“Menikahlah dengan Lita.”
“Apa?!” Pekik Adrian, lalu mengajak Danu masuk ke mobilnya untuk melanjutkan pembicaraan.
“Nikahi dia! Aku sudah menerima sembilan puluh milyar sebagai bayaranku untuk membunuhmu. Aku juga sudah menggunakan uang itu untuk tabungan Lita dimasa depan, tapi sekarang aku tidak melakukan perintahnya, tentu Koko tidak akan melepasku, dan aku tidak punya pilihan.”
“Apa! Harga nyawaku hanya sembilan puluh milyar?i pelit sekali! Seluruh hartanya pun tidak akan cukup untuk membeli nyawaku. Keterlaluan sekali si Tua bangka itu!” geram Adrian.
“Aku tidak tahu bahwa orang yang harus aku bunuh adalah dirimu. Jika aku tahu, tentu aku akan menolaknya. Hati kecilku sebenarnya menolak untuk menjadi pembunuh.”
“Lalu, kenapa Kakak masih saja bekerja padanya? Kak, aku ingin memiliki saudara, hiduplah bersamaku. Aku akan menempatkan Kakak di posisi tertinggi di perusahaanku. Aku tidak peduli apa pun pendidikan Kakak.”
“Sudah kubilang, tidak semudah itu, siapa pun yang sudah masuk ke dalam kelompok Koko tidak akan bisa keluar kecuali kematian yang menjemputnya. Aku sudah lama mengkhawatirkan hal ini, itu sebabnya aku menerima perintah Koko untuk membunuh, karena imbalan yang sangat besar bagiku. Setidaknya jika aku mati, hidup Lita tidak kesusahan hingga ia memiliki suami. Tapi, aku tidak menyangka akan secepat ini.”
“Apa sebesar itu kasih sayangmu pada Lita, Kak, hingga tidak memedulikan nyawamu sendiri," tanya Adrian iri.
“Lebih dari itu. Aku amat sangat menyayanginya. Bahkan, jika ada pria yang berani menolak cintanya hingga membuat dia bersedih, aku akan mendatanginya dan memaksanya untuk mencintai Lita.”
Adrian mendengus mendengar perkataan Danu. “Apa jika aku menolak permintaanmu untuk menikahinya, kau juga akan memaksaku?”
"Ya! Karena aku tidak ingin Lita kesepian setelah kepergianku.”
"Kenapa aku harus menikahinya?”
“Jika kau tidak menjadi suaminya, kau tidak akan menjaganya dengan semampumu. Jika hanya untuk melindungi saja, kau pasti akan menyuruh anak buahmu. Kau tidak akan benar-benar mengutamakannya. Ingat! Aku mengambil langkah ini karena tidak bisa membunuhmu. jadi kau harus menuruti semua perkataanku. Anggap saja ini langkah awalku menuju bunuh diri.”
“Bagaimana jika suatu saat nanti aku mencintai seseorang?”
“Bersabarlah hingga benar-benar aman, baru setelah itu kau boleh melepasnya, tapi kau harus tahu asal usul calon suaminya nanti.”
“Bagaimana jika kelak aku mencintainya?”
“Itu bagus, bukan?”
“Tapi, bagaimana jika dia menolak pernikahan ini?”
“jangan nikahi dia dalam keadaan sadar.”
“Maksud, Kakak?” tanya Adrian heran.
“Aku akan memikirkan caranya Nanti. Sebenarnya Koko hanya tahu aku memiliki seorang adik, tapi Koko tidak tahu seperti apa adiku. Itu sebabnya aku menyuruhmu melindunginya. Aku khawatir, setelah aku tidak ada Koko tetap mengincarnya,” ucap Danu dengan mata yang mulai berair.
“Kau akan berumur panjang, Kak,” batin Adrian.
“Jagalah dia dengan baik seperti kau menjaga ibumu.”
“Jangan jadikan Mamahku perumpamaan, karena aku sendiri membencinya. Mungkin jika dia masih hidup dan aku harus memilih antara Kakak dan Mamah, tentu aku akan memilihmu.”
“Keluarga yang aneh,” desis Danu, tapi masih bisa didengar Adrian.”
“Itu sebabnya aku ingin memiliki saudara, Kak. Aku ingin merasakan dan menikmati kehangatan keluarga. Di Jerman aku hanya tinggal bersama Kakekku. Sedangkan semua anaknya sudah memiliki keluarga dan hanya sesekali datang berkunjung.”
"Kalau begitu, bina lah rumah tangga yang bahagia bersama Lita. Lita juga tidak pernah merasakan kehangatan keluarga.”
“Bagaimana jika dia tidak mencintaiku, Kak?”
“Hei! Kita ini lelaki. Kita bisa membuat wanita jatuh cinta dengan sedikit rayuan dan perhatian.”
Adrian langsung tertawa mendengar perkataan Danu. “Sepertinya kau sudah ahli, Kak.”
Danu hanya terkekeh mendengar jawaban Adrian. “Bagaimana, apa kau mau menikahi Lita?”
“Apa aku punya pilihan, Kak?”
"Kau tidak sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita, kan? Atau mungkin beberapa wanita?”
“Aku bukan Playboy, Kak. Justru aku baru saja patah hati.”
“Berapa usiamu?”
“25 tahun, Kak.”
"Hmm ... lumayan, tidak terlalu tua, tapi juga tidak terlalu muda untuk adik kecilku yang masih 22 tahun.”
Lagi-lagi Adrian dibuat tertawa oleh perkataan Danu. “Apa kau sedang menilaiku, Kak?”
Danu hanya mengangkat kedua bahunya. Dan mereka sama-sama tertawa di dalam mobil.
“Aku sudah lama mendambakan momen seperti ini, Kak,” batin Adrian haru.
“Baiklah! Kita harus berpisah sekarang. Besok aku akan segera mengurus semua keperluan yang dibutuhkan untuk pernikahanmu.”
“Aku seperti mendapat jackpot. Niatku hanya menemuimu, tapi aku malah mendapat Istri.”
“Kalau begitu, nikmati jackpotmu. Ya sudah, aku harus pergi sekarang, sebelum Koko mencurigaiku.” Danu menepuk-nepuk bahu Adrian kemudian keluar dari mobil Adrian untuk menuju mobilnya.
“Kau meremehkan anak buahku, Kak. Aku datang ke sini untuk hidup bersamamu tentu aku akan melindungimu,” ujar Adrian setelah mobil Danu menjauh.
Tiga hari setelah pertemuan mereka, Danu memerintahkan Adrian untuk datang pagi hari, dan pukul sembilan pagi, Adrian sudah tiba ke apartemen Danu.
Ketika Adrian masuk, sudah ada dua orang laki-laki paruh baya dengan pakaian rapi khas pegawai kelurahan.
“Ini, Pak, mempelai prianya.” Danu mengenalkan Adrian pada kedua laki-laki paruh baya itu, yang sepertinya adalah penghulu.
Adrian langsung mengulurkan tangan pada kedua bapak penghulu. “Adrian.” Adrian mengenalkan diri.
“Bayu.”
“Dimas.” Kedua penghulu balas mengenalkan diri.
“Bagaimana, Pak. Apa bisa kita mulai akadnya?” tanya Pak Bayu
“Bisa, Pak, mari, ikuti saya.” Danu berjalan menuju kamar Lita diikuti tiga Pria di belakangnya.
Begitu sampai di kamar Lita, ketiga pria yang mengikuti Danu terkejut saat melihat seorang wanita tengah tertidur dengan posisi lurus ditutupi selimut sebatas dada dan bibir memutih. Namun, wajah tetap cerah.
“Maaf, Pak apa kita akan menikahkan Pak Adrian dengan jenazah?” tanya Pak Bayu.
“Pak! Adik saya masih hidup. Dia hanya sedang tertidur setelah meminum obat.”
“Oh ... Maaf, Pak. Saya pikir—“ Pak Bayu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena tak enak hati untuk mengatakan maksudnya.
“Apa Kak Danu akan menikahkan aku dengan orang sakit?” batin Adrian.
"Adik saya sedang sakit keras, Pak. Adik saya dan Adrian saling mencintai. Mereka sudah lama menjalin hubungan dan Adik saya merasa hidupnya tidak lama lagi, itu sebabnya ia ingin dinikahkan dalam keadaan apa pun,” jelas Danu kepada Pak penghulu dengan penuh kebohongan. Karena jika jujur, Danu khawatir para penghulu itu tidak mau menikahkan adiknya karena menganggap menikahkan secara paksa.
Mendengar kebohongan Danu, Adrian sedikit bernafas lega sambil menahan senyumnya, pasalnya baru kali ini ia melihat anak buah mafia yang biasa sangar dan tegas dalam setiap aksinya menyelundupkan barang, kini berlakon layaknya artis drama melow yang harus memasang wajah sendu.
“Kami turut prihatin, Pak,” ucap Pak Dimas bersimpati.
Danu hanya membalas dengan anggukan dan wajahnya yang tetap dibuat sendu. Sungguh, Adrian benar-benar ingin tertawa melihat ekspresi wajah Danu. Ke mana wajah sangar saat mengacungkan pistol kemarin.
“Baiklah, kalau begitu kita mulai akadnya sekarang.” Pak Bayu mulai mengambil posisi duduk di lantai yang sudah ditata oleh Danu di samping tempat tidur.
Baru saja Pak penghulu menjabat tangan Adrian untuk berikrar, tiba-tiba wanita yang sedang dianggap sakit di tempat tidur itu menggeliat dan bergerak memeluk guling menghadap ke arah para pria yang duduk di lantai.
Sontak Danu langsung bangun untuk membetulkan selimut yang sejak tadi digunakan untuk menutupi tubuh adiknya. Selain itu, ia khawatir jika kedua penghulu curiga jika Lita tidak benar-benar sakit, karena mana ada orang sakit menggeliat bebas sambil memeluk guling.
“Bang, dingin,” racau Lita.
Danu segera mencari remote AC untuk menurunkan suhu di kamar itu. Setelah menurunkan suhu ruangan, Danu menepuk-nepuk punggung Lita agar ia kembali tidur, walaupun tanpa Danu menepuk Lita akan tetap tertidur karena efek obat yang ia berikan.
“Sssttt ...,” desis Danu menenangkan Lita kemudian mencium keningnya.
Melihat pemandangan tersebut, hati Adrian menghangat. Ia kembali teringat masa kecil dulu, saat ia sakit dan ingin tidur bersama Danu. Ketika itu usia Danu baru sembilan tahun, tapi Danu sampai tidak tidur semalaman demi menjaga dirinya untuk mengganti kompres layaknya seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya. Sedangkan sang Mamah malah sibuk dengan dunia mimpinya.
“Kak, dingin,” racau Adrian kecil.
Danu langsung memakaikan selimut sambil menenangkan Adrian sama seperti apa yang Danu lakukan pada Lita sekarang.
“Aku tidak salah kembali ke sini karenamu, Kak, dan aku tidak akan menyesal terlibat dalam kehidupan kalian,” batin Adrian.
Adrian langsung mengeratkan genggaman tangannya pada Pak penghulu, menujukan kemantapan hatinya untuk menikahi Lita. Pernikahan yang awalnya ia lakukan hanya karena sebuah permintaan, kini ia jadikan tanggung jawab dan kewajiban untuk melindungi keluarga barunya.
Hanya dengan satu tarikan nafas, Adrian berhasil merubah status lajangnya menjadi suami Lita.
“Sah?”
“Sah!” teriak Pak Dimas dan Danu selaku saksi.
*****
Saat ini Danu dan Adrian sedang duduk di ruang tamu yang ada di apartemen, setelah mengantarkan kedua penghulu ke parkiran.
“Terima kasih telah menikahi Lita. Semoga kalian bisa bahagia. Jika kemarin aku mengatakan tidak perlu mencintainya sekarang aku berharap kau bisa benar-benar mencintainya, jika kau tetap tidak bisa mencintainya, jangan buat dia mencintaimu. Jangan pernah buat dia sedih karena aku sudah tidak akan bisa menghapus air matanya lagi setelah aku pergi." Pinta Danu layaknya seorang ayah dengan mata yang memanas menahan tangis seolah-olah kematiannya sudah sangat dekat.
“Kak, kau akan berumur panjang. Aku akan melindungi kalian,” hibur Adrian.
“Sudah kubilang, tidak ada pilihan lagi jika lepas dari Lukman selain kematian. Setidaknya aku sudah bisa lega sekarang, sebelum aku pergi aku sudah menemukan pelindung untuk Lita."
"Lagi-lagi kau meragukan kemampuan anak buahku, Kak,” batin Adrian.
“kau harus ingat! Lita paling suka bunga mawar putih, hijau muda adalah warna kesukaannya. Dia sering mencoba memasak resep-resep baru dan jika kau disuruh mencobanya jangan bilang tidak enak, dia pasti akan marah dan tidak mau memasak lagi, cukup katakan enak, tapi jika ditambah ini dan itu akan makin enak rasanya. Lita takut akan hal-hal berbau horor. Lita paling takut dengan kepiting baik itu hidup atau mati. Lita sangat suka masakan padang, tenderloin steak, dan bakso. Lita paling suka minuman rasa coklat. Lita sering bergadang di malam hari entah apa yang ia lakukan, itu sebabnya kau harus sering mengeceknya nanti. Jika Lita sedang tidak bisa tidur kau harus menggelitik telapak kakinya, maka ia akan tidur, dan satu lagi, Lita termasuk gadis yang malas mandi pagi.” Danu menjelaskan semua tentang Lita panjang lebar.
“Jika Lita melakukan kesalahan, jangan pernah menamparnya apa lagi memukulinya. Cukup tarik saja telinganya dia pasti akan takut.” Danu sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Danu mengeluarkan semua sesak di dadanya bersamaan dengan tangis hingga bahunya bergetar.
“Dan satu lagi, Lita amat sangat menyukai kebab, jika suatu saat dia marah tak bisa dibujuk, belikan saja dua sampai tiga bungkus kebab, maka dia akan memaafkanmu. 40 adalah nomor sepatu dan sandal Lita," lanjut Danu.
Melihat Danu menangis bahkan sampai sesenggukan, Adrian langsung merangkul pria yang sekarang menjadi kakak iparnya. “Aku akan selalu melindunginya, Kak. Kakak jangan khawatir. Aku akan melindungi kalian,” janji Adrian.
“Kau tidak perlu menjagaku, cukup jaga istrimu saja.” Danu segera membersihkan air mata yang mengalir di pipinya. “Aku tidak tahu, kapan Lukman akan mengetahui pengkhianatanku, dan jika waktunya tiba, aku akan segera mengantarkan dia ke tempatmu jika masih ada waktu.”
“Kak, apa aku boleh bertanya?”
“Tanyakan saja”
“Apa yang kau gunakan di wajah istriku hingga bibirnya terlihat pucat?”
Danu terkekeh mendengar pertanyaan Adrian juga sebutan baru adiknya yang masih terdengar asing di telinganya. “Aku hanya memakaikan bedak yang ada di meja riasnya.”
“Lalu apa yang kau berikan hingga ia bisa tidur sepulas itu?”
“Aku memberikan obat tidur pada makanannya saat sarapan tadi.”
“Lalu kenapa kau bisa bekerja dengan si Tua bangka itu?”
Danu langsung terdiam dengan tatapan kosong seolah sedang menerawang masa lalu. “Waktu itu aku baru saja di PHK dari pabrik tempatku bekerja. Aku bingung dari mana lagi uang untuk aku dan Lita bertahan hidup jika aku tidak dapat pekerjaan. Hingga tiba-tiba Lee, yang saat itu menjadi tangan kanan Koko menghampiriku dan memberiku pekerjaan yang sangat mudah, hanya mengantarkan paket ke tempat yang ia perintahkan dengan upah yang besar. Tentu aku senang dan menganggap ia adalah malaikat untukku, tapi lama kelamaan aku baru menyadari jika bisnis mereka adalah bisnis yang ilegal. Namun, aku sudah tidak bisa lepas dari mereka.” Danu menceritakan awal mula menjadi anak buah Lukman.“
"Dan kau, tahu dari mana bahwa aku ingin membunuhmu kemarin?” tanya Danu.
“Apa kau kenal Levin?”
“Ya, dia orang baru di komplotan Lee.”
“Dia adalah salah satu anak buahku.”
“Apa?!” pekik Danu. “Itu berarti, dia adalah penyusup?” tanya Danu dengan wajah terkejutnya.
"Aku mengirim Levin untuk menarikmu, tapi baru satu bulan bekerja, dia mengatakan bahwa kau ingin membunuhku atas perintah si Tua bangka itu.”
“Kenapa Koko membencimu?”
“Aku juga tidak tahu." Adrian menjawab sambi menggidikkan bahu. “Apa aku sudah boleh ‘berduaan’ dengan istriku, sekarang?”
“Aku juga tidak tahu.” Adrian menjawab sambi menggidikkan bahu. “Apa aku sudah boleh ‘berduaan’ dengan istriku, sekarang?”“Jangan! Dia sedang tidur, nanti dia akan merasa aneh jika ‘melakukannya' sekarang. Aku juga belum mengatakan jika ia akan kunikahkan. Aku takut membutuhkan waktu lama untuk membujuknya. Itu sebabnya aku membuatnya tertidur.”“Tentu tidak, Kak. Aku hanya ingin melihat istriku. Lagi pula aku bangun pagi hari ini, dan aku mulai mengantuk sekarang. Aku ingin tidur di sampingnya.”“Ya sudah. Ingat! Jangan macam-macam!” Ancam Danu.Adrian langsung menyeringai sebelum meninggalkan Danu.“Hai, Istriku,” sapa Adrian sambil melepaskan bantal guling dipelukan Lita secara perlahan.“Hmm ... kau tidak terlalu jelek rupanya. Aku tentu tidak terlalu kesulitan untuk mencintaimu.”Adrian langsung mengambil posisi tidu
“Eeee ....”Tok ... tok ... tok ....Terdengar suara seseorang mengetuk pintu, dan itu membuat Lita bernafas lega.“Masuk!” teriak Adrian.Seorang OG langsung membuka pintu setelah mendapat izin dari Adrian.“Permisi, Pak,” sapa si OG sambil membawa nampan berisi satu cangkir minuman hangat yang terlihat dari kepulan asap di atas cangkirnya.“Taruh di sini saja,” perintah Adrian menunjuk meja di depan sofa dengan dagunya.“Baik, Pak,” ucap si OG patuh kemudian ia langsung keluar dari ruangan Adrian.“Minumlah!” perintah Adrian.Lita agak bingung dengan perintah Adrian. “Saya, Pak?”“Iya, siapa lagi? Cuma ada kita berdua di ruangan ini.”Sebenarnya sejak OG itu menaruh cangkirnya yang berisi cokelat panas di meja, mata Lita sudah berbinar ingin menghabiskannya, tapi Lita tidak mungkin meminumnya tanpa perintah, dan
“Apa! Mantan kekasih?” pekik Adrian. “Ya! Aku adalah mantan kekasihnya.” “Lalu, untuk apa kau mengawasi apartemennya?” “Aku tidak mengawasinya. Aku hanya ingin berkunjung, tapi Ita tidak pernah keluar, sampai akhirnya anak buah bodohmu menangkapku,” keluh si Pria. “Untuk apa kau berkunjung ke apartemennya?” “Aku masih mencintainya dan sepertinya Ita juga masih mencintaiku,” bangga si Pria. “Percaya diri sekali kau." “Tentu!” “Apa yang membuatmu percaya diri?” “Karena dulu, saat aku memutuskan hubungan dengannya, Ita menangis dan memohon kepadaku." Adrian mengepalkan tangannya, geram mendengar si Pria bercerita seakan-akan Lita sangat mencintainya. "Lalu kenapa kalian putus?” “Aku tidak suka selalu diawasi kakaknya semenjak aku membuatnya demam,” jawab si Pria. “Demam?” tanya Adrian penasaran. “Apa kau bisa suruh anak buahmu melepas ikatanku dulu? Aku sudah sangat tidak nyaman,” pi
“Ceraikan istrimu!” perintah si Penodong.Adrian diam sejenak, lalu tiba-tiba melempar botol minuman yang ia pegang ke arah belakang tanpa berbalik, agar bisa mengalihkan perhatian si Penodong.Beberapa detik merasa pistol tak lagi menempel di punggungnya, Adrian langsung membalikkan badan kemudian mencengkeram kerah si Penodong.“Kau?!” Adrian langsung melepas cengkeraman tangannya saat melihat Levin tersenyum. “Sedang apa kau di sini?”“Aku sedang berjaga-jaga, Tuan. Maaf mengagetkanmu. Aku hanya ingin mengerjaimu,” ucap Levin sambil menahan senyum.Adrian hanya mendengus mendengar alasan Levin. “Apa berjaga-jaga harus masuk ke dalam?”“Maaf, Tuan, saya terpaksa melakukannya karena sore tadi seorang wanita masuk ke kamar Nyonya melalui balkon unit sebelah.”“Wanita?!”“Sekarang wanita itu ada di sebelah kamar Nyonya. Saya mengikatnya di
Adrian benar-benar menulikan telinganya dari semua permohonan dan tangisan Lita. Bibirnya terus menelusuri leher dan wajah Lita, bahkan Adrian membuat beberapa tanda di leher dan dada Lita, seolah ingin menunjukkan kepemilikannya pada tubuh Lita.Lita yang sudah tak punya tenaga lagi untuk melawan, hanya bisa pasrah saat Adrian meremas bagian sensitifnya. “Maafkan aku, Suamiku,” batin Lita.Saat Adrian akan mengangkat handuk yang sudah tidak melilit lagi di tubuh istrinya, Adrian mendengar perkataan Lita, meskipun puluhan permohonannya ia abaikan sejak tadi.“Bang Danu, tolong aku ...," lirih Lita pelan, tapi Adrian bisa mendengarnya dengan jelas.“Kak Danu,” batin Adrian. Seketika ia langsung menghentikan semua pergerakan di tubuh Lita.“Lita, maaf ... maafkan aku. Jangan membenciku setelah ini.” Adrian memeluk tubuh Lita.Adrian mengeratkan pelukannya pada tubuh Lita yang terus bergetar. Ia tidak p
Sejak tadi, Lita terus memikirkan ungkapan perasaan Adrian, meskipun di depan Adrian ia terlihat tidak peduli, tapi di otaknya terus teringat perkataan Adrian. Lita bukan memikirkan cara membalas perasaan Adrian, tapi ia sedang memikirkan caranya membalas dendam pada Adrian. “Aku tidak bisa mengganggu perusahaannya, karena itu akan menyusahkan banyak orang. Apa aku harus ‘bermain’ dengan perasaannya? Pura-pura mencintai, lalu setelah itu aku meninggalkannya sampai dia jadi gila. Ah ... tidak, tidak, kalau dia gila tidak akan ada yang memimpin perusahaan ini. Lalu perusahaan bangkrut, itu sama saja akan menyusahkan banyak orang. Lagi pula aku tidak mau melibatkan perasaan dalam dendamku ini.” “Atau aku mensabotase mobilnya saja, dan membuat dia kecelakaan lalu meninggal? Tetapi jika dia meninggal, perusahaan juga tidak akan ada yang memimpin dan bangkrut. Ah ... tidak, itu juga akan menyusahkan banyak orang. Lagi pula, terlalu seram jika harus bermain nyawa. Itu tidak
Prook ... Prook ....Lita memanggil driver ojek yang ada di sekitar kantor dengan bertepuk tangan. “Bang, ikutin mobil itu, ya!” perintah Lita pada driver yang menghampirinya.“Harus lewat aplikasi, Mbak!” ucap si Driver.“Saya bayar lebih, deh, Bang,” Lita mencoba bernegosiasi.“Ya udah, ayo!” ajak si Driver.Sang Driver langsung tancap gas saat Lita sudah menaiki motornya. Baik mata Lita maupun mata si Driver tak lepas dari Toyota Alphard yang sedang mereka ikuti, walaupun sempat beberapa kali tersalip kendaraan lain. Namun, dengan kejelian sang Driver, mereka berhasil mengikuti sampai di depan restoran khas Italia.“Ok, Bang, sampe sini aja!” Lita langsung memberikan dua lembar uang pecahan seratus ribuan yang ada di saku kemejanya kepada sang Driver, lalu berlari memasuki restoran.“Terima kasih, Mbak!” teriak si Driver. “Ck ... penampilan berantakan git
Dari toilet menuju mobil, Lita dan Adrian jalan beriringan. Begitu Adrian akan membukakan pintu untuk Lita, tiba-tiba Lita menangis dan memeluk Adrian. “Lita, kau kenapa?” tanya Adrian heran. “Lihat itu!” jawab Lita sambil menangis menunjuk kaca di pintu mobil. Adrian langsung melihat apa yang Lita tunjukkan. Ia merasa heran apa yang membuat Lita menangis, karena ia tak menemukan apa pun di pantulan kaca selain Lita dan dirinya. “Tidak ada yang aneh dengan kaca mobilku,” ucap Adrian. “Kaca mobilmu memang tidak aneh, tapi aku yang aneh!” “Kau?!” Lita mengangguk lalu melepas pelukannya. “Lihat! Aku berantakan sekali, pantas saja tadi mantan kekasihmu terus memanggilku pengemis dan penipu. Aku terlihat menyeramkan, Pak.” Lita menangis layaknya anak kecil yang sedang mengadu pada ayahnya. Adrian membersihkan jejak air mata yang ada di pipi Lita, kemudian memutar tubuh Lita dan membuka ikat rambutnya. Adrian menyisir rambut Lita den
“Koko, jika aku boleh tahu, apa yang membuatmu ingin menyakiti, bahkan membunuh orang terdekat Adrian? Selama aku menjadi anak buahmu, aku tidak pernah melihat Adrian mengganggumu, tapi kenapa kau sangat ingin menyakiti Adrian? Bukankah Adrian itu anak dari Nyonya besar?” Bara mengungkapkan rasa penasaran yang bertahun-tahun ia pendam. Bahkan sahabatnya tewas karena misi ini.Mendengar pertanyaan Bara, Lukman menyunggingkan sudut bibirnya. Ia kembali teringat awal mula kebenciannya pada Adrian.“Karena dulu Lian merebut apa yang aku punya,” jawab Lukman.Bara semakin bingung dengan jawaban Lukman. Ia tahu Lian adalah ayah Adrian, tapi kenapa Adrian yang selalu ia incar.“Lian? Bukankah itu ayah dari Adrian? Tapi kenapa Koko dendam pada Adrian?” Bara mengungkapkan kebingungannya.“Karena Adrian yang menyebabkan istriku meninggal!”jawaban Lukman semakin membuat Bara bingung. “Bukankah istri Lukman ada
Mimi langsung menunjukkan wajah heran. “Apa maksudmu dengan kau? Bukankah kau yang menyuruh aku datang?”“Aku?!” tanya Adrian tidak percaya sekaligus bingung.“Iya, kau! Kau menyuruhku datang jam sembilan malam dengan menggunakan gaun berwarna merah!” Mimi segera mengambil ponsel di dalam tasnya untuk menunjukkan bukti bahwa ia tidak berbohong. “Ini! Aku belum menghapus pesan yang kau kirimkan sore tadi!”Adrian langsung mengambil ponsel Mimi untuk membuktikan kebenaran dari ucapan Mimi.Adrian: Aku merindukanmu! Datanglah ke Restoran My Food jam sembilan malam. Kenakan gaun berwarna merah maroon dan rias dirimu secantik mungkin. Aku ingin kita mengulang masa-masa Indah kita dulu. Adrian menghela nafas kesal saat membaca pesan yang ia yakin dari Lita karena ponselnya saat ini sedang dipegang oleh Lita.“Kau mempermainkanku! Baru siang tadi aku memohon agar kau mau meneri
“Maaf Rado, aku membutuhkan bantuanmu, tapi aku juga terpaksa mempertemukan tunanganmu dengan manta kekasihnya,” ucap Lita setelah mengirim pesan pada Rado.Setelah itu Lita langsung bergegas membersihkan diri, dan memakai pakaian serba hitam serta menggunakan hoodie milik Danu.“Bang, hoodie ini adalah hoodie yang sering abang pakai saat Abang akan Bertemu teman-teman Abang di luar jam kerja. Semoga Rex mengenali hoodie ini,” ucap Lita saat bercermin, lalu ke luar dari kamar dan menuju mobilnya.Lita: Bawa Rex ke klub malam, sekarang! Lita mengirimkan pesan pada Rado terlebih dahulu sebelum tancap gas.Sejak tadi Lita dan Rado sudah berbalas pesan. Ia menyuruh Rado membawa Rex ke sebuah klub agar bisa melakukan pembalasan dendam pertamanya.Lita pergi pukul delapan malam dari apartemen. Ia datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan dengan Rado. Lita ingin melihat Rex dari kejauhan sebelum ia menda
Saat Adrian ingin menghampiri Yani, tiba-tiba Dokter Pratama menahan bahunya. “Tunggu! Aku tahu seberapa besar pengaruh Adrian Dinata. Masalah yang kuhadapi saat ini tentu bukan hal yang berat jika kau mau membantuku sedikit saja,” pinta Pratama.“Baiklah, aku akan membantumu. HANYA SEDIKIT SAJA!” Adrian sengaja menekan ucapan terakhirnya agar Pratama mengingat.Adrian langsung mengeluarkan ponselnya di saku jeans-nya. “Levin, batasi semua pergerakan anak buah Indra yang berhubungan dengan RSJ tempat Bu Yani dirawat!” Adrian langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Levin.“Aku sudah membantumu, selebihnya kau atasi sendiri masalahmu!” ucap Adrian.Pratama membungkuk hormat sebagai tanda terima kasih, lalu pergi bersama beberapa perawat.“Apa aku terlihat tampan?” tanya Adrian pada Lita yang terus menatapnya tanpa berkedip.Lita mengangguk antusias sambil tersenyum. &l
“Dengan?!” tanya Adrian heran.Lita langsung berjinjit untuk mencium Adrian. Melumat bibirnya dengan penuh kelembutan, berharap apa yang dia lakukan saat ini bisa sedikit membuat Adrian rileks. Lita tak peduli jika ketiga bodyguard Adrian masih ada di dekat mereka. Yang ia ingin saat ini hanya menghilangkan kecemasan Adrian.Adrian kembali mengeratkan pelukannya yang sempat mengendur. Ia menikmati permainan bibir Lita yang menurutnya makin pintar. Bahkan, saat Adrian ingin menyudahi permainan mereka, Lita menahan tengkuknya dan terus melumat bibir Adrian dengan rakus.Selain ingin membuat Adrian rileks, Lita juga sudah tidak bisa menahan pesona Adrian yang menurutnya makin tampan di tiap jamnya.Saling terbuai permainan masing-masing, membuat keduanya lupa bahwa saat ini masih siang hari dan mereka sedang ada di tanah lapang, sehingga keintiman mereka dapat dilihat oleh sepasang mata yang belum terlalu jauh pergi, melalui kaca spion.&l
Seandainya aku bisa mengikuti kata hatiku tanpa beban karena dendam di hatiku, tentu aku akan menyambutmu dengan senyuman kebahagiaan, bukan dengan tangisan seperti ini," lirih batin Lita. "Aku sedih karena aku tergoda ulat bulu sepertimu!” ucap Lita asal, karena tidak mungkin mengatakan kegalauan hatinya.Adrian terkekeh mendengar jawaban Lita. Alih-alih marah, Adrian justru mengeratkan pelukannya dan bertanya, “Apa aku boleh mencium pipimu?”Lita mengangguk dalam dekapan Adrian memberi izin. Dan Adrian terus menyerang Lita dengan ciumannya di seluruh wajah Lita hingga Lita kegelian dan tertawa.“Jangan ganti senyum manismu dengan tangisan, itu akan membuat wajahmu semakin jelek,” ledek Adrian sambil mengusap jejak air mata di pipi Lita.Adrian langsung mengajak Lita ke meja makan untuk sarapan. Saat Adrian akan menyendok nasi ke piring Lita, Lita mencegahnya, “Pak, kata kakakku tidak baik j
“Apa? Membunuhku? Siapa yang ingin membunuhku?” pikir Lita saat mendengar pembicaraan Adrian dan Zein. “Itu sebabnya sekarang aku tinggal di apartemen Lita, Kak. Aku akan mengawasinya 24 jam. Aku juga sudah memperketat penjagaan di sekitar apartemen. Kakak tidak perlu khawatir!” “Memperketat penjagaan? Apa maksudnya? Ada apa sebenarnya?” pikir Lita makin bingung Karena terlalu serius berpikir, Lita tidak menyadari bahwa Adrian sedang berdiri tepat di hadapannya setelah selesai menelepon Zein. Lita baru tersadar saat Adrian menjentikkan jari di depan wajahnya. “Apa yang kau lamunkan?” “Tidak, aku tidak mendengar apa pun pembicaraanmu di telepon. Aku hanya ingin mengantar makananmu! Ka-kau belum makan sejak tadi siang. A-aku akan menaruhnya di sini!” Lita ketakutan melihat tatapan mata Adrian yang biasa saja, hingga membuatnya gugup. “Apa Lita mendengar pembicaraanku tadi? Sepertinya dia tahu ada yang ingin membunuhnya! Aku tidak boleh m
“Perselingkuhan?” “Ya, perselingkuhan!” “Apa sekarang kau sedang menganggap aku sebagai suamimu, hingga mengatakan aku berselingkuh?” “E ... ee ....” Lita terlihat kebingungan karena terjebak dengan perkataannya sendiri. “Baiklah, kalau begitu aku akan menunjukkan bagaimana cara seorang suami membujuk istrinya yang sedang marah!” Adrian membuka tiga kancing kaos berkerahnya. “A—apa yang kau lakukan? I—ini tempat umum! A—aku akan berteriak jika kau macam-macam!” panik Lita saat Adrian mulai mengikis jarak antara mereka. “Aku sedang berusaha membujuk istriku dengan tindakan, karena aku sudah tidak tahu bagaimana membujuk istriku dengan kata-kata!” Adrian langsung menggendong Lita ala bridal style di depan umum, hingga membuat puluhan pasang mata dari pengunjung restoran dan ruko yang ada di sekitar menatap mereka. “Pak, turunkan aku! Ini tempat umum. Bagaimana kalau dilihat orang?!” protes Lita. “Orang-orang sudah mel
"Mimi?!" pekik Lita dan Adrian bersamaan lagi. “Kalian kenal dengan tunanganku?” tanya Rado. “Tidak!” jawab Adrian. “Iya!" Lagi-lagi Lita dan Adrian menjawab secara bersamaan. Tetapi, kali ini dengan kata berbeda. Setelah menyadari jawaban mereka berbeda, Lita dan Adrian saling tatap. “Kau mengenalnya, Pak!” koreksi Lita berbisik “Tidak! aku tidak pernah bertemu dengannya!” Adrian menampik ucapan Lita dengan tegas “Apa?!” Lita menunjukkan wajah heran. “Hai ... maaf aku datang terlam—“ ucapan Mimi berhenti saat menyadari dua orang yang ada di depan tunangannya. “Sayang, perkenalkan ini Pak Adrian dan sekretarisnya, Nona Lita. Pak Adrian ini adalah investor yang aku bilang pagi tadi." “Ha—hai, Mimi.” Mimi mengulurkan tangannya gugup “Adrian.” “Lita.” Adrian tak melirik Mimi sedikit pun. Sedangkan Lita menunjukkan senyum canggungnya saat menjabat tangan Mimi. “Baru kali ini aku menja