Dylan menyewa sebuah mobil untuk mereka pergi jalan-jalan sekeluarga ke sebuah perkebunan lemon yang ada di Corso. Camille tidak pernah menduga jika perkebunan tempatnya bersenang-senang bersama keluarganya tersebut juga merupakan salah satu aset Martin. "Cammie, kamu harus cobain es cream kulit jeruk ini, enak deh!" Abraham bergegas datang membawa dua cone es cream ke tempat Camille sedang duduk istirahat bersama Solenne. Sementara Dylan membawa es cream untuk Solenne. Solenne memiliki tubuh yang tambun dan dia harus banyak istirahat jika banyak berjalan kaki. Bibi kesayangan Camille itu menolak kursi roda yang ditawarkan anak gadisnya. Dylan juga tidak keberatan jika mereka berhenti di beberapa spot dalam perkebunan tersebut untuk beristirahat sambil berphoto atau membuat video menggunakan ponsel Camille yang dia sengaja matikan internetnya agar tahan batrai. "Es cream kulit jeruk?" ulang Camille sembari menaikkan satu alisnya ke atas. Abraham menyodorkan, menyuapkan Cami
"Hallo, Young Lady," sapa Christopher pada Camille saat gadis muda itu berjalan masuk ke dalam markas Libra. "Christopher?!" "Sudah ku duga, kamu tidak mengenaliku saat di Furore," cetus Christopher sambil tertawa. Camille menaikkan alisnya menatap intens pada Christopher yang sebelumnya adalah rekan misi Dylan, Pamannya. "Aku adalah sopir truk sayur ..." "Achhhh ...ya, aku ingat! Pantas senyummu sangat familiar bagiku. Well, sejak kapan?" Camille terbahak, mengangguk cepat sambil menatap mata pria dewasa yang masih single di depannya tersebut. "Sebenarnya dari dulu, aku dan Pierre sudah saling berhubungan. Tapi, sejak dirimu menjadi anggota kelompok Libra, Pamanmu juga menghubungiku agar bergabung dengan Pierre untuk melindungimu," Christopher menjawab dengan ceria seraya mengedipkan sebelah matanya genit pada Camille yang tertawa renyah. "Kamu baru sampai? Kalian sudah saling mengenal?" sapa Pierre mendekat dan tidak lupa telapak tangannya naik untuk membelai puncak kep
"Oh, Tuhan! Apa yang kalian lakukan?" seru Dokter Elma saat melihat beberapa kantung uang di bawa masuk ke dalam rumahnya dari bagasi mobil Pierre. "Anda punya ruangan rahasia 'kan, Dokter? Sembunyikan dulu semua ini dalam ruang rahasia Anda. Nanti kami akan mengambilnya kembali." ucap Pierre santai sedangkan Luca memalingkan wajahnya dari memandangi Dokter Elma. Dokter Elma tidak menyadari jika gaun tidurnya sangat transparan dan di depannya saat ini ada dua pria dewasa yang tampan juga sangat normal. Dokter Elma hanya bisa mengangguk tidak berdaya menanggapi ucapan Pierre. Lalu dia menekan sisi samping lemari buku di ruangan tengah rumahnya dan terbukalah sebuah pintu masuk ke ruangan rahasia yang sebenarnya hanya dijadikan gudang oleh Dokter Elma. "Luciano akan menghubungi Anda. Maaf sudah menganggu, permisi," ucap Pierre setelah dia memasukkan semua kantung uang ke dalam ruangan rahasia Dokter Elma. "Bagaimana kamu tahu ada ruangan rahasia di rumah Dokter Elma?" celetuk Lu
Clea sangat terkejut setelah menerima panggilan telpon dari Mamanya yang menyebutkan Papanya di jebak dalam bisnis pencucian uang. Eve juga memberitahu Clea jika Perusahaan asuransi milik Papanya di bobol oleh pencuri yang sangat mereka yakini adalah kelompok pencuri terlatih. Clea yang meminta misi pembobolan brangkas di gedung asuransi pada kelompok Libra agar memotong 'tangan kotor' Papanya. tetapi dia tidak pernah memberikan perintah untuk menjebak David, Papa kandungnya sendiri. Bagaimanapun jeleknya perbuatan David, dia tetaplah Papa kandung yang dicintai oleh Mama Clea. "Pulanglah, Clea ...Mama butuh kamu di sini. Biarkan bank dan perusahaan di Sorrento dikelola oleh Alama," Clea masih terngiang ucapan Mamanya di sambungan telpon tadi. "Ada apa? Wajahmu sedikit pucat," Luca bertanya saat Clea yang berada di depan meja bartendernya untuk mengambil pesanan dan mengantarkannya ke meja pelanggan. "Tidak apa-apa, semalam ada banyak tugas. Aku tidur sudah dinihari dan juga
"Apa yang kau lakukan? Kenapa Cammie ditangkap polisi?" seru Clea tertahan di sela-sela giginya menghubungi Daniel melalui sambungan telpon. Luca mendengarkan pembicaraan Clea, matanya menggelap dan rahangnya mengeras, bibirnya menyeringai sinis menyimak pembicaraan gadis itu di sambungan telpon. Begitu Clea telah memutuskan sambungan telponnya dan barjalan masuk ke dalam cafe dari tempat dia sembunyi di balik tembok, Luca langsung menarik lengan gadis muda itu. "Sudah ku duga, kau punya rencana tersembunyi dengan bekerja di cafe ini Clea Carle!" dengkus Luca menyebut nama lengkap Clea. "Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk menjebak Cammie? Tidakkah tindakanmu sedikit tidak tau diri, memanfaatkan kebaikan Cammie padamu?" Clea terperanjat diberondong pertanyaan yang menyudutkannya dan Luca sudah menariknya ke balik meja bartender yang tinggi. "Katakan, kenapa kau diam, Clea Carle?" ulang Luca menatap tajam mata Clea. Clea menarik napas panjang, tidak ada lagi alasan baginy
Camille sedang duduk di atas ranjang kecil di dalam ruangan. Dia menekuk kedua kakinya dan menempelkan wajah pada lututnya. Di Roma, Eve sudah berulang kali menghubungi Clea agar pulang. Dia benar-benar rindu pada anak-anaknya di saat sendiri seperti ini. David sama sekali tidak bisa dia dampingi dan suaminya itu di bawa ke ruangan lain yang tidak dia ketahui. Pengacara suaminya meminta Eve agar pulang saja ke rumah, karena tidak ada yang bisa dilakukan oleh Eve di kantor polisi. "Sudah lebih dari dua puluh tahun, kamu dimana Camille? Mama yakin kamu masih hidup di suatu tempat, apakah kamu makan dengan baik? Bagaimana teman-temanmu? Apakah dirimu kesusahan, Nak? Mama rindu ...tapi jika kita bertemu, mungkin kita bagaikan orang asing yang tidak saling mengenal. Akankah kamu mengenali Mama, Camille?" Eve sedang berada di dalam kamar bayi yang selalu dia kunjungi jika rindu membuncah dalam dadanya. Kamar bayi milik Camille, putri pertamanya. Waktu itu ASI Eve masih terus mengalir d
"Camilleeee ..."Luciano berlari menyambut Camille dan membawa tubuh gadis yang dia peluk erat itu menari bergoyang dengannya sedikit lebai dalam ruangan sempit balik meja bartender. "Kalian bisa mengganggu pekerjaanku! Luciano, antarkan ini pada tamu di halaman sana, cepatlah sebelum esnya mencair!" tegur Luca sambil menarik lengan Luciano yang memeluk tubuh Camille agar terlepas. Luciano bersungut-sungut mendelikkan bola matanya pada Luca, mengambil nampan dan membawa pesanan yang sudah Luca persiapkan untuk dia antarkan ke halaman. "Bagaimana keadaanmu? Apakah kamu baik-baik aja? Apakah petugas polisi yang menanyaimu sopan atau menyiksamu?" Luca mencecar pertanyaan pada Camille dan melihat lengan serta tengkuk gadis itu yang kulitnya terasa sangat lembut pada telapak tangannya. "Ya, mereka semua baik padaku. Aku tidak apa-apa. Tidak ada penyiksaan. Pierre ada di kantor?" Camille menjawab pertanyaan Luca sambil tersenyum bahagia lalu bertanya mengenai Pierre yang belum dia lihat
Camille mengantarkan makanan penutup ke meja Martin dan Patrick lalu bergegas kembali karena ada pelanggan lain yang memanggilnya. "Dia terlihat baik-baik saja," cetus Patrick pelan pada Martin. "Lain kali jangan memperhatikannya atau mau aku congkel keluar biji matamu?" dengkus Martin kesal bercampur cemburu karena pastinya Patrick juga memindai kemolekan tubuh Camille meskipun terbalut apron. Patrick berdecak dan geleng-geleng kepala menanggapi ucapan Martin yang sangat tidak masuk akal baginya. "Sepertinya Anda harus buru-buru melamarnya, ku lihat mereka para pria itu yang sering datang ke sini dan mata mereka hanya menatap padanya." tutur Patrick setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling cafe dan memperhatikan para tamu yang berinteraksi dengan Camille. "Cepat habiskan makananmu dan kembalilah ke kantor!" Martin tahu jika banyak pria yang pastinya menyukai Camille. Gadis itu bukan hanya terlihat manis mempesona, namun juga luwes dan ramah pada pelanggan tanpa membe