‘Ah, sialan. Ganggu orang aja!’ umpat Bryan dalam hati. Bryan benar-benar bernafsu untuk melakukan 'itu' dengan Nina pada saat ini juga kalau saja tidak ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
“Pake bajumu cepat, Nina!” Bryan segera membantu Nina untuk duduk dan mengambilkan pakaiannya yang tercecer di lantai. “Ini bajumu, ayo buruan pake!”
“Sabar, Tuan! Sabar!” Nina dengan gerakan kalang kabutnya pun mulai mengenakan pakaiannya. Ia kesusahan mengait kancing branya membuat Bryan geram sendiri.
“Nina, kamu lama banget!” kesal Bryan. Padahal pria itu pun belum selesai berpakaian lengkap, ia hanya baru mengenakan boxernya.
“Sabar dong, Tuan! Jangan buat saya panik!” balas Nina yang juga kesal. “Ah, akhirnya.” Nina bernapas lega saat bra-nya sudah terkait dengan benar. Ia kemudian langsung memakai bajunya dan ketika ingin mengenakan celana, Nina merasa kehilangan sesuatu.<
“I-itu… anu.. kepalaku terbentur, Bi. Di bawah selimut kayaknya ada laptop, aku lupa naro di meja. Udahlah, Bi. Jangan banyak tanya lagi! Bibi Sarah pergi aja. Aku mau tidur!” pungkas Bryan yang tidak ingin diganggu lagi.Sarah akhirnya pergi setelah Bryan mengusirnya dengan paksaan.Setelah pintu kamar kembali ditutup, Bryan segera pindah posisi dan membuka selimut itu. Ia melihat Nina yang saat ini sibuk mengatur napas. Seluruh tubuhnya telah dibasahi oleh keringat.“Kamu gak apa-apa kan, Nina?” tanya Bryan khawatir.Nina sontak mencubit lengan Bryan dengan kuat.“Aw, sakit sayang! Jangan kasar-kasar dong sama jodoh sendiri!” rintih Bryan kesakitan.“Ihh, Tuan Bryan kenapa sih pake nindih badan saya segala? Tuan Bryan itu berat tau! Saya hampir aja jadi ayam geprek karena ulah Tuan!” protes Nina.Berbeda dengan Nina yang memasang wajah sebalnya, Bryan justru tersenyum bahagia da
Tok Tok Tok“Permisi, Pak Bryan.” Melissa masuk ke ruang kerja Bryan setelah mengetuk pintu. Gadis itu berjalan dengan sebuah senyum manis di wajah. “Pak Bryan sudah sembuh, ya?” tanyanya berbasa-basi.Bryan menatap sekilas ke arah Melissa lalu kembali fokus pada layar laptopnya. “Ada keperluan apa, Mel?” Suara Bryan terdengar begitu dingin. Seperti tidak senang dengan kehadiran Melissa.Meskipun demikian, sikap dingin Bryan tidak menyurutkan senyum di wajah Melissa. Gadis itu justru semakin bertingkah. “Ah, Pak Bryan makin cool deh kalau kayak gini,” ujarnya sembari berlenggak-lenggok menghampiri Bryan.“Kamu ini apa-apaan sih, Mel?!” Bryan semakin risih dan terkejut ketika Melissa tiba-tiba duduk di atas pahanya.Melissa tertawa kecil. “Bapak ini galak banget sih, Pak. Jangan gitu dong. Ntar gantengnya hilang,” godanya dengan suara yang manja jelita.
“Kamu kira saya ini youtuber prank apa?! Apa kamu lihat ada kameramen di sini?” balas Bryan geram.Melihat Bryan yang sangat serius, pegawai toko tersebut akhirnya percaya dan mulai mengemasi semua produk yang Bryan minta. Setelahnya, berbagai rak dan etalase produk di toko itu pun tampak sepi, stok mereka mulai menipis.“Totalnya 20 juta, Mas,” kata kasir.Bryan pun mengeluarkan black card dari dompetnya dan menyerahkan ke kasir.‘Wah, gila sih. Lucky banget yang jadi pacarnya Pak Bryan. Belanja make up aja sampai 20 juta gini. Sedangkan aku cuman 500 ribu paling banyak, itu pun habisnya dalam waktu enam bulan, Hmm, nasib gak punya doi gini amat. Menyedihkan,’ batin Natalia, mengadu nasib.*Sore ini, Bi Lastri, Sarah beserta satpam rumah sedang bersantai sambil ngerumpi di teras rumah Bryan.Pip! Pip!Klakson mobil dibunyikan berulang kali, karen
“Jika kamu benar-benar mencintainya, selalu berikan perhatian untuknya, meskipun hanya perhatian kecil. Selalu berkata lembut dan tidak menyakitkan. Selalu meluangkan waktumu untuknya, meskipun hanya sebatas memberi kabar. Pendam amarahmu, belajarlah mengalah. Hargai setiap perbedaan yang ada. Membantunya dengan suka rela untuk mengurangi pekerjaannya.”Itulah beberapa point yang Bryan baca dari buku yang baru saja ia beli. Bryan pun melanjutkan bacaannya pada point yang terakhir.“Jangan menyentuh wanitamu, kecuali ia mengizinkannya.”Bryan menarik napas kasar. “Huh. Ini poin terakhir susah banget. Mana bisa aku kalau gak nyentuh Nina seharian. Tapi tak apa lah, aku harus mencobanya dulu.”Bryan lalu menarik napas dalam-dalam dan memberi semangat untuk dirinya sendiri. “Semangat, Bryan! You can do it!”*Keesokan harinya, Bryan tau jika tugas Nina pagi ini yaitu membersihkan halaman rumah. Sebelum Nina mengerjakan
Tanpa berpikir panjang, Nina langsung menuju dapur dan membuat nasi goreng sesuai permintaan Bryan. Setelah beres, Nina pun bersiap-siap pergi ke kantor Bryan. Saat sudah tiba di halaman rumah, langkah Nina terhenti karena memikirkan sesuatu.“Apa aku mandi lagi ya?” gumam Nina yang tiba-tiba berubah pikiran. Ia melihat penampilannya sendiri yang sangat sederhana, saat ini ia hanya mengenakan rok plisket hitam polos dan juga hoodie big size tak bermotif untuk menutupi tubuh montoknya.Nina pun memutuskan untuk kembali masuk ke rumah dan mandi lagi. Ia lalu memilih pakaian yang lebih pantas dan lebih bagus dari yang ia gunakan sebelumnya. Entah mengapa, tiba-tiba Nina ingin tampil cantik dan menawan di depan Bryan. Padahal sebelumnya, ia tidak terlalu memedulikan penampilannya dan selalu berpakaian apa adanya di depan Bryan.Sudah 30 menit berlalu, tetapi Nina masih kebingungan untuk mengenakan setelan apa. ‘Aduh… pusing aku… bagus
Bryan menggeleng kecil. “Kamu selalu terlihat cantik, Nina. Kamu bahkan lebih cantik dari langit malam yang bertaburan bintang-bintang,” jawab Bryan lembut. Pria itu bahkan tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari wajah Nina.Nina hampir saja dibuat terbang ke langit kala mendengar pujian dari Bryan. Tetapi ia kurang percaya sebab hampir semua orang di luar sana memandangnya aneh.“T-tapi kata mereka, penampilan saya ini norak banget. Soalnya terlalu berwarna. Dandanan saya juga menor.”“Jangan terlalu memikirkan kata orang-orang di luar sana. Mereka hanya iri dengan kecantikanmu, Nina. Kamu itu sama seperti pelangi, warna-warni tapi enak dipandang. Jika ada yang mengatakan bahwa kamu norak, mungkin mereka juga tidak suka melihat pelangi.”Nina hanya terdiam setelah mendengar kata-kata itu. Nina kembali memberi suapan ke mulut Bryan. Tapi mendadak tangannya tremor parah. Bryan bisa melihat dengan jelas betapa gem
Kini mereka telah sampai di pinggir jalan, Bryan memberhentikan taksi untuk Nina.“Pak sopir, tolong antarkan gadis cantik ini ke alamat xxx ya. Pastikan dia sampai dengan selamat,” ucap Bryan kemudian membukakan pintu mobil untuk Nina.Nina lantas masuk ke dalam mobil itu. Bryan kembali berbicara kepada sopir taksi tersebut. “Pak sopir, jika gadis ini ingin singgah ke suatu tempat, turuti saja kemauannya ya. Sebagai imbalannya, ini aku akan membayar Bapak lebih,” tutur Bryan kemudian mengeluarkan uang senilai 500 ribu dari dompetnya.Sopir taksi itu mengambil uang Bryan dengan senyum sumringah. “Siap, bosku. Aman!”Bryan kembali berbicara melalui jendela mobil sebelum mobil itu melaju pergi. “Nina, jangan lupa memberiku kabar jika kamu sudah tiba di rumah ya.”Nina hanya mengangguk kecil.Taksi itu pun melaju ke jalan raya, dari kejauhan Nina bisa melihat Bryan masih berdiri di tempatnya.“Suaminya cakep banget, Neng. Udah cakep, der
Melihat ekspresi Nina yang menggemaskan membuat Bryan terkekeh.“Tuan Bryan kok ketawa sih?” tanya Nina dengan raut wajah merengut.“Kamu itu lucu kalau lagi manyun begini.”“Hmm.”“Kamu juga kepengen ya?” tanya Bryan.Nina menggeleng pelan. Masih jual mahal.“Kalau kamu mau, masih ada kok di mobil.”Nina langsung mengangkat wajahnya dan menatap Bryan penuh binar. “Benarkah?”“Benar dong. Aku emang sengaja beli dua porsi. Kan niatnya buat kita makan berdua.”Nina seketika bahagia mendengar jawaban dari Bryan.“Ayo ke mobil. Ambil makananmu.”“Makasih ya, Tuan. Saya masuk duluan ya,” ucap Nina bersorak bahagia. Gadis itu lalu masuk ke dalam rumah setelah mendapatkan apa yang ia mau. Ia pun menikmati makanannya sendirian di dalam kamar.*Pukul 01.00, larut malam…Nina belum
Bryan akhirnya masuk ke ruangan itu didampingi oleh perawat. Di dalam sana, ia diwajibkan mengenakan baju khusus penjenguk pasien ruangan ICU. Ia lalu melihat ibunya hanya dari balik kaca tembus pandang yang membatasi mereka. Banyak sekali alat-alat canggih yang terpasang di tubuh Rosalina dan sampai sekarang ibunya itu belum juga sadarkan diri.“Apa saya gak bisa masuk ke dalam, Sus?” lirih Bryan dengan sorot mata mulai berkabut.“Saya sarankan tidak. Keadaan pasien sedang kritis, daya tahan tubuhnya pun sangat lemah. Yang diperkenankan masuk ke dalam hanya dokter dan perawat saja, itu pun harus benar-benar dalam keadaan steril.”Bryan mengangguk paham dan kembali memandangi ibunya dari kaca tembus pandang di depannya.Di depan pintu ICU, tersisa Fredrinn dan Nina duduk berduaan sembari menunggu Bryan keluar. Sebab tadi Fredriin menyuruh Bi Lastri agar pulang saja untuk menemani Sarah menjaga rumah.Entah sudah berapa lama
William mengelus dagunya sendiri dan menaruh curiga. “Atau jangan-jangan gadis itu memang orang susah? Dan Bryan adalah orang yang ngasih modal ke gadis itu untuk berpenampilan semewah mungkin di pesta Daddy?”William lalu bergeleng kepala. “Ckck. Bryan, Bryan! Pantasan saja Papamu marah dan membiarkanmu hidup susah begini. Rupanya karena kamu jatuh cinta sama gadis miskin! Bodoh sekali kamu Bryan! Rela menderita demi hidup bersama dengan gadis itu! Terkadang cinta memang bikin orang jadi goblok!”William pun pergi dan membiarkan Bryan berduaan dengan Nina di gedung tua itu.Ya, awalnya memang William sempat naksir kepada Nina. Karena kala itu, penampilan Nina sangat mewah dan berkelas. Wajah Nina yang anggun pun mampu menyihir mata William. Tapi setelah William melihat sosok asli Nina dengan penampilan sederhananya, William jadi ilfeel. Walaupun saat ini wajah Nina masih terlihat cantik mempesona, tapi tetap saja itu tidak berpengaruh be
Selanjutnya Nina hanya diam tak bersuara.Bryan langsung beranjak pergi bekerja, tanpa menghabiskan makanannya lebih dulu.Nina menatap Bryan yang sudah jauh dari pandangannya sembari menangis lirih. “Maafkan aku, Mas. Aku egois. Aku hanya gak mau kalau kamu lebih memilih ibumu dari pada aku.”*Siang hari, di lokasi proyek…Waktu makan siang telah tiba. Para pekerja pun diistirahatkan selama 30 menit.Salah satu dari mereka menghampiri Bryan dan berkata, “Ada yang nyariin kamu tuh!”“Siapa, Kang?”“Kurang tau. Perempuan. Sekarang lagi nungguin kamu di bangunan kosong di depan sana,” jawab si tukang bangunan sembari menunjuk gedung tua tidak terpakai di ujung sana.“Oh oke. Makasih ya.”Setelah itu, Bryan kemudian berjalan menuju bangunan tua yang ditunjuk oleh rekan kerjanya tadi. Bryan terkejut melihat Nina sedang berdiri menunggunya.&ldq
‘Aduh, apa ya? Sekali lagi kalau salah, hp ini bakalan terblokir.’ Bryan mulai menyerah, padahal ia sudah memasukkan tanggal mereka jadian, tanggal lahir Nina sampai tanggal lahirnya sendiri. Namun tetap salah.‘Aduh, sandinya apa sih? Masa tanggal lahir Sehun EXO? Gak mungkin deh.’ Bryan iseng-iseng mencobanya, dan benar saja ponsel itu langsung terbuka.Bryan menggerutu dalam hati. ‘Bisa-bisanya tanggal lahir Sehun dijadikan password hp! Ada-ada saja!’Bryan mulai mengecek pesan dan log panggilan di ponsel tersebut. Memang benar, sekiranya ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari minggu lalu dan banyak pesan masuk yang sudah dibaca.Semua pesan dan panggilan itu dari nomor Bi Lastri. Bryan yang penasaran mulai membaca satu per satu pesan dari Bi Lastri.[Nduk, ini Bi Lastri. Kamu masih menyimpan nomor Bibi, kan? Kenapa telpon Bibi gak kamu angkat, Nduk?][Kamu sibuk ya, Nduk?][Apa kabar kalian d
Bi Lastri hanya menghela napas setelah mendengar jawaban dari Bryan.“Terus sekarang gimana keadaan Mama? Mama baik-baik saja, kan?” tanya Bryan lagi.“Nyonya tidak baik-baik saja, Tuan.”Mendengar jawaban Bi Lastri sukses membuat Bryan semakin cemas. Ia pun segera melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam sana. Tapi Bi Lastri mencegahnya dengan cepat.“Sebaiknya jangan masuk dulu, Tuan!”“Kenapa, Bi?”“Soalnya Papanya Tuan kayaknya marah besar kalau sampai melihat Tuan datang ke sini!”“Aku gak peduli, Bi! Aku cuman mau lihat Mama sekarang.”Bryan mengabaikan kalimat Bi Lastri. Ia segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. Sedangkan Bi Lastri menghela napas pasrah.Rasanya ingin mengeluarkan air mata kala melihat sang ibunda kini terbaring tak berdaya di ranjang perawatan dengan selang oksigen yang membantunya bernapas. Fisik Rosalina semaki
Bryan menatap lekat manik mata gadisnya itu. “Kita harus nikah secepat mungkin, sayang. Kandungan kamu sudah enam minggu. Sampai kapan kita bisa menyembunyikan kehamilan ini dari tetangga? Mungkin sekarang, kita masih bisa tenang dan santai. Karena perut kamu masih kecil. Tapi lama-lama, perut kamu ini bakalan membesar. Orang-orang pasti curiga sama kita. Kita bakalan diusir dari sini dan dilaporin ke RT! Bisa-bisa kita masuk berita dan viral! Belum lagi kalau sampai ibu dan bapak kamu tau kalau kamu ini sedang hamil. Apa tanggapan mereka? Makanya aku harus ke rumah, sekali lagi aku ingin berjuang mendapatkan restu dari Papa. Supaya Papa mau ketemu dengan orang tua kamu di kampung untuk membicarakan pernikahan kita. Biarlah kita menikah secara sederhana tanpa pesta segala macam. Yang penting sah dan ada buktinya.”“Tapi kalau Papa kamu masih gak setuju gimana, Mas? Bapak aku juga gak bakalan merestui hubungan kita kalau Papa kamu sendiri belum merestui kita,” ucap Nina sendu.
Hari ini, Bryan memutuskan untuk tidak bekerja. Ia sudah menghubungi William melalui ponsel Nina, William pun memahami kondisi Bryan.Sekarang Nina dan Bryan sedang menunggu obat dari dokter setelah mereka mengontrol kehamilan Nina yang sudah berusia enam minggu.Setelah menerima obat tersebut, mereka memutuskan untuk pulang menaiki motor matic bekas yang baru pagi ini mereka beli.“Mas, singgah dulu ya. Aku kepengen makan rujak, Mas,” ucap Nina sembari menunjuk penjual rujak di pinggir jalan.Bryan langsung menghentikan motornya di depan si penjual dan memesan rujak tersebut.Setibanya di rumah, Nina justru tidak menyentuh rujak itu sama sekali. Hal ini membuat Bryan bertanya-tanya.“Kok gak di makan rujaknya, sayang?”“Entahlah, Mas. Selera makanku hilang. Kamu aja yang makan rujaknya, Mas.”Dua puluh menit berlalu, Nina benar-benar tidak menyentuh rujak itu. Bryan pun memutuskan untuk menghabisinya daripada mubazir.“
“Aku… a-ku nangis karena terharu, Mas. Selama ini kamu sangat perhatian. Kamu rela bangun subuh, kerjain semua pekerjaan yang seharusnya aku lakukan. Kamu bahkan belajar masak demi aku. Sudah berapa hari ini aku gak nyentuh dapur, semuanya kamu yang siapin. Padahal kamu juga bekerja, dari pagi sampai sore. Pulang ke rumah, sempat-sempatin masak makan malam buat aku, terus kerja lagi sampai larut malam. Aku di sini gak enak sama kamu, Mas. Aku membebani kamu. Aku gak kerja apa-apa, sedangkan kamu mati-matian kerja. Aku merasa gak berguna, Mas.”Bryan memeluk Nina untuk menenangkannya. “Jangan ngomong begitu, sayang. Kamu gak beban kok. Kamu kan sedang hamil muda. Aku gak mau kamu kecapean. Selama aku masih sanggup dan sehat wal-afiat, aku ikhlas kok mengerjakan semuanya. Aku sama sekali gak keberatan. Kamu cukup sambut aku pulang saja dengan senyuman manis kamu, energi aku kembali terisi penuh kok.”“Sudah ya, sayang. Jangan mikirin
Hari demi hari, Bryan semakin iba melihat Nina yang rela bekerja dalam keadaan hamil muda. Apalagi di saat pulang bekerja, Bryan memperhatikan wajah Nina yang terlihat pucat karena kelelahan. Nina juga sering merasa pusing dan mual-mual di pagi hari.Semenjak pulang pergi ke tempat kerja menggunakan jasa ojek, Nina lebih duluan tiba daripada Bryan. Biasanya sebelum jam enam sore, Nina sudah sampai di kontrakan, sedangkan Bryan sesudah maghrib baru pulang. Maklum, lokasi proyek tempat Bryan bekerja sangat jauh dari tempat mereka tinggal.Sore ini, Nina langsung rebah di tempat tidurnya setelah pulang dari berjualan. Bahkan gadis itu belum mandi dan memasak buat Bryan untuk makan malam, Nina sudah tidak sanggup lagi bergerak, kepalanya serasa mau pecah.Baru lima menit rebahan, Nina segera bangkit hendak memasak.“Aku harus kuat. Kasihan Mas Bryan kalau pulang kerja nanti, tapi makanan belum siap.”Baru saja ia menyalakan kompor, hendak m