pada Menteri Supala.“Sebaiknya kita menjaga nama baik Perguruan Pedang Terbang. Peristiwa ini jangan sampai tersiar keluar. Anggap saja Rambitan gugur
Prastowo keluar dari ruangan ayahnya, perasaannya kacau, ia harus menemui Kirani. Sejak awal kedatangannya ke ibukota, Kirani tidak menyukai suasana ramai dan hiruk pikuk di pusat ibukota. Maka Prastowo menyarankan agar Kirani tinggal di paviliun miliknya di pinggiran ibukota yang lebih tenang suasananya.Prastowo memenuhi semua kebutuhan hidup Kirani, ia benar-benar jatuh cinta pada gadis bermata kelabu ini. Tapi ia belum berani menceritakan terus terang kepada ayahnya. Sekarang apalagi, ia harus menjalankan tugas dari ayahnya yang terpaksa meninggalkan Kirani.Prastowo berpamitan pada Kirani, ia tidak berani menyentuh gadis itu. Ia tahu Kirani akan mengetahui pikirannya termasuk tugas apa yang diemban dari ayahnya. Mulanya Kirani ingin ikut, tapi setelah diberi penjelasan bahwa ini adalah tugas negara, gadis ini maklum dan bersedia menunggu di paviliun ini.Prastowo lega Kirani bisa menerima alasannya. Ia berjanji akan selalu memberikan kabar melalui utusannya.Dua hari setelah peno
Sejak kecil Raja Bhanu sangat suka merenung di taman istana. Selain suasananya tenang, taman istana juga ditata dengan amat asri dan indah.Sejak Raja Bhanu merasa kecewa pada ayahandanya, ia lebih sering terlihat termenung di taman istana. Seperti pada sore hari itu, tampak Raja Bhanu sendirian berjalan-jalan di taman istana. Di tempat terbuka yang ditanami rumput sehingga tampak seperti karpet hijau yang terbentang, ada seorang tukang kebun yang mengenakan caping lebar. Tukang kebun itu tampak serius memotong rumput hingga tidak merasa Raja Bhanu berjalan di dekatnya. Justru Raja Bhanu yang tertarik mendekatinya, karena tidak pernah melihat tukang kebun itu sebelumnya.“Hei Pak! Apakah kau tukang kebun baru? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya.” Tukang kebun itu berdiri, ternyata tubuhnya pendek, kemudian membalikkan badan dan membungkukkan tubuhnya sehingga wajahnya tidak terlihat karena tertutup capingnya.“Maaf Yang Mulia, hamba tidak mengetahui kedatangan Paduka. Benar, hamb
Bayu bimbang, apa yang harus dikatakannya pada Kirani. Saat terakhir pertemuannya dengan Kirani, gadis itu terang-terangan mengusirnya. Tapi kesembuhan Raja Bhanu lebih penting, akhirnya Bayu memutuskan untuk mohon bantuan pada Kirani, apa pun yang terjadi nanti.‘Tok, tok, tok’ Bayu mengetuk pintu paviliun di mana Kirani tinggal. Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekat dan pintu pun terbuka. Kirani muncul dan segera mengerutkan keningnya, setelah melihat siapa yang berdiri di hadapannya.“Mau apa kau ke sini lagi! Aku tidak mau kembali ke Agartha, dan jangan ikut campur urusanku,” ucap Kirani ketus.Bayu meneguk ludah, lalu berkata, “Aku tidak bermaksud mengajakmu kembali dan tidak akan mencampuri urusanmu lagi. Aku ke sini untuk mohon bantuanmu.”“Bantuan apa?”Lalu Bayu menceritakan keadaan Raja Bhanu saat ini.“Begitulah, aku mohon bantuanmu untuk menyadarkan pikiran Raja kembali.”“Aku tidak paham tentang cara kerja ilmu hitam, kemampuanku ini kudapatkan sejak lahir, bukan
Raja Bhanu membuka matanya, pandangannya kembali normal, tidak kosong lagi. Mawar yang dari tadi melihat semua yang dialami suaminya. Merasa terharu atas penderitaannya, ia memeluk suaminya dan meneteskan air mata.“Syukurlah Kanda, engkau sudah pulih kembali.”Raja Bhanu kebingungan, “Eh ada apa ini? Aku hanya sedikit pusing dan sekarang pun sudah tidak terasa lagi. Mengapa kau sekhawatir itu Dinda?”Raja Bhanu menoleh pada Kirani, “Terima kasih, nona Kirani, engkau memang tabib yang hebat, sebaiknya engkau mendaftar sebagai Tabib Istana.”“Terima kasih atas perhatian Yang Mulia, hamba masih ingin memperdalam ilmu pengobatan lagi.”Mawar mengantarkan Kirani hingga keluar paviliunnya, sebuah kereta sudah siap untuk mengantar Kirani. Sebelum memasuki Kereta, Kirani kembali dipeluk Mawar. Sekali lagi mawar berkata, “Terima kasih Kira, engkau telah menyelamatkan suamiku.”“Sudahlah Mawar, sudah berkali-kali engkau mengatakannya, apakah kau tidak memikirkan akibatnya setelah Yang Mulia k
Bayu memperhatikan sekelilingnya. Penjara, ia berada dalam ruangan yang dikelilingi oleh tiang besi sebesar lengan orang dewasa. Penjara itu ada di tengah ruangan, di salah satu sisi ruangan ada lorong yang sepertinya menuju ke atas, kembali ke bangunan utama. Ia menyadari dirinya sudah terjebak. Dicobanya membaca mantra untuk mengaktifkan pedang cahayanya. Tidak bisa, tenaga dalamnya sama sekali tidak ada. Diulangi sekali lagi, hasilnya tetap sama, ini seperti dulu saat cakranya masih tersegel. Dengan kekuatan fisiknya, Bayu berusaha membengkokkan tiang penjara, gagal juga. Entah terbuat dari apa, tapi jelas sangat istimewa, bukan seperti besi biasa.“Ha ha ha ... , bagaimana Bayu? Masih tetap berusaha, percuma, tiang itu terbuat dari baja istimewa yang dibawa dari negeri seberang. Pedang dan golok saja tidak bisa memutusnya, apalagi tenaga biasa, sadarilah di penjara ini tenaga dalammu hilang, kau kembali seperti orang biasa.”“Sangaji, licik kau! Di mana Laras?” bentak Bayu, penuh
Berhari-hari Bayu terkurung dalam penjara, sampai sekarang ia belum menemukan cara untuk lolos. Suatu saat Bayu mendengar suara derit pintu terbuka. Pasti bukan penjaga karena makanan sudah dikirim tadi. Kemudian terdengar suara Sangaji, “Lihatlah, siapa yang ada di sana.”“Bayu! Kau tidak apa-apa?” tanya Laras khawatir.“Aku tidak apa-apa, hanya penjara ini sangat aneh dan kuat, aku tidak mampu menerobosnya,” jawab Bayu.Laras kembali menghadapi Sangaji, “Bebaskan dia Aji!” bentak Laras pada Sangaji, ia sudah melepas selendangnya siap menyerang.“Ha ha ha, percuma Laras, di sini kau adalah wanita biasa. Penjaga, tangkap dia!” perintah Sangaji pada anak buahnya.Laras mencoba melawan, tapi tenaga dalamnya hilang. Serangannya lemah selayaknya wanita. Dengan mudah dua orang penjaga bertubuh kekar meringkusnya.“Bawa dia ke kamarku, ikat jangan sampai kabur! Hati-hati di luar tenaganya sangat kuat, kalian bukan lawannya.”Bayu benar-benar khawatir dengan keadaan Laras. Tapi ia tak berday
Bayu ragu-ragu memegang sarung Pedang Pengisap Bintang. Sebaiknya dilemparkannya sarung pedang ini sejauh-jauhnya, supaya pengaruhnya tidak terasa lagi. Atau ia tetap menggali tanah di bawah penjara ini hingga keluar dari penjara. Pertimbangannya adalah bila sarung pedang ini kurang jauh dilemparnya maka percuma, ia tetap tidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya. Tetapi bila ia tetap menggali tanah, kemungkinan waktunya tidak cukup, karena penjaga akan datang sore untuk mengirimkan makanan.Akhirnya diputuskan untuk mencoba meletakkan sarung pedang di salah satu sudut penjara, dan Bayu menjauhi sarung pedang itu hingga titik terjauh. Di sini dirasakannya tenaga dalamnya mulai muncul tapi tidak cukup untuk mengaktifkan pedang cahayanya. Dengan sekuat tenaga dilemparnya sarung pedang itu ke lorong ruangan, lalu Bayu berdiri pada sudut Penjara terjauh dari lorong itu.“... Deepa Akzha Agha Bhumi.” Akhir dari mantra Pedang Cahaya. Akhirnya Bayu bisa mengeluarkan Pedang Cahayanya. Dengan mu