Sore menjelang maghrib, setelah berganti pakaian, Bryan beserta keluarga kecilnya mengunjungi Jimbaran. Sederet restoran sudah siap menggoda lidah para wisatawan yang berkunjung di sana. Sembari menyantap makanan, mereka juga bisa menikmati view sunset yang keren dari area pantai. Tidak lupa juga Nina mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan momen-momen kebersamaan mereka.Setelah puas menikmati view sunset, Nina dan Bryan memutuskan untuk singgah di toko souvenir. Mereka membeli berbagai macam barang untuk dibawa pulang ke Jakarta nantinya, mulai dari tas anyaman, dompet, kain khas Bali, serta cinderamata khas Bali lainnya yang cocok dijadikan oleh-oleh.Setelah puas melakukan perjalanan wisata, mereka kembali ke hotel untuk membersihkan diri dan beristirahat.*Keesokan malamnya, Bryan mengajak istrinya makan malam di sebuah restoran yang lokasinya berada di tepi tebing. Dari atas sana, mereka bisa menikmati pemandangan laut yang indah. Restoran itu me
Nina akhirnya selesai mandi. Dia kebingungan saat melihat wajah suaminya yang ditekuk. Entah apa yang dilihatnya di ponsel miliknya itu.“Kamu kenapa, Mas? Kok mukanya cemberut gitu?”Saat Bryan tersadar bahwa istrinya itu sudah keluar dari kamar mandi, Bryan dengan sigapnya menghapus pesan-pesan yang masuk tadi.“Ah, enggak. Aku cuman kesal aja nih. Kenapa foto-foto kita pas di pantai pada buram, ya? Si sopir itu gak becus nih fotoin kita!”“Masa sih, Mas?” Nina langsung mengambil ponselnya itu dari tangan Bryan, lalu mengecek foto mereka di galeri. “Fotonya bagus kok, Mas. Jernih, gak buram.”“Ohh, berarti aku yang salah lihat tadi.”“Kayaknya kamu udah lelah, Mas. Makanya foto jernih pun dikatain buram. Mendingan kamu mandi dulu, abis itu tidur!”Bryan hanya menuruti perkataan istrinya untuk mandi. Sedangkan Nina memilih untuk mengeringkan tubuhnya dan mengenak
“Ya udah deh, Mas. Tapi sebelum kita pulang, aku mau berbelanja dulu di sini, bagaimana?”Bryan mengangguk pelan. “Iya, sayang. Kamu belanja aja sepuasnya.”“Oke, Mas. Makasih ya,” ucap Nina kemudian mengecup bibir suaminya sekilas.Bryan tersenyum senang dengan kecupan yang baru saja Nina berikan.“Iya, setelah itu kita kembali ke hotel, istirahat dan makan siang, lalu kita check out dari sini kemudian pergi ke bandara.”“Iya, Mas. Oke.”Bryan melanjutkan kegiatannya. Dia terus menciumi leher dan pipi Nina. Secara refleks, Nina mendekatkan lehernya ke arah suaminya, seolah memberikan akses pada Bryan untuk memainkan bibirnya di sana. Tanpa mereka sadari, anak mereka sudah selesai menyusu. Tatapan Brianna fokus memperhatikan kedua orang tuanya yang sibuk sendiri. Merasa diabaikan, Brianna memukul pelan dada Nina, seolah memberitahu ibunya bahwa dia sudah selesai menyusu.Nina terkejut saat dadanya dipukul oleh anaknya. Namun keterkeju
Bryan menatap sinis ke arah pria yang sedang duduk bersebelahan dengan istrinya.‘Apa-apaan dia? Kenapa dia datang lagi menemui Nina?’Nina menyambut kedatangan suaminya dengan sebuah senyuman manis. Nina pun langsung menggenggam tangan suaminya dan berkata, “Sudah selesai semuanya, Mas?”“Iya, sudah selesai. Ayok kita pergi,” ajak Bryan yang masih melemparkan tatapan tajam kepada Dicky.Baru saja hendak mengambil Brianna yang saat ini sedang asik tidur di baby stroller, Nina pun langsung mencegat pergerakan suaminya.“Mas, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”“Mau ngomong apa, sayang?”“Di perusahaan Papa kamu ada lowongan kerja gak, Mas? Mas Dicky baru saja dipecat dari pekerjaannya. Kasihan dia, Mas. Sudah gak ada pegangan sama sekali karena ngelunasin utang keluarganya di bank. Bantuin dia ya, Mas. Jadi cleaning service pun gak masalah, Mas.”Bryan mengh
Mereka bersama-sama melangkah menuju lobi bandara. Pak Jaka, sopir pribadi Bryan sudah menunggu majikannya beberapa menit yang lalu. Pak Jaka sempat kebingungan saat melihat sosok pria asing yang sedang mengikuti majikannya. Namun, Bryan menjelaskan kepada sopir pribadinya itu. Pak Jaka pun mengangguk kecil.Bryan mempersilakan istrinya untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Setelah itu dia menyusul istrinya duduk di kursi penumpang bagian belakang. Sementara Dicky duduk di sebelah kursi pengemudi dan ditugaskan untuk memangku Brianna.Pak Jaka lalu mengemudikan mobil keluar dari area bandara menuju apartemen Nina.Bryan menyempatkan diri untuk mengabari ayahnya, Fredrinn bahwa mereka telah pulang dari Bali.“Kamu ke rumah saja, Bry! Jangan ke apartemen! Apartemen itu biarlah keluarga istrimu yang menempati, kamu dan Nina serta anak kalian tinggal di rumah saja. Lagi pula rumah sepi, gak ada kalian. Papa kesepian karena di rumah cuman ada pemba
Singkat cerita, Nina dan Bryan sudah selesai menyantap makan malamnya di meja makan. Sedangkan Dicky dan Bi Lastri menyantap hidangan mereka di dapur. Ketika melihat bahwa pasangan suami istri itu sudah selesai dengan makanannya, Dicky pun langsung menghampiri meja makan dan membereskan piring kotor tersebut kemudian membawanya ke dapur.Nina menatap heran kepada sosok Dicky yang sangat antusias mengerjakan pekerjaan rumah.“Mas, dia kamu jadikan pembantu di sini ya?” tanya Nina pada suaminya. “Aku kan bilang, kamu jadikan dia sebagai cleaning service di perusahaan Papa saja, jangan pembantu di rumah ini. Jadinya dia gak tinggal di sini juga, Mas. Dia bisa ngekost atau apalah gitu. Gak tinggal bareng kita.”“Mana ada! Aku belum ngomong apa-apa loh ke orang itu! Aku nungguin Papa pulang dulu, baru aku masukin dia ke perusahaan Papa sebagai cleaning service. Kan gak mungkin aku asal mempekerjakan orang di perusahaan tanpa seizin Papa dulu, Nin.”“Terus kenapa dia malah nyuci piring, Mas
“Kata Papa kamu apa, Mas? Lowongan cleaning service di kantor Papa masih ada kan, Mas? Nah, masukin aja Mas Dicky di situ, jadi besok pagi bisa langsung kerja,” tanya Nina saat Bryan baru saja masuk ke dalam kamar mereka.Bryan menggeleng pelan. “Papa juga gak tau, Nin. Mau ditanyakan ke HRD dulu.”“Oh ya udah, Mas. Kita tungguin aja info dari Papa lagi,” ucap Nina santai.“Kelamaan, sayang. Bagaimana kalau kita usir aja si Dicky itu besok pagi?” usul Bryan. Dia lalu ikut merebahkan diri di samping istrinya yang sedang bermain hp.“Terus Mas Dicky tinggal di mana kalau kita usir? Kita tungguin saja ya info dari Papa.”“Duh, sayang. Kamu ini terlalu baik apa gimana sih? Soal dia tinggal di mana, ya itu jadi urusannya sendiri dong! Kita gak punya kewajiban untuk membantu dia!”“Kita udah bawa dia ke Jakarta, kalau kita usir begitu saja, berarti kita orang jahat dong, Mas.”Bryan hanya bisa menghela napas pasrah dengan sikap istrinya. “Ya sudahlah, sayang. Terserah kamu sajalah.”*Pukul
Nina melihat Dicky yang sedang memijat punggung suaminya. Bahkan dengan lincahnya, Dicky menuangkan minyak urut pada punggung suaminya itu.Saat ini Bryan hanya mengenakan handuk putihnya, karena dia baru saja selesai mandi. Bryan sedang tidur tengkurap dan menikmati pijatan dari Dicky.“Mas Bryan?” panggil Nina lalu mendekati ranjang, di mana suaminya sedang tiduran.Bryan dan Dicky pun langsung menoleh dengan santainya.“Mas Dicky, kamu tolong keluar. Biar aku saja yang memijat suamiku,” cetus Nina.“Baik, Nyonya.” Dicky pun langsung menghentikan kegiatannya dan berpamitan.Nina membiarkan anaknya bermain-main di atas ranjang. Nina lalu duduk di sebelah suaminya. “Kok kamu minta dipijatin sama Mas Dicky sih? Kan ada aku! Kamu bisa nyuruh aku aja!”“Tadi dia lagi nyapu di sini pas aku baru kelar mandi, eh dia nawarin aku, mau dipijat gak, karena aku kebetulan merasa pegal, yaudah aku iyain aja deh,” jawab Bryan santai.Nina menghela napas malas. “Hm, ya udah, Mas. Biar aku yang mijat
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B
Karena rudal Bryan yang tidak bisa menegang untuk sesaat. Nina akhirnya memutuskan untuk mengenakan piyamanya kembali, karena sudah tidak bergairah.“Loh, loh? Kok kamu pake baju sih? Kan belum selesai.”“Kamu juga pake baju, Mas. Percuma kita terusin. Rudal kamu bakalan loyo selama 24 jam ke depan, Mas.”“Kok bisa?""Bisa, Mas. Soalnya kamu habis aku sumpahin! Udahlah, Mas. Kamu bobo aja gih! Kamu harus banyak istirahat biar pulih seutuhnya.""Emang aku sakit?""Otak kamu itu geser, Mas. Udah ih, jangan banyak tanya. Aku keburu badmood."Nina pun kembali rebah di ranjang. Sementara Bryan hanya dibuat bingung oleh istrinya.*Hari demi hari pun terus berlalu, Bryan akhirnya kembali bekerja di perusahaan ayahnya dan sudah resmi menjadi direktur utama menggantikan Fredrinn. Pelaku kecelakaan itu pun telah ditemukan dan sudah dijatuhi hukuman penjara. Dalang di balik kecelakaan yang menimpa Bry
Bryan tidak peduli dengan teriakan istrinya yang mengucapkan sumpah serapah untuknya. Dia terus melangkah hingga ke garasi mobil dan memilih mobil yang paling mewah untuk dikendarainya menuju klub malam.Singkat cerita, Bryan akhirnya tiba di klub malam yang terletak di pusat kota Jakarta. Kerlap-kerlip lampu berbagai warna menyapa indera penglihatannya bersamaan dengan aroma alkohol yang menusuk di indera penciumannya. Iringan musik dance terdengar mengentak keras di telinga. Banyak dari pengunjung yang ikut berdansa dengan hebohnya, seolah-olah rasa malu di dalam diri mereka sudah menghilang.Kedua bola mata Bryan fokus menatap para gadis-gadis seksi dan bohayy yang menggerakkan pinggulnya sesuai irama musik di lantai dansa.“Wow. Seksi abis. Sepertinya dia cocok menjadi partnerku di ranjang nanti. Muehehe,” gumam Bryan dengan sudut bibir yang terangkat.Bryan lalu berjalan menuju bartender untuk memesan segelas alkoholnya.“Ber