“Ini tempatnya ya? Angel dan yang lain udah sampai belum, ya?”Pukul Tujuh lewat dua puluh menit. Seorang Wanita dengan tubuh langsing tak terlalu tinggi, mengenakan setelan Dress terusan hitam dengan Sepatu ber-hak tinggi hitam terpasang di kedua kakinya. Emma Lorraine. Terlihat, dia sudah berada di tempat yang dijanjikan oleh Angel dan yang lain. “Hmm ….” Emma menoleh kearah kiri dan kanan, mencari keberadaan Angel dan teman-teman yang lain seorang diri, tepat di depan pintu masuk parkir.Terlihat dari usia muda maupun tua mulai ramai berdatangan ke Club itu. Banyak juga mobil-mobil mewah terpakir di area parkir, tetapi Angel dan yang lainnya juga belum terlihat olehnya. “Apa aku telfon saja ya?” tanya Emma pada dirinya sendiri. Dia pun membuka tas kecil yang tengah pegangnya, berniat mengeluarkan ponsel miliknya. “Eh, tapi ‘kan aku belum punya nomor si Angel!? Ck!”Dia pun kembali menutup tas kecilnya dan kembali menoleh kearah kanan dan kiri, mencari keberadaan Angel dan y
“Sam, parkir mobilnya jangan jauh-jauh, ya. Biar nanti pulangnya gampang. Kayaknya parkiran bakal penuh nanti,” kata Angel. “Oke. Kalian tunggu disini dulu, biar aku parkirkan mobilnya.”Angel dan teman-temannya langsung keluar dari mobil, Samuel langsung membawa masuk mobil ke area parkir. Setelah itu, dia langsung bergegas kembali dan berkumpul bersama Angel dan yang lain. “Aku parkir mobilnya disitu. Jadi, nanti kita tinggal mundur dan putar balik sedikit dan langsung meluncur pulang,” kata Samuel. “Ok lah. Langsung masuk, nih?” tanya Angel. “Terserah. Coba lihat ke sekeliling, siapa tahu si Emma ada, ‘kan,” kata Chelsea.Angel langsung menoleh ke segala arah sesuai perkataan Chelsea. Begitupun Chelsea dan yang lainnya. Kemudian, beberapa saat menoleh, “Ada?” tanya Chelsea.Angel, Cassey, Fanny dan Samuel menggelengkan kepaala mereka sambil masih terus menoleh ke segala arah, mencari keberadaan Emma. “Hmm … apa nggak mau coba masuk dulu? Siapa tau dia udah
Tit – tit … tit – tit … “Hmm? Huaahhhhhh … hmm … hmm? Hmmm ….”Angel terbangun tepat setelah mendengar alarm-nya berbunyi pukul setengah Tujuh pagi. Menatap langit – langit kamar dengan tidak memikirkan apa – apa. “Sudah pagi, ya?” tanya Angel dengan nada bicara masih terlihat mengantuk.Dia pun mendudukkan tubuhnya di tempat tidur dengan wajah lesuh, lalu termenung memandangi alarm yang masih berbunyi. Sreeet! Tap … tap … tap … Tap! “Huaaahhh ….”Kembali mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah mematikkan alarm. Tidak tahu apa yang dilakukan oleh Angel saat itu. Perlahan, dia menoleh kearah kiri dan kanan, lalu kembali termenung dengan tatapan kosong. Tap … tap … tap … Jeglek! “Hmm? Masih tidur ya?” tanya Angel, berjalan keluar kamar dan berhenti di depan pintu kamar Chelsea dan Fanny yang terlihat masih tertutup.Dia pun lanjut berjalan dengan sedikit sempoyongan menuju tangga dan langsung turun ke lantai bawah. Kemudian, dari kejauhan, t
“Hmm …, kalau ditanya pernah bilang atau nggak, dia nggak pernah bilang tuh. Y – ya …, si Angel itu tipe orang yang nggak suka menyombongkan diri sih kalau menurutku. Hmm …, kalau ditanya pernah melihat-nya menghamburkan uang sih … pe – rnah kalau nggak salah,” “Nah, kira-kira kalau kamu memang pernah melihat Nona Angel menghamburkan uang, coba … kira-kira Nona Angel se-kaya apa?” “Ya nggak tahu lah, Kak! Masa’ cuma melihat-nya menghamburkan uang udah bisa langsung membuat kesimpulan, gimana sih!?” “Yauda, gini deh … kamu tahu Hotel Kakak yang udah Kakak jual, ‘kan?” “Iya, tahu. Terus?” “Kamu juga tahu, ‘kan Hotel itu Kakak lepas di harga berapa?” “Ck! Iya, tahu! Terus kenapa!” “Kamu tahu siapa yang membeli Hotel Kakak?” “Ck! Mana ‘ku ta …,” “Nona Angel …,” “Hu kalau Kakak … nggak … eh!?” Sherly yang tadinya sangat kesal dan berniat membentak Kakaknya, tiba-tiba langsung terdiam setelah mendengar perkataan Kakaknya. “H – Hotel Kaka
“Hufffttt … wah, baju-ku basah nih!”Pagi hari di lapangan Kampus. Baru beberapa menit berolahraga, terlihat Camille sudah berhenti tepat dibawah pohon dengan pakaiannya sudah dibasahi dengan keringat. Dia pun mengeringkat keringat menggunakan handuk, kemudian duduk dengan kedua kaki lurus ke depan, di atas rumput lapangan. Seeet! Seeet! “Padahal ramai sekali disini, tapi ngga ada satu orang pun yang ‘ku kenal,” kata Camille, sambil melihat ke kiri dan kanan lapangan.Memang benar, di sekitar lapangan itu sudah terisi lumayan banyak orang-orang yang juga berolahraga, sama seperti Camille. Ada yang hanya sekedar duduk berdua bersama dengan kekasihnya, kemudian ada keluarga yang tengah bermain dengan anak-anaknya, dan lain sebagainya. Akan tetapi, sejak awal tiba disana, Camille tidak melihat satu orang pun yang dia kenal.Sambil meregangkan kedua kakinya, dia juga mengatur napas beberapa kali. Beberapa menit setelah dia merasa sudah cukup untuk beristirahat, Camille pun berdiri
“Ya ‘kan nggak mungkin aku izin ke Sherly kalau mau ngerekam pembicaraan ini, terus mau aku kirim ke kamu?! Lihat tuh! Wajahnya udah seram gitu!” kesal Hanny, menunjuk kearah Sherly yang masih terlihat menatap tajam kearah Hanny, menggunakan gerakkan bola matanya. “Yaudah gini deh, Sherl …, coba kamu ceritakan ulang, gimana kejadian dan apa yang menjadi permasalahannya. Biar aku dan Hanny juga bisa paham terus ngasih solusi ke kamu. Nah, tapi jangan ada yang kamu tutupin. Biar semuanya juga jelas,” kata Camille. Sherly langsung menghela napas panjang. Kemudian, perlahan dia mulai menceritakan kejadian mulai dari dia dan teman-temannya tiba di Kantor Polisi sampai sebelum dia tak sadarkan diri. Akan tetapi, “Nah!”Belum sempat Sherly mengakhiri penjelasannya, Camille langsung memotong pembicaraan sambil menunjuk kearah Sherly. “Kenapa, Cam?” tanya Sherly. “Tadi kamu bilang kalau Mami kamu sempat menjadikan si Samuel itu sandera, ‘kan? Nah disini, udah jelas kalau Mam
Tap … tap … tap … “Pagi, Sayang.”Pukul setengah Delapan pagi, Chelsea sudah terbangun dari tidurnya. Dia menuruni tangga dan langsung pergi ke Dapur. Terlihat, Joe sedang bersantai di meja makan sambil bermain ponsel dan menikmati secangkir kopi. Krek … “Eh, ini si Angel, ‘kan?” tanya Chelsea pada Joe, menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. “Iya, Sayang. Katanya kepalanya pusing. Mungkin karena kebanyakan minum tadi malam, hahaha …,” jawab Joe, sedikit berbisik.Chelsea tersenyum sambil sedikit menggelengkan kepalanya. Kemudian, Chelsea dan Joe pun berbicara santai di meja makan saat itu. “Hahaha … iya, ‘gitu, Sayang! Wah, mungkin kalau kamu ikut sih, pasti kamu ketawa mulu!” “Hahaha … ah, masa’? Pantas saja efeknya baru terasa sekarang ya, Sayang, hahaha …,” “Wah, pagi-pagi udah ketawa-ketawa aja nih. Ngobrolin apa sih?”Ditengah pembicaraan yang sedang mengasyikan itu, Cassey pun memasukki ruang Dapur. Terlihat dari wajah dan rambutnya yang masih acak
Cassey mengabaikan Pria itu yang masih berteriak. Dia pun melanjutkan berlari di sekitar halaman rumah Angel yang sempat tertunda tadi.*** “Oke begini deh. Kita kesampingkan dulu masalah Kak Alan dan Mami kamu. Nah, kamu nggak ingat apa, kemarin si Angel membawa kamu ke rumah sakit yang … mewah begitu?! Dia udah baik loh, mau bertanggung jawab ….”Di sisi lain, terlihat di kamar Asrama, Camille dan teman-temannya masih tetap dengan pembahasan serius mereka mengenai Sherly dan masalah keluarganya yang menyangkut nama Angel di dalamnya. “Tadi ‘kan aku udah bilang, itu cuma akal-akalan si Angel aja! Dia melakukan itu, supaya aku nggak marah, Cam! Kamu ngerti nggak sih!?” bentak Sherly. “Hah?! Supaya kamu nggak marah ke dia, ‘gitu?! Lah, hahaha … eh, maaf-maaf nih, Sherl, tapi ya … kamu itu siapa! Lah, supaya kamu nggak marah ke dia? Hahaha … aduh, Hann, tolong deh bilangin, hahaha …,” kata Camille, tertawa geli seakan mengejek Sherly.Hanny tak menanggapi perkataan Camille
Angel, Fanny, Chelsea, kedua Pekerja Toko menatap kearah salah seorang rekan Chelsea yang tengah sibuk membungkam mulut Emma yang sejak dari tadi selalu memotong perkataan Angel. “Hadehhh ….” Angel menggelengkan kepala sambil menghela napas. “Oke, jadi ….”Angel melanjutkan perkataannya dengan menceritakan apa yang sudah terjadi saat Angel pergi bersama dengan Joe ke sebuah Cafe. Dia juga menceritakan kalau sebelum itu, dia dan Joe menemui Alan di Cafe itu. “Apa?! Pria yang menggoda Emma saat kita tiba di depan Club malam kemarin, Ngel?!” tanya Fanny, terkejut. “Iya, Fann! Parahnya lagi, mereka berdua membawa satu orang temannya dengan tubuh yang … wah, tinggi dan kekar! Kalian tahu Joe setinggi apa, ‘kan? Nah, Pria bertubuh kekar itu bahkan jauh lebih tinggi,” jelas Angel. “Terus – terus?!” sahut Chelsea penasaran. “Hup! Hup!” Plak! “Ouchh! Sakit, Emma!” “Hufffttt … huh! Makanya jangan menutup mulutku! Apa tadi, Ngel? Pria yang kemarin kamu dan … h
Tok … tok … tok …Setelah kejadian yang tak terduga di Cafe, Angel langsung pergi menggunakan mobil milik Joe. Sebenarnya Angel tidak melarikan diri karena sudah memukul dua orang Pria yang tiba-tiba mengganggu-nya dan teman-temannya, akan tetapi alasan dia langsung pergi meninggalkan Cafe karena seluruh mata para pengunjung sudah tertuju padanya saat itu. Dia tidak ingin karena kejadian itu, namanya beserta keluarganya menjadi rusak. Begitulah yang sedang dipikirkan Angel saat itu. “Hmm … ah, hmm … apa ya? Hmm ….”Sembari mengemudikan mobil dan berpikir, Angel mengetuk jari telunjuknya beberapa kali ke stir mobil. “Jadi …, kenapa aku langsung pergi ya?”Terlihat, dia berbicara kepada dirinya sendiri di dalam mobil. Dia tampak masih memikirkan kejadian yang sudah terjadi di Cafe. “Nggak! Bentar-bentar. Kalau aku pergi, bukannya terlihat seperti melarikan diri, ya? Yang harusnya bersalah ‘kan mereka dan bukan aku? Kenapa harus aku yang pergi? Takut reputasiku jelek dimata p
Salah seorang Pelayan naik ke lantai dua dan menghampiri Pria itu, dengan tangan yang masih menempel di wajah salah seorang temannya. “Ah, ma – maaf, Tuan, sepertinya pengunjung yang lain merasa sedikit terganggu, hehe. M – mohon maaf, kalau ingin berkelahi … silahkan di lu …,” Gedebam! Brak! Praaang!!! “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!” “Hiyaaa!!!”Pelayan itu langsung terlempar dan menghantam salah satu meja makan yang sedang digunakan oleh dua orang pengunjung, dan piring serta gelas yang ada di atasnya langsung terhempas ke lantai. Setelah melakukan itu, perlahan wajah Pria itu kembali menoleh kearah Angel. “Jadi, bagaimana?” tanya Pria itu, masih dengan tatapan yang sama kearah Angel. Tap … tap … tap … “Atau … mau lebih di perjelas, kah …,” Tap! Gedebam! Gubrak!!! Gedebam! Gedebam! “T – Tuan! A – ah, sialan! Berani sekali ka …,” Tap! Gedebam!Saat Pria kekar itu baru saja melangkahkan satu langkah berniat berjalan kearah A
“Oke, sekarang serius! Kamu tahu cerita itu dari mana?”Piring – piring yang ada di atas meja sudah tampak kosong. Hanya tersisa sebagian kecil dari sisa makanan yang dipesan, tertinggal di atas piring. “Hmm? Maaf, sebentar ….” Joe membersihkan mulutnya terlebih dahulu menggunakan serbet yang telah di sediakan. Setelahnya, dia menikmati minumannya. “Apa tadi?” lanjutnya, bertanya. “Itu tadi, kamu bercerita tentang masa lalu saya. Seolah-olah, anda tahu banyak tentang saya, ya,” kata Alan. “Hmm …, bagaimana cara menjelaskannya, ya …,” “Kenapa, Joe? Kok kamu terlihat bingung begitu? Kamu memang mengenal Alan, ‘kan? Nyam – nyam … ya … asdjahkdjah …,” “Nona Angel … habiskan dulu makanan anda yang ada di dalam mulut. Jangan bicara sambil mengunyah makan loh,” Glek! “Ahh! Maaf, Joe. Nah, betul ‘kan? Memangnya apa yang membuat kamu begitu sulit untuk menjelaskannya kepada Alan?” tanya Angel, selesai mengunyah dan menelan makanannya.Alan dan Joe sudah menyelesa
Pukul Delapan pagi, “Kesini … dari bangunan ini ditarik kesini … hmm, apa cocok? Coba kalau begini? Hmm … kayaknya bagus!? Oke, begini saja!” “Alan … uhuk – uhuk! Alan …,” “Hmm?” Tap … tap … tap … “Iya, Nek, ada apa?” “Kamu lagi apa, Nak?” “Aku lagi menggambar bangunan, Nek! Sebentar lagi selesai, Nenek mau lihat?” “Uhuk – uhuk! Ck! Wah, bagus sekali gambar kamu. Sepertinya kamu memiliki bakat menggambar, ya …,” “Bakat? Apa itu, Nek?” “Hehe … bakat itu, hmm …, bagaimana Nenek menjelaskannya ya? Intinya kamu bisa dan suka menggambar, iya ‘kan?” “Iya, Nek! Tapi entah kenapa akhir-akhir ini aku suka menggambar bangunan, Nek. Padahal dulu, aku suka menggambar hewan, buah-buahan … ah, mobil-mobilan juga aku suka, Nek!” “Ha – ha – ha … uhuk! Ck! Ah … Nenek mau memperkenalkan kamu dengan seseorang. Kamu ‘kan suka menggambar bangunan, nah kebetulan orang ini juga suka. Dia adalah kenalannya Nenek,” “Siapa, Nek?” “Nanti, sebent
Karena cara duduk pengunjung Cafe disana sangatlah tidak cocok di pandangan matanya. Sebenarnya dia sangat kesal dan ingin sekali meminta para pengunjung untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Angel dan Joe tadi. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin. “Memangnya kenapa, Alan? Kenapa kami harus mengubah posisi kursi?” tanya Angel. “Ah, tidak apa-apa kok, Nona. Supaya enak dipandang dan tidak terlalu banyak makan tempat. Takutnya pengunjung yang lain, yang ingin menggunakan meja makan yang ada di belakang anda, sedikit kesulitan,” jelas Alan, sedikit berbohong.Angel langsung menoleh kearah meja yang ada di belakangnya dan ternyata jarak dari kursi yang tengah digunakan olehnya dengan meja makan itu terbilang cukup jauh. Jika ada pengunjung yang ingin menggunakan meja makan itu, jika salah satu kursi yang ada disana ditarik ke belakang juga tidak bersentuhan dengan kursi Angel. Angel sempat kebingungan mendengar alasan dari Alan itu. Akan tetapi, dia tidak terlalu menangga
“Udah ya, duh … kayaknya kita telat nih. Yaudah deh, kami jalan dulu, ya?” “Iya, hati – hati di jalan, Ngel ….”Angel mengangguk sekaligus melontarkan senyum kepada teman-temannya. Setelah itu, Angel dan Joe pun keluar dan langsung pergi menuju mobil SUV putih milik Joe, dan setelah itu mereka pun berangkat pergi. “Eh, si Angel dan si Joe mau kemana?”Setelah Angel dan Joe pergi meninggalkan rumah, Cassey pun masuk ke dalam rumah. Dia langsung pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, setelah itu mengambil handuk dan mengeringkan wajah serta keringatnya sembari berjalan ke ruang tamu. Lalu, dia pun bergabung dengan teman-teman yang lain. “Lah, kamu nggak tanya tadi, Cass? Tadi ‘kan pastinya kamu berselisih sama mereka?” tanya Fanny. “Nggak. Tadi aku masih lari, &lsquo
Tap … tap … tap … “Udah, Ngel?” “Hmm? Udah? Udah apanya, Chel?” “Itu tadi kamu mau lihat si Cassey, ‘kan? Udah belum?” “Oh, udah kok, tapi dia masih olahraga di luar. Ah, Joe … kita keluar, ya?”Di dalam rumah, terlihat teman-teman Angel masih berkumpul di ruang tamu. Setelah bertemu dengan Alan, Angel berniat untuk langsung bersiap-siap terlebih dahulu sebelum berangkat pergi ke Cafe yang telah dijanjikannya dengan Alan. Tak lupa, dia akan mengajak Joe untuk berjaga-jaga, kalau nanti pembahasan Alan mengarah ke bisnis atau semacamnya. “Kemana, Ngel?” tanya Samuel penasaran. “Iya! Joe aja nih yang di ajak? Kita nggak?” sahut Chelsea, bertanya pada Angel. “Hahaha … nggak kemana-mana kok.
“Tuh, di luar. Lagi olahraga,” sahut Fanny. “Tumben-tumbenan tuh anak olahraga? Biasanya juga masih tidur jam segini,” kata Angel. “Entah tuh … mungkin karena habis minum tadi malam. Padahal cuma sedikit saja, tapi dia langsung olahraga. Takut sakit mungkin, hahaha …,” sahut Chelsea sambil tertawa. “Huahhh … ck! Kalian nggak ikut?” tanya Angel, beranjak dari sofa. “Kemana, Nona?” sahut Joe, bertanya pada Angel. “Lihat si Cassey di depan. Yuk?!” ajak Angel. “Ah, kirain mau kemana tadi. Nggak jadi deh,” sahut Chelsea.Angel tak menjawab sepatah katapaun dan berjalan keluar rumah. Sesampainya di luar rumah, Angel langsung meregangkan tubuhnya sembari menghirup udara yang masih terasa segar. Terlihat sudah ada Cassey yang tengah berlari di sekitar halaman rumah. “Udah lama, Cass!?” teriak Angel, bertanya pada Cassey.Cassey yang tadinya sibuk berlari santai di sekitar halaman rumah, seketika berhenti dan langsung menoleh kearah Angel yang sedang berdiri