Hao Ling datang bertamu. Wanita ini entah kenapa selalu saja membuat Wu Shi merasa aneh. Seakan ada sesuatu darinya, mungkin saja itu karena hawa keberadaannya. "Hei, Tuan Wu Shi. Sepertinya kau sudah melakukan apa yang diperintahkan buku itu.""Tentu saja. Itu karena kau menyuruhku, Penjaga Hao.""Janganlah kau kaku begitu. Aku sedih jika kau memanggilku begitu sopan, panggil saja aku Ling.""Tidak bisa. Penjaga tetaplah seorang penjaga. Lalu apa yang sebenarnya kau lakukan di tempat seperti ini?" tanya Wu Shi. "Aku hanya memastikan keamanan terhadap semua para calon pewaris. Meskipun kalian sudah dianggap pendekar, tetap saja. Aku tidak bisa membiarkan benih berharga mati.""Oh ya?""Apa kau tahu, Tuan Wu Shi?""Panggil saja namaku, tak perlu sebut tuan..""Ya, Wu Shi. Di Perguruan Tingkat Menara duel di antara murid sudah dimulai. Mereka akan berduel sesuai aturan. Sementara itu kalian bertiga mendapatkan pelatihan langsung dari para penjaga." "Aku tidak begitu tertarik dengan i
Lelaki berpakaian serba tertutup dan hitam, warnanya yang begitu gelap hampir menyerupai gelapnya malam dan rerimbun hutan. Lelaki ini adalah bagian dari ujian Wu Shi. Di bagian lembar ketiga, setelah mengambil sebuah batu giok pelindung, terdapat tulisan, "Kalahkan dia." Dan dia yang dimaksud adalah sesosok lelaki ini. "Pada akhirnya apa yang dikhawatirkan oleh kakak Zhu menjadi kenyataan."Dari ciri-ciri terlihat sekilas seperti seorang pembunuh. Tapi Wu Shi merasakan adanya keanehan di sini. "Hei, siapa pun kau! Sebelum mengalahkan dirimu, aku beri pertanyaan dan kau jawablah itu!" pekik Wu Shi. Sayangnya ucapan Wu Shi tidak didengarkan, lelaki itu langsung menerjang usai membuat gubuk menjadi setengah bangunan jadi. Bilah pedang menghantam badan tongkat, rasanya begitu berat sampai Wu Shi harus bertahan dengan kedua tangannya yang bertumpu pada senjata."HAHAHAHAHA!" Kedua mata Wu Shi terbelalak kaget saat mendengarnya tertawa begitu keras. Kini ia mengerti alasan mengapa ia
Sebelum kejadian Wu Shi bertemu dengan bandit itu. Zhu Jiancheng bersama penjaganya menginap di tempat sekitar. Mereka terutama Zhu Jiancheng sendiri samgatlah mengkhawatirkan Wu Shi yang saat ini sedang menjalankan sebuah tugas tersendiri. Jujur saja Zhu Jiancheng tidak pernah percaya pada Penjaga Hao Ling, karena apa? Karena ia tahu betul wanita itu memikirkan banyak hal yang tak terduga, pikirannya itu sangat licik sampai membuat Zhu Jiancheng kala menjalani ujian sewaktu itu kewalahan.Zhu Jiancheng menghela napas panjang seraya melihat ke arah luar dari jendela dan berkata, "Aku sangat khawatir padanya.""Tolong jangan mengkhawatirkan calon musuh. Anda tidak perlu repot-repot melakukannya," ucap si penjaga. "Tuan Wu Shi yang ke dan sendiri, itu artinya dia percaya pada kemampuannya. Mari kita tunggu saja sampai beliau selesai," kata Penjaga Jang."Tuan Wu Shi itu 'kan orangnya curigaan. Kenapa dia semudah itu mengikuti omongannya?" tukas An tidak mengerti."Dari interaksi merek
Di garis waktu sebelumnya, masa depan Wu Shi hanya ada kehancuran semata. Saat itu, jangankan mengenggam senjata demi suatu kebaikan, terakhir kali ia justru menyerang banyak orang secara membabi buta dengan sebuah pedang panjang. Wu Shi tidak bisa mengendalikan emosi karena hal itu, dan berujung pada keburukan terhadap diri sendiri ataupun pada orang lain. Namun sekarang, meski kurangnya pengalaman dalam melawan atau bertahan, dengan tongkatnya Wu Shi merasa naluri bertarungnya bangkit kembali. Rasa yang aneh di dada, jantung berdegup cukup kencang tak terduga. Perasaan senang, semangat, memicu adrenalinnya untuk terus bertarung demi kesenangan semata. Seolah-olah Wu Shi kembali ke masa kehancurannya saat itu. Bandit liar yang tangguh, dirinya yang merelakan satu tangan hanya untuk menghajar Wu Shi lagi dan lagi, ia pun cukup bersikukuh. Ia pantang menyerah dan selalu membuat perasaan Wu Shi semakin menjadi."Hahahaha!!" Sekali lagi bandit itu tertawa."Heh, menarik. Lagi! Lagi!"
Wu Shi mengacungkan tongkat ke arah bandit yang telah terbaring tak sadarkan diri di tempat itu. Tongkat yang telah berubah ujungnya, terlihat sekilas itu adalah tombak. Namun, sebuah buku terlempar ke arahnya dan terbuka ke lembar empat. Tertulis, "Tangkap dia hidup-hidup." Wu Shi berdecih lantas mengembalikan ujung tongkat seperti semula, kemudian mengikat tubuh bandit ke pohon. "Sejak kapan buku ini terjatuh dari tubuhku ya?" Wu Shi bertanya pada dirinya sendiri, lantaran ia tidak mengingat buku ini pernah terjatuh. Hao Ling datang menunjukkan diri dan berkata, "Kau menjatuhkan saat bertarung. Ada di dekat gubuk. Tapi kau sendiri tahu gubuk itu sudah jauh dari tempatmu sekarang.""Aku tahu aku berpindah tempat. Tapi sebenarnya kenapa kau melakukan ini?""Melakukan apa?" tanya Hao Ling berpura-pura tidak tahu. "Maksudku, kau menyuruhku melakukan apa yang tertulis di setiap lembar pada buku itu. Tapi kau sendiri pernah bilang sebelumnya kalau aku sudah lolos dari ujian tahap ket
Beberapa bulan, sebelum Wu Shi kembali ke kampung halaman. "Angkat pedangmu lebih baik, fokus pada apa yang di depanmu tapi jangan sampai kau memberi celah di setiap sisimu. Ingat itu."Peringatan kecil berupa saran atau nasihat dari seorang pria buta. Dikenal sebagai Raja Pengembara yang bernama Asyura Ayah. Orang itu sendiri yang bilang pada Wu Shi. Semasa pelatihan itu, Raja Pengembara terus meningkatkan cara bertarung Wu Shi saat menggunakan pedang bukan tongkat. Saat itu Wu Shi sudah memiliki pemikiran untuk tidak menggunakan pedang kecuali jika ia terdesak nantinya. Di satu sisi ia juga tidak berniat akan mengatakan senjata apa yang akan dipakai olehnya nanti pada orang itu. "Wu Shi, aku harap kau menjadi ahli pendekar yang hebat. Siapa tahu kau akan langsung bekerja di bawah perintah kaisar," tukas Raja Pengembara sembari terkekeh seolah mengejek."Kenapa kau tertawa, guru? Apa yang lucu?""Ah, tidak. Melihat tatapanmu aku jadi teringat dengan Kaisar Wang. Kalian berdua seki
Raja Pengembara ternyata memiliki masa lalu yang cukup menarik. Walau dikatakan itu semua rumor, tetapi tidak aneh bila itu benar. Terlebih beliau adalah penyelamat negeri ini bersama dengan para pendekar yang berada di ketujuh sekte itu. Membuat Wu Shi memiliki perasaan senang dan bangga tersendiri kepadanya. Malam telah semakin larut, rupanya mereka bercerita tanpa mengenal waktu. Hingga akhirnya keduanya tertidur cukup pulas. Sementara si bandit yang sudah sadarkan diri justru berpura-pura seakan ia masih belum sadarkan diri. Ia menunggu mereka berdua tertidur. Dan ketika itu terjadi, ia mulai menjalankan sebuah rencana."Hehe, dasar. Dikira aku akan menurut setelah dikalahkan begini untuk yang kali kedua ya? Jangan remehkan aku dasar pendekar. Pada akhirnya baik kau atau wanita itu, atau bahkan lelaki yang sempat mengalahkan aku itu sama saja." Ia menyombongkan dirinya, bandit merasa percaya diri bahwa ia bisa meloloskan diri ketika keduanya tengah tertidur lelap. Ya, sebagai ba
Di pagi yang cerah ini, tidak ada tanda-tanda hujan akan datang. Sepertinya ini hari keberuntungan mereka yang mendapatkan ikan di sungai. Namun secerah apa pun cuacanya, perasaan bandit itu justru kacau sesaat setelah Wu Shi sengaja menyinggung masa lalu serta alasan yang ia miliki menjadi seperti ini. "Berkatmu aku jadi mengingat hal buruk," ucap si bandit seraya menggigit separuh bagian dari daging ikan itu."Oh ya? Maaf," sahut Wu Shi cengar-cengir. Suasananya jadi berubah drastis. Cuaca cerah pun takkan mendukung mereka berdua yang sedang makan bersama. Kala itu, air sungai cukup tenang. Adapun perbukitan di belakang sungai memiliki rerumputan hijau yang segar, melihat pemandangan di depan mata merasa Wu Shi sangat bersyukur karena masih hidup saat ini. "Di waktu itu, sepanjang hari aku hanya berlatih. Tapi bukannya semakin kuat, fisikku jadi melemah lebih cepat," gumam Wu Shi yang teringat akan kejadian yang seharusnya terjadi, namun di masa ini hampir semuanya berubah. Pert