Deru suara motor membelah jalanan siang hari daerah Furore terdengar lebih berisik dari biasanya. Para anak muda sedang mengadakan festival di sepanjang jalanan yang akan berlangsung sampai tengah malam. Untuk itu perusahaan di sekitar tempat pesta berlangsung ditutup dari aktifitas kerja, karyawan diliburkan. Camille mengenakan celana hitam ketat dipadankan dengan jaket kulit yang juga sangat modis padanya. Rambut panjangnya di urai setelah dia turun dari memarkirkan motornya. "Wow! Mau kencan denganku, Camille?" cetus Luciano terpukau dan spontan berkata yang juga bermaksud menggoda Pierre. Pierre menatap tidak berkedip pada Camille, bahkan saat dalam perjalanan dari Sorrento ke Furore, pria itu selalu berada di belakang atau samping motor Camille. "Nih, kencani!" Pierre melemparkan gantungan kunci yang ditangkap Luciano cekatan sambil tertawa kecil. Camille dan Luca juga ikut tertawa melihat kedua pria berbeda usia itu yang sering saling menggoda. Diam-diam Luca melirik C
Camille membonceng Clea sampai ke Sorrento diiringi Pierre, Luca dan Luciano. Camille mengajak Clea masuk ke dalam cafe Lemoncello yang tetap buka seperti biasanya, karena ada beberapa pekerja sambilan juga Bibi Martha di bagian dapur yang membantu mengkoordinasi. Malam sudah turun tapi masih ada waktu dua jam untuk cafe Lemoncello buka yang sedang ramai dikunjungi pelanggan. "Ku pikir kalian ikut serta dalam festival," cetus Clea seraya menyesap minuman di atas mejanya sambil menatap Camille yang menghidangkan camilan untuknya. Camille tersenyum tipis, "Selamat menikmati," ujarnya tanpa menjawab ucapan Clea. Pierre dan Luca juga langsung mengambil alih pekerjaan barista yang sebelumnya di handle oleh pekerja sambilan. Begitu juga dengan Luciano yang sudah bolak-balik sibuk keluar masuk dapur dan ruangan cafe hingga halaman mengantarkan pesanan para tamu. Truk sayuran yang membawa uang hasil pembobolan brangkas Spencer Corp sudah menjalankan tugas mereka, mengantarkan uang te
Martin baru saja tiba untuk menjemput Camille saat gadisnya itu keluar bersama seorang gadis muda. Setelah membantu Clea mencarikan taksi, Camille menghampiri mobil Martin yang langsung pintu pada sisi penumpang dibuka oleh Martin agar Camille bergegas masuk. Martin langsung mengemudikan mobilnya begitu Camille telah memasang sabuk pengaman. Tetapi dia masih diam, memilih kata-kata yang tepat untuk berbicara dengan gadisnya itu karena kuatir dia akan bertanya tentang aksinya di Furore dan bisa menyinggungnya. "Ada apa? Anda terlihat pendiam malam ini, Tuan Martin?" cetus Camille kembali ke mood awal saat dia bertemu dengan Martin. Martin menoleh sekilas pada Camille dan sebelah tangannya menjepit hidung mancung gadisnya itu gemas. "Sekali lagi kamu memanggilku seperti tadi, sungguh aku akan membawamu kabur jauh ke ujung dunia!" seloroh Martin yang ditanggapi Camille tertawa kecil. Banyak tempat indah di Sorrento yang dikelilingi lautan mediterania. Kali ini Martin membawa C
Martin menunggu di dalam mobilnya selama empat puluh lima menit. Dia memeriksa pekerjaan Daniel yang sudah melenyapkan semua bukti video pembobolan brangkas di Furore hingga tak berjejak sama sekali. Camille mengetuk jendela pintu mobil Martin dan tersenyum lebar saat Martin membukakan pintu untuknya masuk. "Boleh ku tau apa yang kamu bicarakan dengan Paman dan Bibimu? Apakah Abraham sehat?" tanya Martin ingin tahu juga dia ingin dekat dengan semua anggota keluarga Camille. "Uhm ...kamu tidur jam berapa dan apakah sekarang langsung pulang ke rumahmu? Trus kapan orangtuamu datang ke sini?" "Jangan mengalihkan pembicaraan ...kamu ga pintar bohong sama aku. Katakan, ada apa dengan tebing sana?" Martin memang belum menjalankan mobilnya dan dia parkir menghadap ke arah tebing yang beberapa waktu lalu Camille membawanya terjun dan berenang di sana. "Aku ingin mengontrak rumah kosong yang di dekat tebing sana untuk Paman dan Bibi juga Abraham. Pindah buka usaha di sana sepertinya m
Clea sudah tiba di cafe Lemoncello saat Camille baru saja masuk. "Hai, selamat pagi dan selamat datang," sapa Clea tersenyum ceria menyambut Camille. Camille membalas sapaan Clea dengan senyum yang tidak kalah lebarnya. Luca memperhatikan interaksi Clea dan Camille yang terlihat sangat mirip saat kedua gadis itu tertawa."Kalian berdua terlihat sangat mirip," cetus Luca saat Camille dan Clea menghampirinya di meja bartender. "Oh ya?" Camille mendudukkan bokongnya pada kursi tinggi di depan meja Luca, menggedikkan kedua alisnya naik turun sebagai tanggapannya atas ucapan Luca. "Boleh aku memanggilmu, Kakak?" Clea bertanya yang membuat Camille menoleh cepat menatapnya. "Aku punya saudara laki-laki berusia sepuluh tahun dan dia tidak pernah memanggilku kakak. Jadi, cukup panggil saja namaku dan aku belum terlalu tua untuk dipanggil kakak olehmu," sahut Camille seraya tersenyum manis pada Clea dan mengedipkan matanya pada Luca yang tertawa kecil mendengar ucapannya.Clea mengangguk
Martin benar-benar datang lebih cepat menjemput Camille pulang kerja dari biasanya. "Ada yang harus ku selesaikan malam ini. Tidurlah cepat!" ucap Martin begitu dia telah sampai di depan ruko tempat tinggal Camille. Meskipun bingung melihat Martin yang tidak seperti biasanya, Camille menurut tanpa bertanya, lalu membuka pintu mobil untuk turun. "Cammie ..." Martin kembali merengkuh lengan Camille dan menarik gadisnya itu mendekat ke arahnya untuk dia lumat bibirnya. "Aku mencintaimu, Cammie!" bisik Martin setelah melepaskan tautan bibirnya dari Camille. Camille mengangguk tanpa menjawab tetapi bibirnya tersenyum tipis. "Cepatlah kembali dan selesaikan pekerjaanmu!" ucap Camille yang sebenarnya sedikit sungkan melihat Martin yang terus menjemputnya pulang kerja, padahal pria itu juga sedang sibuk bekerja. -- "Hai, apa yang kamu lakukan di sini?" sapa Daniel saat melihat Clea mengenakan pakaian pelayan dan sedang mengantarkan kopi pesanannya. Daniel sengaja mampir untuk s
"Frederick?" ulang Camille seraya menautkan kedua alis indahnya menatap Pierre. "Pria yang baru saja mengantarmu," cetus Pierre, menatap lekat ke dalam mata hitam bening Camille. "Oh, aku tidak mengenalnya! Tadi Bibiku tidak enak badan sehingga aku ijin pulang pada Luca. Tapi sesampainya di rumah, pria yang tadi kebetulan sedang berada di warung dan mau membantu Bibi membelikan obat di apotik. Lalu dia ngotot mengantarkanku ke sini dan kembali lagi membawa obat untuk Bibi," dalih Camille tiba-tiba lancar, yang sebenarnya dia sangat tidak enak hati telah membohongi pria sebaik Pierre. "Kamu bisa ambil libur jika memang Bibimu sedang sakit, Cammie. Pergilah pulang dan rawat Bibimu. Ohya, mengenai Abraham, apakah dia baik-baik aja? Vitaminnya masih rutin dia minum? Jika tinggal sedikit, kamu bisa menghubungi Dokter Elma, hem?" "Terima kasih, Bos! Semuanya baik-baik aja. Tensi Bibiku hanya sedikit rendah tadi, Abraham juga sudah semakin membaik. Terima kasih, tapi bolehkah aku libu
Dylan menyewa sebuah mobil untuk mereka pergi jalan-jalan sekeluarga ke sebuah perkebunan lemon yang ada di Corso. Camille tidak pernah menduga jika perkebunan tempatnya bersenang-senang bersama keluarganya tersebut juga merupakan salah satu aset Martin. "Cammie, kamu harus cobain es cream kulit jeruk ini, enak deh!" Abraham bergegas datang membawa dua cone es cream ke tempat Camille sedang duduk istirahat bersama Solenne. Sementara Dylan membawa es cream untuk Solenne. Solenne memiliki tubuh yang tambun dan dia harus banyak istirahat jika banyak berjalan kaki. Bibi kesayangan Camille itu menolak kursi roda yang ditawarkan anak gadisnya. Dylan juga tidak keberatan jika mereka berhenti di beberapa spot dalam perkebunan tersebut untuk beristirahat sambil berphoto atau membuat video menggunakan ponsel Camille yang dia sengaja matikan internetnya agar tahan batrai. "Es cream kulit jeruk?" ulang Camille sembari menaikkan satu alisnya ke atas. Abraham menyodorkan, menyuapkan Cami