Bryan akhirnya masuk ke ruangan itu didampingi oleh perawat. Di dalam sana, ia diwajibkan mengenakan baju khusus penjenguk pasien ruangan ICU. Ia lalu melihat ibunya hanya dari balik kaca tembus pandang yang membatasi mereka. Banyak sekali alat-alat canggih yang terpasang di tubuh Rosalina dan sampai sekarang ibunya itu belum juga sadarkan diri.
“Apa saya gak bisa masuk ke dalam, Sus?” lirih Bryan dengan sorot mata mulai berkabut.
“Saya sarankan tidak. Keadaan pasien sedang kritis, daya tahan tubuhnya pun sangat lemah. Yang diperkenankan masuk ke dalam hanya dokter dan perawat saja, itu pun harus benar-benar dalam keadaan steril.”
Bryan mengangguk paham dan kembali memandangi ibunya dari kaca tembus pandang di depannya.
Di depan pintu ICU, tersisa Fredrinn dan Nina duduk berduaan sembari menunggu Bryan keluar. Sebab tadi Fredriin menyuruh Bi Lastri agar pulang saja untuk menemani Sarah menjaga rumah.
Entah sudah berapa lama
“Tu-Tuan Muda? Ke-kenapa Tuan Muda ada di kamar saya?” tanya Nina dengan takut-takut. Hawa malam itu sangat mencekam. Ruangan sempit yang awalnya adalah gudang, disulap sedemikian rupa menjadi sebuah kamar. Ya, kamar untuk Nina sebagai asisten rumah tangga yang baru saja bekerja di rumah itu semingguan lebih.Pria yang bernama Bryan Lawrence itu sedang berdiri di depan pintu kamar Nina yang tadinya tertutup. Bryan adalah anak tunggal dari majikan Nina, pemilik rumah tersebut. Penampilan Bryan amat berantakan karena ia baru saja pulang dari klub malam, tetapi Bryan masih terlihat tampan. Walaupun bau alkohol tercium jelas di tubuhnya.“Berikan aku makanan! Aku lapar!” titah Bryan.Nina yang tadinya baru saja ingin beristirahat kemudian bangkit dari kasurnya. Nina sempat bergerutu dalam hati sebab ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan anak majikannya itu tiba-tiba memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan meminta makan. Namun, Nina juga
Nina Anatasya yang masih berusia 18 tahun dan baru lulus dari sekolah menengah atas, memilih untuk bekerja sebagai seorang asisten rumah tangga di sebuah rumah mewah milik pengusaha terkenal demi mengumpulkan biaya kuliah. Semua baik-baik saja hingga seminggu kemudian ia mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di tempatnya bekerja. Semua berubah saat anak majikannya alias tuan muda bernama Bryan baru saja datang ke rumah dan memperkosanya di saat semua orang di rumah sudah terlelap.*Sebelum kejadian…Pagi hari, pukul 10.00, Bryan akhirnya tiba di Jakarta setelah penerbangannya selama dua jam dari Singapura. Hanya tiga puluh menit dari Bandara Soetta, Bryan pun sampai di rumahnya yang berada di kawasan perumahan elit.“Thank you, Pak,” ucap Bryan kepada sopir yang membukakan pintu untuknya.“Sama-sama, Tuan Muda.”Baru saja turun dari mobil, Bryan melihat papanya sedang terburu-buru menuju mobil pribadinya.“Papa mau ke mana?” tanya Bryan, namun pertanyaannya itu tidak digubris sama
“Aku dengar-dengar kalau kau butuh uang buat kuliah. Bagaimana jika kau menjadi pemuasku selama tiga bulan ke depan? Aku akan membayarmu dengan mahal. Sangat mahal. Dengan uang itu kau bisa menggunakannya untuk berkuliah bahkan masuk ke kampus termahal pun pasti cukup. Bagaimana? Apa kau mau?” sambung Bryan, tersenyum licik.Melihat Nina hanya diam, Bryan kembali bersuara.“Oh come on! Pasti kau mau! Bukankah kau bekerja di sini untuk mengumpulkan uang kuliah? Ini akan menjadi tawaran yang menguntungkan untukmu dan juga untukku. Kau akan mendapatkan uang yang banyak dan aku akan mendapatkan kenikmatan.”“Dengar ya, Tuan! Aku bukan gadis murahan seperti yang kau kira! Aku tidak sudi menerima penawaran hinamu itu! Aku akan tetap melaporkan ini ke Tuan Fredrinn!” balas Nina ketus.Setelah berkata, Nina mendorong tubuh Bryan menjauh darinya. Segera ia pergi menuju pintu kamar dan membuka kunci pintu tersebut. Bryan ingin mencegah, namun Nina melakukan serangan mendadak.PLAK!!Sebuah tampa
Bryan akhirnya kembali ke rumah dalam keadaan tak karuan setelah satu jam berkeliling kota, namun tetap saja ia tidak menemukan jejak pembantu barunya itu.‘Aduh, mampus aku kalau dia beneran ngelapor,’ batin Bryan. Ia berjalan menuju sofa dan merebahkan badannya di sana sembari memijit kepala yang terasa pusing. Ia kemudian memejam mata, berharap untuk tertidur dan melupakan masalah ini sementara.Nina yang menyadari kedatangan Bryan pun bergegas menghampirinya. “Tuan Bryan…”Mendengar suara yang familiar di telinganya membuat Bryan kembali membuka mata dan menengok ke sumber suara.“Nina?”Sebenarnya Nina sangat malu karena harus bertemu lagi dengan Bryan. Pria yang sudah menodainya semalam. Namun kali ini, gadis malang itu harus kembali merendahkan harga dirinya di depan pria bangsat ini, semua demi kesembuhan sang ayah. Nina meyakinkan diri untuk menyampaikan tujuan utamanya terhadap Bryan.“Tuan… soal tawaranmu yang semalam, apa… apa itu masih berlaku?” tanya Nina dengan suara yan
Bryan tak merespon perkataan Nina. Lelaki itu tetap melanjutkan aktivitas panasnya sembari mencumbu leher pembantunya dengan agresif. Sesekali tangan Bryan bergerak nakal menyelip ke dalam rok pendek yang Nina kenakan.“Tu-Tuan, tolong tutup pintunya. Nanti ada yang melihat,” sambung Nina ketakutan.Bryan tersenyum tipis kemudian tertawa kecil. “Tenang saja, Nina Sayang. Ini sudah larut malam. Jam segini mereka sudah pada tidur. Jadi gak mungkin ada yang melihat kita. Lagian siapa yang mau ke lantai dua malam-malam gini?”Nina mengangguk pelan. “Baiklah, Tuan.”Bryan kembali menerkam Nina dengan ciuman brutalnya. Ia membawa tubuh Nina untuk duduk di pinggir ranjang tanpa melepas cumbuannya itu. Perlahan ciuman tadi berubah menjadi lumatan penuh birahi. Nina melepaskan pagutannya dan menjauhi bibirnya dari bibir Bryan ketika lidah mereka saling bersentuhan. Rasanya ada yang aneh. Nina sangat canggung untuk melakukannya.“Kenapa, Honey? Apa ini pertama kali bagimu?”Nina menggeleng denga
Pandangan Nina langsung tertuju pada benda di balik celana tuan muda. Sesuatu di dalam sana agaknya sudah meronta-ronta meminta makan. Terlihat sudah menegang dan ingin dibebaskan.“Bagaimana, Nina? Kita harus lanjutkan kegiatan yang semalam tertunda. Ingat aku sudah memberimu DP semalam. Dan kamu harus memuaskanku pagi ini!” tegas Bryan. Langsung saja pria itu melumat brutal bibir Nina tanpa ampun. Nina hampir kehabisan napas dibuatnya.Bryan membawa tubuh Nina mendekat tanpa melepas cumbuannya dan memeluknya sejenak. Lalu kedua tangan kekar itu turun ke area bokong sang gadis dan meremasnya dengan kuat. Sesekali Bryan memukul bokong padat itu.“Tuan Bryan?” lirih Nina ketika Bryan melepaskan pagutannya demi mengambil beberapa oksigen. Keduanya saling bertatapan satu sama lain. Wajah mereka begitu dekat membuat Nina sampai tak berkedip menatap kagum tuan mudanya.“Yes, Baby?” jawab Bryan dengan nada menggoda. Bryan menampakkan senyum tipis karena melihat Nina menatapnya tanpa berkedip
“Tuan, saya mau bebersih rumah dulu, Tuan.”“Ini masih terlalu pagi, Nina.”“Saya takut dimarah sama Mbak Laras, Tuan. Saya harus kelarin kerjaan rumah dulu. Izinkan saya bekerja dulu ya, Tuan? Boleh ya, Tuan?” pinta Nina memelas. Tubuh Nina masih ditahan oleh Bryan.“Aku tidak bisa menunggu lagi. Jangan memancing emosiku, Nina!”Bryan segera menutup pintu kamarnya kembali tanpa menguncinya. Tanpa panjang lebar, ia membuka paksa celana Nina beserta dalamannya. Bryan menyandarkan tubuh Nina ke dinding dekat pintu dan membuka selangkangan gadis itu. Bryan melihat liang Nina juga sudah basah.“Lihat? Kamu bahkan sudah basah. Lantas kenapa kamu menolak untuk melakukannya sekarang? Kita sama-sama menginginkannya sekarang, Baby. Jadi ayo kita saling memuaskan satu sama lain,” bisiknya parau.Bryan mengarahkan miliknya yang sudah semakin menegang itu ke dalam liang surgawi milik Nina.“Tuan, ja-jangan dulu…. akkhhh…”Bryan tidak mau menunda lagi. Ia langsung mendorong masuk adik kecilnya seca
“Tidak, aku jamin semuanya bakalan aman. Kamu santai saja,” balas Bryan berusaha menenangkan Nina.Setelah mereka berpakaian lengkap, Bryan mengintip lebih dulu sebelum menyuruh Nina keluar.“Nina, ayo keluar. Gak ada siapa-siapa di sini. Semuanya pada di lantai bawah.”Nina mengangguk pelan kemudian melangkah keluar dari kamar Bryan. Dirinya kembali melanjutkan pekerjaan rumah. Sedangkan Bryan turun ke bawah untuk sarapan bersama sang ayah.*“Ehhem.” Bryan sengaja berdeham saat tiba di meja makan. Dirinya memperhatikan Fredrinn yang sangat sibuk memperhatikan layar ponsel.Fredrinn yang menyadari kedatangan putranya pun segera meletakkan ponsel miliknya ke atas meja dan fokus kepada Bryan.“Papa memanggilku?” tanya Bryan singkat dengan nada yang datar. Ia pun langsung melahap hidangan yang telah tersaji di depan mata tanpa memedulikan perkataan Fredrinn selanjutnya.“Besok
Bryan akhirnya masuk ke ruangan itu didampingi oleh perawat. Di dalam sana, ia diwajibkan mengenakan baju khusus penjenguk pasien ruangan ICU. Ia lalu melihat ibunya hanya dari balik kaca tembus pandang yang membatasi mereka. Banyak sekali alat-alat canggih yang terpasang di tubuh Rosalina dan sampai sekarang ibunya itu belum juga sadarkan diri.“Apa saya gak bisa masuk ke dalam, Sus?” lirih Bryan dengan sorot mata mulai berkabut.“Saya sarankan tidak. Keadaan pasien sedang kritis, daya tahan tubuhnya pun sangat lemah. Yang diperkenankan masuk ke dalam hanya dokter dan perawat saja, itu pun harus benar-benar dalam keadaan steril.”Bryan mengangguk paham dan kembali memandangi ibunya dari kaca tembus pandang di depannya.Di depan pintu ICU, tersisa Fredrinn dan Nina duduk berduaan sembari menunggu Bryan keluar. Sebab tadi Fredriin menyuruh Bi Lastri agar pulang saja untuk menemani Sarah menjaga rumah.Entah sudah berapa lama
William mengelus dagunya sendiri dan menaruh curiga. “Atau jangan-jangan gadis itu memang orang susah? Dan Bryan adalah orang yang ngasih modal ke gadis itu untuk berpenampilan semewah mungkin di pesta Daddy?”William lalu bergeleng kepala. “Ckck. Bryan, Bryan! Pantasan saja Papamu marah dan membiarkanmu hidup susah begini. Rupanya karena kamu jatuh cinta sama gadis miskin! Bodoh sekali kamu Bryan! Rela menderita demi hidup bersama dengan gadis itu! Terkadang cinta memang bikin orang jadi goblok!”William pun pergi dan membiarkan Bryan berduaan dengan Nina di gedung tua itu.Ya, awalnya memang William sempat naksir kepada Nina. Karena kala itu, penampilan Nina sangat mewah dan berkelas. Wajah Nina yang anggun pun mampu menyihir mata William. Tapi setelah William melihat sosok asli Nina dengan penampilan sederhananya, William jadi ilfeel. Walaupun saat ini wajah Nina masih terlihat cantik mempesona, tapi tetap saja itu tidak berpengaruh be
Selanjutnya Nina hanya diam tak bersuara.Bryan langsung beranjak pergi bekerja, tanpa menghabiskan makanannya lebih dulu.Nina menatap Bryan yang sudah jauh dari pandangannya sembari menangis lirih. “Maafkan aku, Mas. Aku egois. Aku hanya gak mau kalau kamu lebih memilih ibumu dari pada aku.”*Siang hari, di lokasi proyek…Waktu makan siang telah tiba. Para pekerja pun diistirahatkan selama 30 menit.Salah satu dari mereka menghampiri Bryan dan berkata, “Ada yang nyariin kamu tuh!”“Siapa, Kang?”“Kurang tau. Perempuan. Sekarang lagi nungguin kamu di bangunan kosong di depan sana,” jawab si tukang bangunan sembari menunjuk gedung tua tidak terpakai di ujung sana.“Oh oke. Makasih ya.”Setelah itu, Bryan kemudian berjalan menuju bangunan tua yang ditunjuk oleh rekan kerjanya tadi. Bryan terkejut melihat Nina sedang berdiri menunggunya.&ldq
‘Aduh, apa ya? Sekali lagi kalau salah, hp ini bakalan terblokir.’ Bryan mulai menyerah, padahal ia sudah memasukkan tanggal mereka jadian, tanggal lahir Nina sampai tanggal lahirnya sendiri. Namun tetap salah.‘Aduh, sandinya apa sih? Masa tanggal lahir Sehun EXO? Gak mungkin deh.’ Bryan iseng-iseng mencobanya, dan benar saja ponsel itu langsung terbuka.Bryan menggerutu dalam hati. ‘Bisa-bisanya tanggal lahir Sehun dijadikan password hp! Ada-ada saja!’Bryan mulai mengecek pesan dan log panggilan di ponsel tersebut. Memang benar, sekiranya ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari minggu lalu dan banyak pesan masuk yang sudah dibaca.Semua pesan dan panggilan itu dari nomor Bi Lastri. Bryan yang penasaran mulai membaca satu per satu pesan dari Bi Lastri.[Nduk, ini Bi Lastri. Kamu masih menyimpan nomor Bibi, kan? Kenapa telpon Bibi gak kamu angkat, Nduk?][Kamu sibuk ya, Nduk?][Apa kabar kalian d
Bi Lastri hanya menghela napas setelah mendengar jawaban dari Bryan.“Terus sekarang gimana keadaan Mama? Mama baik-baik saja, kan?” tanya Bryan lagi.“Nyonya tidak baik-baik saja, Tuan.”Mendengar jawaban Bi Lastri sukses membuat Bryan semakin cemas. Ia pun segera melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam sana. Tapi Bi Lastri mencegahnya dengan cepat.“Sebaiknya jangan masuk dulu, Tuan!”“Kenapa, Bi?”“Soalnya Papanya Tuan kayaknya marah besar kalau sampai melihat Tuan datang ke sini!”“Aku gak peduli, Bi! Aku cuman mau lihat Mama sekarang.”Bryan mengabaikan kalimat Bi Lastri. Ia segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. Sedangkan Bi Lastri menghela napas pasrah.Rasanya ingin mengeluarkan air mata kala melihat sang ibunda kini terbaring tak berdaya di ranjang perawatan dengan selang oksigen yang membantunya bernapas. Fisik Rosalina semaki
Bryan menatap lekat manik mata gadisnya itu. “Kita harus nikah secepat mungkin, sayang. Kandungan kamu sudah enam minggu. Sampai kapan kita bisa menyembunyikan kehamilan ini dari tetangga? Mungkin sekarang, kita masih bisa tenang dan santai. Karena perut kamu masih kecil. Tapi lama-lama, perut kamu ini bakalan membesar. Orang-orang pasti curiga sama kita. Kita bakalan diusir dari sini dan dilaporin ke RT! Bisa-bisa kita masuk berita dan viral! Belum lagi kalau sampai ibu dan bapak kamu tau kalau kamu ini sedang hamil. Apa tanggapan mereka? Makanya aku harus ke rumah, sekali lagi aku ingin berjuang mendapatkan restu dari Papa. Supaya Papa mau ketemu dengan orang tua kamu di kampung untuk membicarakan pernikahan kita. Biarlah kita menikah secara sederhana tanpa pesta segala macam. Yang penting sah dan ada buktinya.”“Tapi kalau Papa kamu masih gak setuju gimana, Mas? Bapak aku juga gak bakalan merestui hubungan kita kalau Papa kamu sendiri belum merestui kita,” ucap Nina sendu.
Hari ini, Bryan memutuskan untuk tidak bekerja. Ia sudah menghubungi William melalui ponsel Nina, William pun memahami kondisi Bryan.Sekarang Nina dan Bryan sedang menunggu obat dari dokter setelah mereka mengontrol kehamilan Nina yang sudah berusia enam minggu.Setelah menerima obat tersebut, mereka memutuskan untuk pulang menaiki motor matic bekas yang baru pagi ini mereka beli.“Mas, singgah dulu ya. Aku kepengen makan rujak, Mas,” ucap Nina sembari menunjuk penjual rujak di pinggir jalan.Bryan langsung menghentikan motornya di depan si penjual dan memesan rujak tersebut.Setibanya di rumah, Nina justru tidak menyentuh rujak itu sama sekali. Hal ini membuat Bryan bertanya-tanya.“Kok gak di makan rujaknya, sayang?”“Entahlah, Mas. Selera makanku hilang. Kamu aja yang makan rujaknya, Mas.”Dua puluh menit berlalu, Nina benar-benar tidak menyentuh rujak itu. Bryan pun memutuskan untuk menghabisinya daripada mubazir.“
“Aku… a-ku nangis karena terharu, Mas. Selama ini kamu sangat perhatian. Kamu rela bangun subuh, kerjain semua pekerjaan yang seharusnya aku lakukan. Kamu bahkan belajar masak demi aku. Sudah berapa hari ini aku gak nyentuh dapur, semuanya kamu yang siapin. Padahal kamu juga bekerja, dari pagi sampai sore. Pulang ke rumah, sempat-sempatin masak makan malam buat aku, terus kerja lagi sampai larut malam. Aku di sini gak enak sama kamu, Mas. Aku membebani kamu. Aku gak kerja apa-apa, sedangkan kamu mati-matian kerja. Aku merasa gak berguna, Mas.”Bryan memeluk Nina untuk menenangkannya. “Jangan ngomong begitu, sayang. Kamu gak beban kok. Kamu kan sedang hamil muda. Aku gak mau kamu kecapean. Selama aku masih sanggup dan sehat wal-afiat, aku ikhlas kok mengerjakan semuanya. Aku sama sekali gak keberatan. Kamu cukup sambut aku pulang saja dengan senyuman manis kamu, energi aku kembali terisi penuh kok.”“Sudah ya, sayang. Jangan mikirin
Hari demi hari, Bryan semakin iba melihat Nina yang rela bekerja dalam keadaan hamil muda. Apalagi di saat pulang bekerja, Bryan memperhatikan wajah Nina yang terlihat pucat karena kelelahan. Nina juga sering merasa pusing dan mual-mual di pagi hari.Semenjak pulang pergi ke tempat kerja menggunakan jasa ojek, Nina lebih duluan tiba daripada Bryan. Biasanya sebelum jam enam sore, Nina sudah sampai di kontrakan, sedangkan Bryan sesudah maghrib baru pulang. Maklum, lokasi proyek tempat Bryan bekerja sangat jauh dari tempat mereka tinggal.Sore ini, Nina langsung rebah di tempat tidurnya setelah pulang dari berjualan. Bahkan gadis itu belum mandi dan memasak buat Bryan untuk makan malam, Nina sudah tidak sanggup lagi bergerak, kepalanya serasa mau pecah.Baru lima menit rebahan, Nina segera bangkit hendak memasak.“Aku harus kuat. Kasihan Mas Bryan kalau pulang kerja nanti, tapi makanan belum siap.”Baru saja ia menyalakan kompor, hendak m