Yos, sudah double update. Vote dan komen ya hehehe
Martin menyibukkan dirinya sejak pagi dengan pekerjaannya, agar bisa mengalihkan pikirannya dari Camille. "Kamu terlihat sangat sibuk. Aku membawakan makan siang untukmu," cetus Kiera sudah melangkah masuk ke dalam ruangan kerja Martin di perusahaannya. Martin menoleh pada Patrick yang tidak memberitahukan kedatangan Kiera. "Terima kasih, tapi aku belum lapar." jawab Martin, kembali memfokuskan tatapan pada laporan di hadapannya yang ada di atas meja. Kiera mengambil kertas-kertas laporan yang sedang Martin perhatikan dan pegang dengan tangannya tersebut. "Aku tau, kamu pasti akan menjawab begitu. Aku juga tau mengenai alergi yang kamu derita dan aku tidak keberatan sama sekali. Aku menyukaimu, Martin!" Kiera berbisik di depan wajah Martin.Kiera dengan sengaja menjalarkan jemarinya hampir menyentuh tangan Martin yang langsung pria itu tarik mundur. "Ada wanita lain yang ku sukai dan Papaku juga sudah menyetujuinya! Pergilah bersenang-senang bersama Lili dan jika kamu masih ingin
"Kau yang berbuat, kenapa putraku yang di pukul?" tuduh Lili menunjuk Martin. Martin hanya melihat sekejap pada Ibu tirinya tersebut, sudut bibirnya menyeringai tipis tanpa berkata apapun dia pergi dari ruangan keluarga menuju mobilnya yang masih terparkir di halaman. "Tanya kebenarannya pada putramu! Kali ini aku lolosin kalian dari kesalahan fatal!" Gabriel berkata dingin dan matanya kelam menatap Kiera yang tertunduk tanpa berani mengangkat wajahnya menatap Gabriel. Lili tidak terima Richard di pukul oleh Gabriel. Seumur hidup, putranya tersebut belum pernah satu kalipun dia mendapatkan pukulan, baik dari Lili maupun Gabriel. Namun kini, karena sebab Martin, putranya dipukuli hingga pipinya bengkak dan bibirnya pecah. "Kebenaran apa yang kau maksud? Martin yang membatalkan pertunangannya dengan Kiera, kenapa Richard yang kau pukuli? Apa kau sudah gila, Gabriel? Richard putramu juga!" Gabriel yang hendak pergi, menolehkan wajahnya menatap Lili yang memandangnya geram sambil meng
Martha di bawa oleh Madam Ririen ke salah satu ruangan untuk dia bersihkan tubuhnya yang sebenarnya dia hanya mengganti pakaian Martha dengan yang lebih transparan. "Tubuhmu sangat indah! Mari kita dapatkan harga tinggi malam ini!" cetus Madam Ririen seraya mencubit daging kenyal bokong Martha. "A-aku ...belum pernah ..."Mata Madam Rien terbuka semakin cemerlang memindai wajah dan tubuh Martha. "Kamu masih perawan, Marianne? Och Tuhan, kita bisa benar-benar kaya malam ini. Mereka yang tadi ada di dalam ruangan, semuanya adalah para pengusaha kaya yang bahkan datang dari luar kota dan luar negri, khusus mencari hiburan di sini." ujar Madam Ririen bersemangat. Martha menggangguk pelan dan mengulum bibirnya agar terlihat gugup bagaikan gadis lugu yang takut tubuhnya akan dijamah tangan pria. Sebenarnya, Martha hendak berkata jika dirinya belum pernah tahu apa itu pelelangan namun Madam Ririen memotong ucapannya yang membuat kesalahapaman terjadi pada wanita germo itu. Luca tidak bi
Camille memeluk erat pinggang Pierre yang mengemudikan sepeda motornya dengan sangat kencang menuju ke lokasi misi kedua yaitu sebuah rumah tinggal. Petugas security di depan rumah tinggal, menghampiri Pierre dan Camille yang telah menghentikan motor tepat di depan pintu gerbang. "Apapun keperluan kalian, silakan pergi dan kembali lagi pukul delapan esok hari!" tutur security tegas sembari memindai penampilan Pierre dan Camille. "Baiklah ...terima kasih. Maaf sudah mengganggu!"Pierre menyahut sambil beranjak hendak pergi namun dia kembali membalikkan badannya dengan sangat cepat, memukul tengkuk sang security hingga pria itu hampir terjatuh lemas yang ditangkap Pierre sigap. "Apakah dia mati?" bisik Camille sedikit merinding karena ini pertama kali baginya melihat Pierre memukuli orang. "Tidak, hanya pingsan! Ayo, kita harus bergerak cepat agar Luciano tidak terlalu lama menunggu." Pierre mengedarkan tatapan pada sekelilingnya, siapa tahu masih ada security yang lain dan memerg
Gabriel mengirim Kiera ke Trapani langsung menggunakan fasilitas jet mewah yang dia punya. Patrick sebagai asisten Martin, diminta Gabriel mendampingi Kiera sampai ke kediamannya. Di balik sikap kejam dan bengisnya, Gabriel sebenarnya adalah pria yang baik dan menghormati wanita. Hanya saja, semua itu tetap tergantung pada siapa wanita yang dia hadapi. Gabriel berlaku sopan pada Kiera karena memandang Andersen yang sepertinya tidak mengetahui pergaulan putrinya itu di luar lingkungan keluarganya. "Apakah kau sudah puas sekarang, Gabriel?" desis Lili berlalu melewati Gabriel setelah mengantarkan Kiera ke landasan pacu terdekat kediaman Martin. "Puas? Tentu saja belum! Kamu mau bercinta denganku, Lili?" Lili menoleh ke belakang menatap Gabriel yang tertawa kecil mengusap dagunya sangat sensual. "Tapi sayang, aku sudah tidak tertarik lagi bercinta denganmu!" tambah Gabriel sambil berdiri di depan Lili yang membuat wanita itu mendongak dengan bibir berdesis penuh amarah pada Gabriel.
Pierre menjemput Dylan, Solenne dan Abraham di lobi rumah sakit agar mereka tidak bingung mencari ruangan tempat Camille dirawat. "Bagaimana keadaan putriku?" tanya Dylan langsung ketika melihat Pierre. "Cammie sudah selesai dioperasi. Dia mengalami pendarahan akibat tembakan mengenai perutnya, tapi sudah teratasi. Sekarang masih belum siuman dalam ruangan perawatan. Mari ..." Pierre dengan sabar menjawab sekaligus menjelaskan secara singkat pada Dylan. Solenne dan Abraham terlihat sangat kuatir dan panik pada wajah mereka. Pun Dylan berulang kali mengusap wajahnya sendiri. "Mereka adalah orang yang mendonorkan darah untuk Cammie. Maaf, saya sangat panik sehingga tidak terpikir untuk menghubungi Paman terlebih dahulu," Pierre memberitahu mengenai Clea dan Eve yang masih berada di dalam ruangan perawatan Camille. Eve meminta ruangan perawatan VViP untuk Camille agar lebih luas juga private. Lagipula apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Eve? Dia memiliki uang dan juga kuasa m
Setelah kepergian Eve dan Clea, Solenne melirik Dylan dengan tatapan penuh arti. "Kamu membawanya?" tanya Dylan pelan yang langsung diangguki Solenne cepat. Solenne kembali menghampiri Camille dan mencium pipinya lembut. "Istirahatlah di sofa, Abraham ...bawa Bibi kalian tidur di sofa, kamu juga istirahatlah!" tutur Dylan sambil melirik sofa panjang yang ada di dalam ruangan perawatan Camille. Abraham melihat samping tempat tangan pada sofa panjang yang terdapat beberapa tombol dan membuat sofa tersebut terbuka membentuk ranjang berukuran lumayan besar yang bisa ditiduri bahkan berempat dengan Camille seperti tempat tidur baru yang dibelikan oleh Dylan. "Jangan di tutup gordennya, Cammie senang melihat matahari pagi," cetus Solenne saat Dylan hendak menutup gorden ruangan. Abraham memang masih mengantuk ditambah sekarang dia memiliki tujuan hidup, sehingga dengan cepat dia jatuh tertidur pulas. "Bibi percaya, kamu juga memiliki takdir yang hebat, Abraham sayang! Selamat tidur,"
"Nyonya Eve?" cetus Camille dengan alis indahnya bertaut menatap Eve yang datang ke ruangannya bersama Clea. Solenne duduk di samping Camille di atas brangkar, tangannya membelai serta merapikan rambut putrinya tersebut, bibir Solenne berkata, "Sayang, kamu kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi semalam. Clea dan Nyonya Eve kebetulan sedang berada di rumah sakit ini, sehingga sukarela mendonorkan darah mereka untukmu." Solenne melirik Eve yang langsung mengangguk membenarkan ucapan Bibi Camille tersebut. "Benar, Camille. Saya sedang ada pemeriksaan rutin di rumah sakit ini ditemani Clea dan sangat bersyukur tubuh saya sehat. Sehingga bisa mendonorkan darah untukmu," imbuh Eve menimpali ucapan Solenne yang mereka melakukan kebohongan tipis untuk menutupi yang sebenarnya. Solenne juga masih merasa curiga pada Clea dan Eve tetapi dia diam saja, tidak mempertanyakannya pada Pierre tentang ucapan pria itu sebelumnya yang sungguh sangat tidak masuk akal baginya. "Persediaan