"Ingat! Kau harus menemui Adrian Dinata. Dia yang bertanggung jawab atas semua ini … ini rencananya … dia yang Bertanggung jawab atas dirimu dan semua ini … bertanggung jawab atas dirimu dan semua ini.”
Kata-kata terakhir Danu terngiang-ngiang di telinga, hingga menarik Lita untuk kembali menghadapi kenyataan.
Lita bangun dengan napas yang tersengal, berusaha mencerna mimpi yang menariknya untuk segera bangun dari tidurnya.
Begitu ia melihat ke sekeliling kamar, hingga matanya kembali tertuju pada ceceran darah yang memanjang di depan pintu. Butiran air mata kembali meluncur membasahi pipinya.
“Bang ...,” ucapnya disela-sela tangisan. Namun, tangisannya tiba-tiba terhenti begitu mengingat nama yang Danu sebutkan tadi malam, sekaligus nama yang membangunkannya dari mimpi.
"Adrian Dinata?! Siapa dia? Apa dia Bos dari orang-orang yang semalam menyerang abang? Semalam Abang bilang, dia yang bertanggung jawab atas semua ini. Apa itu berarti dia lah yang ingin membunuh Abang?” Lita mencoba menebak.
“Semalam Abang juga bilang, kalau aku sudah menikah, tapi dengan siapa aku menikah? Dan seperti apa rupa suamiku?” Ribuan pertanyaan mengisi pikiran Lita tanpa ada jawabannya satu pun. Hingga akhirnya ia beranjak dari duduknya untuk membersihkan diri.
Lita melewati hari ini penuh tangisan, mengingat dia benar-benar belum siap kehilangan kakak yang selalu bersamanya. Terlebih, saat ia membuat laporan di kantor polisi dan menceritakan kejadian penganiayaan yang dialami Danu.
Saat ini, Lita sedang tidur di kamar Danu, setelah kepulangan polisi yang datang ke apartemen untuk keperluan penyelidikan dan olah TKP.
*****
Lita masih tidak percaya jika ia sudah kehilangan Danu, dan kata ‘Abang jangan pergi’ selalu menghiasi tidurnya tiap malam. Walaupun sudah tiga bulan berlalu semenjak kejadian nahas itu, Lita masih merasa kejadian itu baru beberapa jam yang lalu.
Belum hilang kesedihan atas kehilangan Danu, tepat satu Minggu yang lalu pihak kepolisian mengatakan dan menduga jika Lita sengaja membuat laporan palsu. Pasalnya, tidak ada bukti yang menunjukkan ada orang asing masuk saat jam kejadian. Rekaman CCTV pun tidak menunjukan adanya kedatangan Danu maupun ketiga pria penganiaya Danu. Walaupun polisi tidak menyangkal bahwa keberadaan mobil Danu satu jam sebelum kejadian tidak terparkir, lalu setengah jam setelah kejadian mobil Danu sudah terparkir rapi. Namun, mereka mengabaikan fakta tersebut.
Yang paling membuat Lita tak habis pikir, ketika polisi mengatakan bahwa bercak darah yang ada di kamarnya adalah darah hewan yang sengaja ia bunuh untuk mengelabuhi petugas. Pintu yang rusak karena didobrak pun menurut polisi Lita lah yang melakukannya.
Laporan yang ia buat di kantor polisi dan ia anggap sebagai senjata untuk menemukan Danu, malah menjadi bumerang untuk dirinya. Bahkan, polisi sempat menyuruh Lita agar melakukan tes kejiwaan untuk mengetahui kondisi mentalnya. Sejak saat itu ia sadar, membuat laporan pada polisi adalah satu kesalahan. Sejak saat itu pula Lita bertekad untuk membalas dendam dengan caranya sendiri.
Beberapa minggu setelah Danu mengatakan Lita telah menikah, ia memeriksakan dirinya untuk mengetahui keperawanannya. Walaupun sejak awal ia merasa tidak ada yang sakit di bagian mana pun. Tetapi, tetap saja ia merasa khawatir mereka 'melakukan' saat tertidur. "Syukurlah ... dia tidak 'melakukannya'." Lita bernafas lega setelah mengetahui tidak ada selaput organ intimnya sobek.
Saat ini, Lita sedang membereskan kamar Danu yang sekarang menjadi kamarnya. Lita juga sudah lama menggunakan ATM milik Danu untuk keperluan hidupnya. Jika dulu Danu selalu memberinya berupa uang tunai, sekarang Lita sendiri yang mengendalikan keuangannya.
Lita juga sempat merasa heran dengan adanya pemasukan sebanyak lima puluh juta ke rekening Danu sebanyak dua kali, dan itu terjadi setelah satu bulan kepergian Danu, yang berati sudah total seratus juta lebih uang yang ada di ATM Danu. Tapi Lita pikir mungkin itu dana kompensasi yang diberikan perusahaan Danu, walaupun ia sendiri tidak tahu apa pekerjaan Danu jika dana kompensasinya saja sebesar itu.
Sedangkan sosok suami yang Danu katakan, tidak pernah muncul sama sekali semenjak kepergian Danu. Entah benar atau tidak jika ia sudah menikah. "Bang aku akan terima pernikahan ini sebagai baktiku padamu. Aku yakin dengan pilihanmu, kau tidak mungkin menikahkan aku dengan orang yang salah."
Air mata kesedihan yang ia pikir sudah kering, kini kembali membanjiri pelupuk matanya ketika Lita menemukan sebuah buku tabungan atas namanya di dalam lemari Danu dengan nominal yang sangat besar.
Jika disatukan jumlah uang yang ada di rekening milik Danu, juga tabungan miliknya yang baru saja ia temukan, sudah amat sangat cukup untuk kebutuhan hidup Lita yang hanya sebatang kara, juga biaya kuliah Lita hingga beberapa tahun ke depan.
“Bang, aku kangen,” tangis Lita sambil memeluk buku tabungan yang baru saja ia temukan.
Dua tahun kemudian …
“Lit! ayo kita foto bareng sambil lempar toga!" ajak Putri, teman kuliah Lita.
"Sory, Put, gue buru-buru mau pulang,” tolak Lita.
“Ck … bentar doang. Ini ‘kan hari terakhir kita ke kampus. Besok-besok kita pasti bakalan sibuk sama karier masing-masing.” Putri langsung menarik Lita untuk berfoto.
“tahu, nih. Lita sombong banget, gak mau foto bareng kita-kita.” Timpal Tia yang juga teman sekelas Lita dan langsung disambut dengan sorakan dari dua teman Lita yang lainnya, Mira dan Desi.
“Ok, ok. Kita foto bareng sekarang. Mau foto gaya apa pun, gue jabanin. Demi kalian, apa sih, yang gak,” ujar Lita menunjukkan semangatnya.
Kelima gadis itu pun berdiri menghadap kamera dengan berbagai gaya resmi maupun gaya konyol mereka masing-masing.
“Yeay …!” teriak mereka bersamaan digaya terakhir foto.
Lita langsung bergegas pergi menuju mobilnya di parkiran kampus. Ralat! Lebih tepatnya mobil Danu yang sekarang menjadi miliknya. Lita juga terburu-buru karena tidak mau terbawa perasaan melihat keluarga teman-temannya ikut menghadiri acara wisuda sebagai bentuk dukungan untuk orang yang mereka sayangi. Sedangkan dirinya hanya datang sendiri.
Begitu tiba di apartemen, Lita langsung masuk ke kamarnya yang merupakan bekas kamar Danu untuk memberitahukan kelulusan kepada Danu melalui sebuah foto yang terbingkai cantik berwarna silver.
“Bang, lihat! Aku berhasil lulus dengan nilai memuaskan. Abang pasti bangga, kan? Sama, aku juga bangga jadi adik Abang.” Lita terus mengoceh dengan foto yang tidak akan mungkin membalas perkataannya satu pun, karena memang itu sudah menjadi kegiatan wajibnya sejak dua tahun terakhir.
“Bang, setelah ini aku akan membalas perbuatan Adrian Dinata juga orang-orang yang dulu menyiksa Abang. Ini adalah salah satu caraku berbakti sama Abang. Setelah itu, baru aku akan mencari suami yang Abang bilang sudah menikahiku. Meskipun aku tidak tahu, seperti apa sosoknya, tapi aku akan tetap berusaha sebisaku untuk menemukannya. Aku sayang Abang.” Lita mencium foto Danu kemudian menaruh kembali di tempatnya.
Puluhan notifikasi mengganggu tidur Lita pagi itu, entah pesan dari siapa hingga membuat Lita geram. Dengan sedikit emosi, Lita segera mengambil ponselnya yang ada di atas nakas.“Astaga ...! Para pengangguran anget pagi-pagi udah ganggu tidur gue,” ujar Lita setelah melihat banyaknya pesan dari grup yang hanya berisikan lima orang. Yang ia juluki ‘Pengangguran anget’ melalui notifikasi ponsel yang sejak tadi mengganggu tidurnya.Tak berniat melihat isi pesannya, Lita segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan menyikat gigi tanpa berniat untuk mandi, karena memang ia tipe wanita yang malas mandi pagi.“Pagi, Bang.” Lita menyapa foto Danu seperti biasa, setelah ia menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi “Bang, aku kangen dimarahi Abang, kalau aku sedang malas mandi.”Lita teringat omelan Danu jika ia sedang malas mandi. "Litaaaa ... Jadi anak gadis jangan jorok. Nanti tidak ada yang mau menikahim
Pagi hari ini, Lita seperti orang kebakaran jenggot lari ke sana ke sini di dalam kamarnya mengejar waktu. Bahkan, saat memakai celana bahan berwarna hitam ia lakukan sambil berlari kecil untuk memilih kemeja yang akan ia pakai.Pasalnya, hari ini ia berencana akan melamar pekerjaan di perusahaan milik Adrian, Dinata Grup, yang menjadi awal rencananya.Semalam, ia tidur sangat larut setelah menemukan kecocokan wajah Adrian dengan pria yang ada di foto Putri kemarin.“Itu berarti, dia sudah beberapa kali ada di dekatku,” ujar Lita terus memikirkan hingga pukul tiga dini hari. Alhasil, dia bangun kesiangan pagi ini.Begitu merasa dirinya sudah rapi, Lita langsung keluar dari apartemennya menuju parkiran, kemudian melajukan mobilnya menuju tempat tujuan.“Aduh! Bagaimana ini? Mana ada pelamar melamar kerja jam sepuluh pagi, tanpa diperintah pula. Ah ... semoga saja semua berjalan lancar. Demi Bang Danu. Semangat!” Lita menyeman
“Bagaimana, Pak! Apa saya diterima bekerja di sini?” tanya Lita setelah mengambil tasnya dan kembali menghadap Adrian.Adrian langsung membalikkan badan mendengar pertanyaan Lita. Saat ia melihat mata Lita yang memerah, membuat Adrian makin merasa bersalah. “Oh, tidak! Aku sudah membuatnya sedih," batinnya.“Ya, kamu diterima bekerja di sini!” jawab Adrian masih tetap menjaga kewibawaannya, walaupun ia ingin meminta maaf lagi.“Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya per—““Sebagai sekretaris saya." Adrian memotong ucapan Lita.Lita langsung mengerutkan keningnya keheranan. “Tapi, Pak, saya hanya ingin menjadi staf biasa saja. Saya juga belum punya pengalaman sebagai sekretaris."“Saya sedang membutuhkan sekretaris,” bohongnya.“Tapi, Pak!” Lita tetap berusaha menolak.Mendengar Lita terus menolak, Adrian langsung menghampiri Lita dan berdiri
“Menikahlah dengan Lita.”“Apa?!” Pekik Adrian, lalu mengajak Danu masuk ke mobilnya untuk melanjutkan pembicaraan.“Nikahi dia! Aku sudah menerima sembilan puluh milyar sebagai bayaranku untuk membunuhmu. Aku juga sudah menggunakan uang itu untuk tabungan Lita dimasa depan, tapi sekarang aku tidak melakukan perintahnya, tentu Koko tidak akan melepasku, dan aku tidak punya pilihan.”“Apa! Harga nyawaku hanya sembilan puluh milyar?i pelit sekali! Seluruh hartanya pun tidak akan cukup untuk membeli nyawaku. Keterlaluan sekali si Tua bangka itu!” geram Adrian.“Aku tidak tahu bahwa orang yang harus aku bunuh adalah dirimu. Jika aku tahu, tentu aku akan menolaknya. Hati kecilku sebenarnya menolak untuk menjadi pembunuh.”“Lalu, kenapa Kakak masih saja bekerja padanya? Kak, aku ingin memiliki saudara, hiduplah bersamaku. Aku akan menempatkan Kakak di posisi tertinggi di perusa
“Aku juga tidak tahu.” Adrian menjawab sambi menggidikkan bahu. “Apa aku sudah boleh ‘berduaan’ dengan istriku, sekarang?”“Jangan! Dia sedang tidur, nanti dia akan merasa aneh jika ‘melakukannya' sekarang. Aku juga belum mengatakan jika ia akan kunikahkan. Aku takut membutuhkan waktu lama untuk membujuknya. Itu sebabnya aku membuatnya tertidur.”“Tentu tidak, Kak. Aku hanya ingin melihat istriku. Lagi pula aku bangun pagi hari ini, dan aku mulai mengantuk sekarang. Aku ingin tidur di sampingnya.”“Ya sudah. Ingat! Jangan macam-macam!” Ancam Danu.Adrian langsung menyeringai sebelum meninggalkan Danu.“Hai, Istriku,” sapa Adrian sambil melepaskan bantal guling dipelukan Lita secara perlahan.“Hmm ... kau tidak terlalu jelek rupanya. Aku tentu tidak terlalu kesulitan untuk mencintaimu.”Adrian langsung mengambil posisi tidu
“Eeee ....”Tok ... tok ... tok ....Terdengar suara seseorang mengetuk pintu, dan itu membuat Lita bernafas lega.“Masuk!” teriak Adrian.Seorang OG langsung membuka pintu setelah mendapat izin dari Adrian.“Permisi, Pak,” sapa si OG sambil membawa nampan berisi satu cangkir minuman hangat yang terlihat dari kepulan asap di atas cangkirnya.“Taruh di sini saja,” perintah Adrian menunjuk meja di depan sofa dengan dagunya.“Baik, Pak,” ucap si OG patuh kemudian ia langsung keluar dari ruangan Adrian.“Minumlah!” perintah Adrian.Lita agak bingung dengan perintah Adrian. “Saya, Pak?”“Iya, siapa lagi? Cuma ada kita berdua di ruangan ini.”Sebenarnya sejak OG itu menaruh cangkirnya yang berisi cokelat panas di meja, mata Lita sudah berbinar ingin menghabiskannya, tapi Lita tidak mungkin meminumnya tanpa perintah, dan
“Apa! Mantan kekasih?” pekik Adrian. “Ya! Aku adalah mantan kekasihnya.” “Lalu, untuk apa kau mengawasi apartemennya?” “Aku tidak mengawasinya. Aku hanya ingin berkunjung, tapi Ita tidak pernah keluar, sampai akhirnya anak buah bodohmu menangkapku,” keluh si Pria. “Untuk apa kau berkunjung ke apartemennya?” “Aku masih mencintainya dan sepertinya Ita juga masih mencintaiku,” bangga si Pria. “Percaya diri sekali kau." “Tentu!” “Apa yang membuatmu percaya diri?” “Karena dulu, saat aku memutuskan hubungan dengannya, Ita menangis dan memohon kepadaku." Adrian mengepalkan tangannya, geram mendengar si Pria bercerita seakan-akan Lita sangat mencintainya. "Lalu kenapa kalian putus?” “Aku tidak suka selalu diawasi kakaknya semenjak aku membuatnya demam,” jawab si Pria. “Demam?” tanya Adrian penasaran. “Apa kau bisa suruh anak buahmu melepas ikatanku dulu? Aku sudah sangat tidak nyaman,” pi
“Ceraikan istrimu!” perintah si Penodong.Adrian diam sejenak, lalu tiba-tiba melempar botol minuman yang ia pegang ke arah belakang tanpa berbalik, agar bisa mengalihkan perhatian si Penodong.Beberapa detik merasa pistol tak lagi menempel di punggungnya, Adrian langsung membalikkan badan kemudian mencengkeram kerah si Penodong.“Kau?!” Adrian langsung melepas cengkeraman tangannya saat melihat Levin tersenyum. “Sedang apa kau di sini?”“Aku sedang berjaga-jaga, Tuan. Maaf mengagetkanmu. Aku hanya ingin mengerjaimu,” ucap Levin sambil menahan senyum.Adrian hanya mendengus mendengar alasan Levin. “Apa berjaga-jaga harus masuk ke dalam?”“Maaf, Tuan, saya terpaksa melakukannya karena sore tadi seorang wanita masuk ke kamar Nyonya melalui balkon unit sebelah.”“Wanita?!”“Sekarang wanita itu ada di sebelah kamar Nyonya. Saya mengikatnya di
“Koko, jika aku boleh tahu, apa yang membuatmu ingin menyakiti, bahkan membunuh orang terdekat Adrian? Selama aku menjadi anak buahmu, aku tidak pernah melihat Adrian mengganggumu, tapi kenapa kau sangat ingin menyakiti Adrian? Bukankah Adrian itu anak dari Nyonya besar?” Bara mengungkapkan rasa penasaran yang bertahun-tahun ia pendam. Bahkan sahabatnya tewas karena misi ini.Mendengar pertanyaan Bara, Lukman menyunggingkan sudut bibirnya. Ia kembali teringat awal mula kebenciannya pada Adrian.“Karena dulu Lian merebut apa yang aku punya,” jawab Lukman.Bara semakin bingung dengan jawaban Lukman. Ia tahu Lian adalah ayah Adrian, tapi kenapa Adrian yang selalu ia incar.“Lian? Bukankah itu ayah dari Adrian? Tapi kenapa Koko dendam pada Adrian?” Bara mengungkapkan kebingungannya.“Karena Adrian yang menyebabkan istriku meninggal!”jawaban Lukman semakin membuat Bara bingung. “Bukankah istri Lukman ada
Mimi langsung menunjukkan wajah heran. “Apa maksudmu dengan kau? Bukankah kau yang menyuruh aku datang?”“Aku?!” tanya Adrian tidak percaya sekaligus bingung.“Iya, kau! Kau menyuruhku datang jam sembilan malam dengan menggunakan gaun berwarna merah!” Mimi segera mengambil ponsel di dalam tasnya untuk menunjukkan bukti bahwa ia tidak berbohong. “Ini! Aku belum menghapus pesan yang kau kirimkan sore tadi!”Adrian langsung mengambil ponsel Mimi untuk membuktikan kebenaran dari ucapan Mimi.Adrian: Aku merindukanmu! Datanglah ke Restoran My Food jam sembilan malam. Kenakan gaun berwarna merah maroon dan rias dirimu secantik mungkin. Aku ingin kita mengulang masa-masa Indah kita dulu. Adrian menghela nafas kesal saat membaca pesan yang ia yakin dari Lita karena ponselnya saat ini sedang dipegang oleh Lita.“Kau mempermainkanku! Baru siang tadi aku memohon agar kau mau meneri
“Maaf Rado, aku membutuhkan bantuanmu, tapi aku juga terpaksa mempertemukan tunanganmu dengan manta kekasihnya,” ucap Lita setelah mengirim pesan pada Rado.Setelah itu Lita langsung bergegas membersihkan diri, dan memakai pakaian serba hitam serta menggunakan hoodie milik Danu.“Bang, hoodie ini adalah hoodie yang sering abang pakai saat Abang akan Bertemu teman-teman Abang di luar jam kerja. Semoga Rex mengenali hoodie ini,” ucap Lita saat bercermin, lalu ke luar dari kamar dan menuju mobilnya.Lita: Bawa Rex ke klub malam, sekarang! Lita mengirimkan pesan pada Rado terlebih dahulu sebelum tancap gas.Sejak tadi Lita dan Rado sudah berbalas pesan. Ia menyuruh Rado membawa Rex ke sebuah klub agar bisa melakukan pembalasan dendam pertamanya.Lita pergi pukul delapan malam dari apartemen. Ia datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan dengan Rado. Lita ingin melihat Rex dari kejauhan sebelum ia menda
Saat Adrian ingin menghampiri Yani, tiba-tiba Dokter Pratama menahan bahunya. “Tunggu! Aku tahu seberapa besar pengaruh Adrian Dinata. Masalah yang kuhadapi saat ini tentu bukan hal yang berat jika kau mau membantuku sedikit saja,” pinta Pratama.“Baiklah, aku akan membantumu. HANYA SEDIKIT SAJA!” Adrian sengaja menekan ucapan terakhirnya agar Pratama mengingat.Adrian langsung mengeluarkan ponselnya di saku jeans-nya. “Levin, batasi semua pergerakan anak buah Indra yang berhubungan dengan RSJ tempat Bu Yani dirawat!” Adrian langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Levin.“Aku sudah membantumu, selebihnya kau atasi sendiri masalahmu!” ucap Adrian.Pratama membungkuk hormat sebagai tanda terima kasih, lalu pergi bersama beberapa perawat.“Apa aku terlihat tampan?” tanya Adrian pada Lita yang terus menatapnya tanpa berkedip.Lita mengangguk antusias sambil tersenyum. &l
“Dengan?!” tanya Adrian heran.Lita langsung berjinjit untuk mencium Adrian. Melumat bibirnya dengan penuh kelembutan, berharap apa yang dia lakukan saat ini bisa sedikit membuat Adrian rileks. Lita tak peduli jika ketiga bodyguard Adrian masih ada di dekat mereka. Yang ia ingin saat ini hanya menghilangkan kecemasan Adrian.Adrian kembali mengeratkan pelukannya yang sempat mengendur. Ia menikmati permainan bibir Lita yang menurutnya makin pintar. Bahkan, saat Adrian ingin menyudahi permainan mereka, Lita menahan tengkuknya dan terus melumat bibir Adrian dengan rakus.Selain ingin membuat Adrian rileks, Lita juga sudah tidak bisa menahan pesona Adrian yang menurutnya makin tampan di tiap jamnya.Saling terbuai permainan masing-masing, membuat keduanya lupa bahwa saat ini masih siang hari dan mereka sedang ada di tanah lapang, sehingga keintiman mereka dapat dilihat oleh sepasang mata yang belum terlalu jauh pergi, melalui kaca spion.&l
Seandainya aku bisa mengikuti kata hatiku tanpa beban karena dendam di hatiku, tentu aku akan menyambutmu dengan senyuman kebahagiaan, bukan dengan tangisan seperti ini," lirih batin Lita. "Aku sedih karena aku tergoda ulat bulu sepertimu!” ucap Lita asal, karena tidak mungkin mengatakan kegalauan hatinya.Adrian terkekeh mendengar jawaban Lita. Alih-alih marah, Adrian justru mengeratkan pelukannya dan bertanya, “Apa aku boleh mencium pipimu?”Lita mengangguk dalam dekapan Adrian memberi izin. Dan Adrian terus menyerang Lita dengan ciumannya di seluruh wajah Lita hingga Lita kegelian dan tertawa.“Jangan ganti senyum manismu dengan tangisan, itu akan membuat wajahmu semakin jelek,” ledek Adrian sambil mengusap jejak air mata di pipi Lita.Adrian langsung mengajak Lita ke meja makan untuk sarapan. Saat Adrian akan menyendok nasi ke piring Lita, Lita mencegahnya, “Pak, kata kakakku tidak baik j
“Apa? Membunuhku? Siapa yang ingin membunuhku?” pikir Lita saat mendengar pembicaraan Adrian dan Zein. “Itu sebabnya sekarang aku tinggal di apartemen Lita, Kak. Aku akan mengawasinya 24 jam. Aku juga sudah memperketat penjagaan di sekitar apartemen. Kakak tidak perlu khawatir!” “Memperketat penjagaan? Apa maksudnya? Ada apa sebenarnya?” pikir Lita makin bingung Karena terlalu serius berpikir, Lita tidak menyadari bahwa Adrian sedang berdiri tepat di hadapannya setelah selesai menelepon Zein. Lita baru tersadar saat Adrian menjentikkan jari di depan wajahnya. “Apa yang kau lamunkan?” “Tidak, aku tidak mendengar apa pun pembicaraanmu di telepon. Aku hanya ingin mengantar makananmu! Ka-kau belum makan sejak tadi siang. A-aku akan menaruhnya di sini!” Lita ketakutan melihat tatapan mata Adrian yang biasa saja, hingga membuatnya gugup. “Apa Lita mendengar pembicaraanku tadi? Sepertinya dia tahu ada yang ingin membunuhnya! Aku tidak boleh m
“Perselingkuhan?” “Ya, perselingkuhan!” “Apa sekarang kau sedang menganggap aku sebagai suamimu, hingga mengatakan aku berselingkuh?” “E ... ee ....” Lita terlihat kebingungan karena terjebak dengan perkataannya sendiri. “Baiklah, kalau begitu aku akan menunjukkan bagaimana cara seorang suami membujuk istrinya yang sedang marah!” Adrian membuka tiga kancing kaos berkerahnya. “A—apa yang kau lakukan? I—ini tempat umum! A—aku akan berteriak jika kau macam-macam!” panik Lita saat Adrian mulai mengikis jarak antara mereka. “Aku sedang berusaha membujuk istriku dengan tindakan, karena aku sudah tidak tahu bagaimana membujuk istriku dengan kata-kata!” Adrian langsung menggendong Lita ala bridal style di depan umum, hingga membuat puluhan pasang mata dari pengunjung restoran dan ruko yang ada di sekitar menatap mereka. “Pak, turunkan aku! Ini tempat umum. Bagaimana kalau dilihat orang?!” protes Lita. “Orang-orang sudah mel
"Mimi?!" pekik Lita dan Adrian bersamaan lagi. “Kalian kenal dengan tunanganku?” tanya Rado. “Tidak!” jawab Adrian. “Iya!" Lagi-lagi Lita dan Adrian menjawab secara bersamaan. Tetapi, kali ini dengan kata berbeda. Setelah menyadari jawaban mereka berbeda, Lita dan Adrian saling tatap. “Kau mengenalnya, Pak!” koreksi Lita berbisik “Tidak! aku tidak pernah bertemu dengannya!” Adrian menampik ucapan Lita dengan tegas “Apa?!” Lita menunjukkan wajah heran. “Hai ... maaf aku datang terlam—“ ucapan Mimi berhenti saat menyadari dua orang yang ada di depan tunangannya. “Sayang, perkenalkan ini Pak Adrian dan sekretarisnya, Nona Lita. Pak Adrian ini adalah investor yang aku bilang pagi tadi." “Ha—hai, Mimi.” Mimi mengulurkan tangannya gugup “Adrian.” “Lita.” Adrian tak melirik Mimi sedikit pun. Sedangkan Lita menunjukkan senyum canggungnya saat menjabat tangan Mimi. “Baru kali ini aku menja