Sebelum kejadian Wu Shi bertemu dengan bandit itu. Zhu Jiancheng bersama penjaganya menginap di tempat sekitar. Mereka terutama Zhu Jiancheng sendiri samgatlah mengkhawatirkan Wu Shi yang saat ini sedang menjalankan sebuah tugas tersendiri. Jujur saja Zhu Jiancheng tidak pernah percaya pada Penjaga Hao Ling, karena apa? Karena ia tahu betul wanita itu memikirkan banyak hal yang tak terduga, pikirannya itu sangat licik sampai membuat Zhu Jiancheng kala menjalani ujian sewaktu itu kewalahan.Zhu Jiancheng menghela napas panjang seraya melihat ke arah luar dari jendela dan berkata, "Aku sangat khawatir padanya.""Tolong jangan mengkhawatirkan calon musuh. Anda tidak perlu repot-repot melakukannya," ucap si penjaga. "Tuan Wu Shi yang ke dan sendiri, itu artinya dia percaya pada kemampuannya. Mari kita tunggu saja sampai beliau selesai," kata Penjaga Jang."Tuan Wu Shi itu 'kan orangnya curigaan. Kenapa dia semudah itu mengikuti omongannya?" tukas An tidak mengerti."Dari interaksi merek
Di garis waktu sebelumnya, masa depan Wu Shi hanya ada kehancuran semata. Saat itu, jangankan mengenggam senjata demi suatu kebaikan, terakhir kali ia justru menyerang banyak orang secara membabi buta dengan sebuah pedang panjang. Wu Shi tidak bisa mengendalikan emosi karena hal itu, dan berujung pada keburukan terhadap diri sendiri ataupun pada orang lain. Namun sekarang, meski kurangnya pengalaman dalam melawan atau bertahan, dengan tongkatnya Wu Shi merasa naluri bertarungnya bangkit kembali. Rasa yang aneh di dada, jantung berdegup cukup kencang tak terduga. Perasaan senang, semangat, memicu adrenalinnya untuk terus bertarung demi kesenangan semata. Seolah-olah Wu Shi kembali ke masa kehancurannya saat itu. Bandit liar yang tangguh, dirinya yang merelakan satu tangan hanya untuk menghajar Wu Shi lagi dan lagi, ia pun cukup bersikukuh. Ia pantang menyerah dan selalu membuat perasaan Wu Shi semakin menjadi."Hahahaha!!" Sekali lagi bandit itu tertawa."Heh, menarik. Lagi! Lagi!"
Wu Shi mengacungkan tongkat ke arah bandit yang telah terbaring tak sadarkan diri di tempat itu. Tongkat yang telah berubah ujungnya, terlihat sekilas itu adalah tombak. Namun, sebuah buku terlempar ke arahnya dan terbuka ke lembar empat. Tertulis, "Tangkap dia hidup-hidup." Wu Shi berdecih lantas mengembalikan ujung tongkat seperti semula, kemudian mengikat tubuh bandit ke pohon. "Sejak kapan buku ini terjatuh dari tubuhku ya?" Wu Shi bertanya pada dirinya sendiri, lantaran ia tidak mengingat buku ini pernah terjatuh. Hao Ling datang menunjukkan diri dan berkata, "Kau menjatuhkan saat bertarung. Ada di dekat gubuk. Tapi kau sendiri tahu gubuk itu sudah jauh dari tempatmu sekarang.""Aku tahu aku berpindah tempat. Tapi sebenarnya kenapa kau melakukan ini?""Melakukan apa?" tanya Hao Ling berpura-pura tidak tahu. "Maksudku, kau menyuruhku melakukan apa yang tertulis di setiap lembar pada buku itu. Tapi kau sendiri pernah bilang sebelumnya kalau aku sudah lolos dari ujian tahap ket
Beberapa bulan, sebelum Wu Shi kembali ke kampung halaman. "Angkat pedangmu lebih baik, fokus pada apa yang di depanmu tapi jangan sampai kau memberi celah di setiap sisimu. Ingat itu."Peringatan kecil berupa saran atau nasihat dari seorang pria buta. Dikenal sebagai Raja Pengembara yang bernama Asyura Ayah. Orang itu sendiri yang bilang pada Wu Shi. Semasa pelatihan itu, Raja Pengembara terus meningkatkan cara bertarung Wu Shi saat menggunakan pedang bukan tongkat. Saat itu Wu Shi sudah memiliki pemikiran untuk tidak menggunakan pedang kecuali jika ia terdesak nantinya. Di satu sisi ia juga tidak berniat akan mengatakan senjata apa yang akan dipakai olehnya nanti pada orang itu. "Wu Shi, aku harap kau menjadi ahli pendekar yang hebat. Siapa tahu kau akan langsung bekerja di bawah perintah kaisar," tukas Raja Pengembara sembari terkekeh seolah mengejek."Kenapa kau tertawa, guru? Apa yang lucu?""Ah, tidak. Melihat tatapanmu aku jadi teringat dengan Kaisar Wang. Kalian berdua seki
Raja Pengembara ternyata memiliki masa lalu yang cukup menarik. Walau dikatakan itu semua rumor, tetapi tidak aneh bila itu benar. Terlebih beliau adalah penyelamat negeri ini bersama dengan para pendekar yang berada di ketujuh sekte itu. Membuat Wu Shi memiliki perasaan senang dan bangga tersendiri kepadanya. Malam telah semakin larut, rupanya mereka bercerita tanpa mengenal waktu. Hingga akhirnya keduanya tertidur cukup pulas. Sementara si bandit yang sudah sadarkan diri justru berpura-pura seakan ia masih belum sadarkan diri. Ia menunggu mereka berdua tertidur. Dan ketika itu terjadi, ia mulai menjalankan sebuah rencana."Hehe, dasar. Dikira aku akan menurut setelah dikalahkan begini untuk yang kali kedua ya? Jangan remehkan aku dasar pendekar. Pada akhirnya baik kau atau wanita itu, atau bahkan lelaki yang sempat mengalahkan aku itu sama saja." Ia menyombongkan dirinya, bandit merasa percaya diri bahwa ia bisa meloloskan diri ketika keduanya tengah tertidur lelap. Ya, sebagai ba
Di pagi yang cerah ini, tidak ada tanda-tanda hujan akan datang. Sepertinya ini hari keberuntungan mereka yang mendapatkan ikan di sungai. Namun secerah apa pun cuacanya, perasaan bandit itu justru kacau sesaat setelah Wu Shi sengaja menyinggung masa lalu serta alasan yang ia miliki menjadi seperti ini. "Berkatmu aku jadi mengingat hal buruk," ucap si bandit seraya menggigit separuh bagian dari daging ikan itu."Oh ya? Maaf," sahut Wu Shi cengar-cengir. Suasananya jadi berubah drastis. Cuaca cerah pun takkan mendukung mereka berdua yang sedang makan bersama. Kala itu, air sungai cukup tenang. Adapun perbukitan di belakang sungai memiliki rerumputan hijau yang segar, melihat pemandangan di depan mata merasa Wu Shi sangat bersyukur karena masih hidup saat ini. "Di waktu itu, sepanjang hari aku hanya berlatih. Tapi bukannya semakin kuat, fisikku jadi melemah lebih cepat," gumam Wu Shi yang teringat akan kejadian yang seharusnya terjadi, namun di masa ini hampir semuanya berubah. Pert
Menghadapi masa lalu yang pahit dan kelam, setiap manusia pun memiliki batasan terhadap dirinya sendiri ketika menghadapi masalah itu. Sama halnya yang terjadi pada bandit ataupun Wu Shi sendiri. Saat itu, saat menghajar Wu Shi secara sepihak, yang dipedulikan oleh si bandit hanyalah balas dendam. Ia melihat Wu Shi sebagai pendekar yang pernah menghina dan membunuh keluarganya sewaktu ia masih sangat kecil."Apakah kau sudah puas?" "Puas? Katamu?" "Ya."Bandit itu sejenak diam, ujung pedang yang nyaris menggorok tenggorokan Wu Shi terhenti. Tangannya kemudian gemetaran, lantas ia menjatuhkan pedang dan kemudian berdiri. "Kenapa kau membiarkan dirimu jadi terluka separah ini? Apa kau sudah tidak waras? Ataukah kau ingin mati?""Tidak juga. Aku hanya terbiasa mendapatkan luka seperti ini. Memang rasanya sangat sakit tapi tak apa." "Itu tidak masuk akal. Termasuk caramu bertahan hidup dari seranganku tanpa pertahanan sama sekali."Bandit itu kemudian menghela napas panjang, entah me
Setelah Hao Yun, Zhu Jiancheng, sekarang Tian Xu. Ia berhasil membuat orang kuat berpihak kepadanya. Wu Shi sungguh beruntung dan ini adalah hal yang telah ia perhitungkan selama ini demi menghadapi kehancurannya di masa depan."Aku tidak akan membiarkan masa depan yang buruk itu terjadi," ucap Wu Shi seraya mengepalkan tangannya dengan kuat. Tatapan mata yang kuat, membuat Tian Xu berdecak kagum padanya."Hal buruk apa yang akan terjadi sampai kau sangat serius begitu?" tanya Tian Xu. "Kau tahu sesuatu di kultus putih?" balasnya bertanya."Tidak. Aku hanya tahu para calon pewaris akan datang melawanku. Wanita kurang ajar itu yang menggunakan diriku, yah meskipun pengurungan hukumanku bisa berkurang jika aku berhasil mengalahkan mereka.""Jadi sejak awal kau tidak berniat membunuh mereka?""Tidak juga. Aku disuruh mengalahkan, itu berarti hidup atau mati bukan masalah 'kan? Di era sekarang ini mana mungkin ada pemimpin lemah, itulah alasannya diadakan ujian.""Kau benar juga.""Tetap
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit