William mengelus dagunya sendiri dan menaruh curiga. “Atau jangan-jangan gadis itu memang orang susah? Dan Bryan adalah orang yang ngasih modal ke gadis itu untuk berpenampilan semewah mungkin di pesta Daddy?”
William lalu bergeleng kepala. “Ckck. Bryan, Bryan! Pantasan saja Papamu marah dan membiarkanmu hidup susah begini. Rupanya karena kamu jatuh cinta sama gadis miskin! Bodoh sekali kamu Bryan! Rela menderita demi hidup bersama dengan gadis itu! Terkadang cinta memang bikin orang jadi goblok!”
William pun pergi dan membiarkan Bryan berduaan dengan Nina di gedung tua itu.
Ya, awalnya memang William sempat naksir kepada Nina. Karena kala itu, penampilan Nina sangat mewah dan berkelas. Wajah Nina yang anggun pun mampu menyihir mata William. Tapi setelah William melihat sosok asli Nina dengan penampilan sederhananya, William jadi ilfeel. Walaupun saat ini wajah Nina masih terlihat cantik mempesona, tapi tetap saja itu tidak berpengaruh be
Bryan akhirnya masuk ke ruangan itu didampingi oleh perawat. Di dalam sana, ia diwajibkan mengenakan baju khusus penjenguk pasien ruangan ICU. Ia lalu melihat ibunya hanya dari balik kaca tembus pandang yang membatasi mereka. Banyak sekali alat-alat canggih yang terpasang di tubuh Rosalina dan sampai sekarang ibunya itu belum juga sadarkan diri.“Apa saya gak bisa masuk ke dalam, Sus?” lirih Bryan dengan sorot mata mulai berkabut.“Saya sarankan tidak. Keadaan pasien sedang kritis, daya tahan tubuhnya pun sangat lemah. Yang diperkenankan masuk ke dalam hanya dokter dan perawat saja, itu pun harus benar-benar dalam keadaan steril.”Bryan mengangguk paham dan kembali memandangi ibunya dari kaca tembus pandang di depannya.Di depan pintu ICU, tersisa Fredrinn dan Nina duduk berduaan sembari menunggu Bryan keluar. Sebab tadi Fredriin menyuruh Bi Lastri agar pulang saja untuk menemani Sarah menjaga rumah.Entah sudah berapa lama
Bryan akhirnya keluar dari ruang ICU. Sedangkan Nina dan Fredrinn kembali berdiam-diaman, seperti tidak terjadi sesuatu. Bryan lalu berpamitan kepada ayahnya, Fredrinn hanya mengangguk pelan.Di perjalanan pulang, Nina meminta Bryan untuk singgah di konter.“Kamu mau beli pulsa, sayang? Biar aku yang beliin ya.”“Jangan, Mas. Kamu tunggu di motor aja ya.”Bryan hanya menurut dan menunggu Nina membeli sesuatu di konter itu.Sesampainya di rumah, Bryan kembali bertanya. Ia heran kenapa Nina tiba-tiba membeli hp baru.“Aku sengaja beli hp baru, Mas. Biar kita tetap bisa berhubungan walaupun kamu lagi di luar. Lagian cuman hp senter kok, harganya 150 ribu aja,” jawab Nina santai.“Padahal aku gak butuh hp, sayang. Mendingan uangnya kamu tabung aja daripada dibeliin hp,” ucap Bryan yang ingin berhemat. Tentu saja karena dia belum tau bahwa Nina telah mendapatkan uang dari ayahnya saat di rumah sakit tadi.Nina lalu mengambil ponseln
Nina langsung menghentikan nyanyiannya saat menyadari bahwa Bryan mulai menangis.Sambil mengusap kedua matanya, Bryan menatap wajah Nina yang saat ini begitu dekat dengan wajahnya.“Lagi… nyanyiin lagi!” Bryan berseru lugu kepada Nina. Bryan berseru lugu dengan mata yang sembab dan memerah.Nina pun mulai menyanyikan lagu itu kembali.Bryan terdiam polos hingga Nina menyelesaikan nyanyiannya. Bryan kembali menangis ketika nyanyian itu berakhir.“Kamu teringat mama kamu ya, Mas?” tanya Nina yang ikut sedih karena Bryan semakin terisak.Bryan menggeleng pelan sambil tersedu-sedu.“Terus kenapa kamu menangis begini, Mas?” tanya Nina lagi.“Soalnya kamu nyanyinya medok banget, sayang. Padahal kan itu lagu Inggris,” jawab Bryan dengan suara gemetar.Nina langsung mencubit pipi Bryan hingga pria itu menjerit kesakitan.“Aw! Sakit tau, sayang!”&l
Tubuh Nina seketika lemas tak bertenaga kala mendapat telepon itu. Dia tidak percaya hal ini terjadi. Kenapa Bryan tiba-tiba kritis?Tanpa berpikir panjang, Nina langsung menuju rumah sakit tersebut.Sepanjang perjalanan, Nina hanya bisa menangis dan berharap bahwa Bryan baik-baik saja.“Kamu kenapa tiba-tiba masuk rumah sakit sih, Mas?” gumam Nina seraya terisak.*Setibanya di rumah sakit, Nina segera berlari menuju bagian administrasi. Ternyata di sana sudah ada William yang menanggung biaya operasi.William menjelaskan bahwa Bryan terjatuh dari lantai tiga saat bekerja.“T-terjatuh?”“Iya. Kata mandor kami begitu. Para pekerja juga heran kenapa Bryan tiba-tiba terjatuh. Sepertinya dia kepeleset, soalnya sempat hujan, mungkin karena licin makanya Bryan terjatuh.”“Terus sekarang Bryan di mana?” tanya Nina cemas.“Di ruang operasi. Kepalanya bocor. Kata dokter juga, tulang kaki Bryan ada yang remuk. Kamu doakan
Pikiran Nina semakin berkecamuk. Air matanya semakin deras. Begitu pun dengan Bi Lastri yang saat ini mulai berkaca-kaca.Nina langsung mendekati brankar Bryan dan diraihnya jari-jemari yang tidak bergerak sama sekali saat disentuh.“Mas Bryan!! Bangun, Mas!! Hiks.. Bangun, Mas!! Tolong bangun, Mas!!” ucap Nina heboh sembari menangis histeris.“Bu, jangan seperti ini! Tolong jaga sikap Anda! Pasien tidak boleh diganggu!” tegur perawat berusaha menjauhkan Nina dari brankar Bryan.Perawat terus mendorong brankar Bryan hingga ke ruang ICU, tanpa memedulikan Nina yang masih mencoba mengikuti mereka.Nina pasrah saat Bryan sudah dibawa masuk ke dalam ruang ICU. Nina hanya bisa menyandarkan kepalanya di pintu itu sembari tersedu-sedu.“Ya Tuhan, aku mohon kuatkan Mas Bryan. Jangan Engkau buat dia menderita seperti ini,” lirih Nina.*Fredrinn kembali ke ruang tempat Bryan dirawat. Gurat sendu terpa
Tiga hari kemudian, Bryan sudah melewati masa kritis dan dipindahkan ke ruang rawat inap, tetapi pria itu belum juga sadarkan diri.Bi Lastri ditugaskan untuk menemani Bryan di rumah sakit, karena Fredrinn juga harus mendampingi istrinya di rumah sakit lain.Bi Lastri melihat sosok Nina yang sedari tadi duduk menunggu di depan ruang rawat tersebut. Bi Lastri tidak tega melihat Nina yang terus menangis. Bi Lastri akhirnya menyuruh Nina untuk masuk ke dalam, menemui Bryan, walaupun Fredrinn tadi telah berpesan agar melarang Nina menemui anaknya.“Nduk, cepat masuk ke dalam, temui Tuan Muda. Kamu mau melihatnya, kan? Buruan. Sebelum Tuan Besar datang!” desak Bi Lastri.Nina mengangguk dan segera masuk ke dalam sana.Kini, Nina tinggal sendirian di ruangan tersebut setelah Bi Lastri pamit undur diri. Bi Lastri ingin memberikan waktu kepada Nina untuk berduaan bersama Bryan di dalam sana. Bi Lastri berjanji akan kembali lagi nanti untuk menjaga Bryan.
Singkat cerita, keesokan harinya, Rosalina sudah selesai dimakamkan. Beberapa keluarga jauh yang mendapat kabar duka ini langsung terbang ke Jakarta, menemui Fredrinn untuk menyampaikan rasa duka citanya.Saat ini rumah Fredrinn dipenuhi oleh sanak saudara, mereka datang jauh-jauh dari Bali, Malaysia, bahkan dari Singapura, semuanya hadir ingin menyaksikan pemakaman Rosalina. Adapun keluarga yang menetap di Belanda dan Inggris, mereka tidak bisa hadir, karena tidak akan sempat. Mereka hanya memberi ungkapan bela sungkawa melalui pesan pribadi kepada keluarga inti Lawrence.“Kamu yang tabah, Fredrinn. Our prayers are always with you.”Fredrinn hanya mengangguk lemah dengan mata yang sembab saat sepupu jauhnya memberikan ucapan bela sungkawa.“Fredrinn, kenapa aku tidak melihat keponakanku? Di mana, Bryan?” tanya Jenna, saudara perempuan Fredrinn yang tertua.“Anakku juga sedang sakit, Kak Jen. Dia masih dirawat
“Tolong saya, Nina. Sudah cukup saya kehilangan istri saya. Saya tidak mau lagi kehilangan anak saya. Saya tidak mau melihat Bryan menderita seumur hidup. Jika dia terus bersamamu, Bryan akan merasa bersalah setiap harinya karena dia tidak bisa lagi mencari uang untuk kamu. Bryan akan merasa hidupnya tidak berguna. Jadi saya minta ke kamu, tolong lupakan saja anak saya. Semua demi kebaikan Bryan juga. Kamu harus tau bahwa cinta sejati itu tidak harus memiliki, cinta yang tulus itu saat kamu rela melepaskan Bryan demi menjalani kehidupannya yang lebih baik. Saya juga yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari anak saya.”Fredrinn mulai meneteskan air matanya. “Sungguh saya tidak bisa melihat anak saya sendiri harus menanggung beban berat seperti ini. Hidup di kota ini juga akan membuat Bryan merana karena terus mengingatkannya kepada istri saya yang sudah tiada. Saya mau anak saya membuka lembaran baru di negara orang dan melupakan semua kenangan buruk selama t
Dua bulan kemudian, kini usia kandungan Nina sudah menginjak sembilan bulan. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengontrol kehamilannya. Kata dokter, kira-kira dua minggu lagi Nina akan melahirkan kedua bayinya.Dan saat ini Nina sedang melihat-lihat kamar bayi untuk kedua calon buah hatinya itu. Nina berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Nina semenjak tau kedua bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan, mulai dari baju, kaos kaki, kupluk dan lainnya. Saat berbelanja, Nina ditemani oleh ibunya, karena saat itu Bryan sedang ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.“Kenapa kamu berbelanja sebanyak ini, Nak? Beli bajunya beberapa pasang saja. Jangan terlalu boros!” imbuh Aliyah memberi saran kala itu.“Bayinya kan ada dua, Bu. Kalau beli sedikit, mana cukup.”“Baju bayi Brianna dulu kamu simpan di mana? Itu kan bisa kamu gunakan kembali untuk bayimu nanti, Nak
Waktu terus berjalan hingga tak terasa kehamilan Nina telah memasuki usia 7 bulan. Hari ini rumah Bryan dan Nina terlihat ramai dipenuhi oleh para tamu undangan. Kedua pasangan itu mengadakan syukuran atas kehamilan Nina yang sudah berusia 7 bulan.Acara itu Nina serahkan sepenuhnya kepada Even Organizer sehingga dia tidak perlu repot mengurus segala pernak-pernik acara itu.Nina tampil cantik dengan balutan kaftan berwarna baby pink. Dia sengaja memilih warna baby pink karena menurut hasil USG, kedua bayinya berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk riasan rambutnya, disanggul yang menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Riasan wajahnya tipis tapi elegan yang membuat Nina semakin mempesona. Sedangkan Bryan mengenakan kemeja batik dengan motif dan warna yang senada, begitu pula dengan Brianna yang juga memakai kaftan yang persis dengan ibunya.Bryan menatap istrinya yang tampil cantik hari ini. Hari di mana dia menjadi sorotan di acara tujuh bulanan
Setelah obat sudah ada di tangan Bryan, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk manis di kursi tunggu.“Yuk kita pulang sekarang!” ajak Bryan.Bryan lalu menggandeng tangan istrinya menuju lobi rumah sakit. Sesekali dia mengecup kepala Nina dengan lembut. Hal itu tentu saja menjadi perhatian orang yang melintas dan berpapasan dengan mereka. Nina berusaha melepaskan diri dari suaminya. Nina merasa malu karena Bryan berlaku mesra di depan umum. Namun usahanya sia-sia karena lengan kiri Bryan segera memeluk pinggang Nina. Hal itu justru membuat mereka tampak semakin mesra, sehingga banyak pasang mata mengulum senyum ketika bertemu pandang dengan mereka. Sebagiannya lagi ada yang tampak iri hati melihat kemesraan pasangan suami istri itu.“Mas, kamu bikin malu saja ihh.”“Kenapa malu? Aku memeluk istriku sendiri, bukan istri orang lain,” elak Bryan. Dia menatap istrinya kemudian mengerlingkan sebelah mata pada Nina.
Hari demi hari terlewati. Tak terasa kini kandungan Nina sudah masuk pada usia 10 minggu. Bryan kembali membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.“Ibu Nina Anatasya, silakan masuk,” panggil suster di depan pintu ruang prakter dokter kandungan.Nina bangkit dari kursi dan melangkah ke arah pintu ruang praktek tersebut, diikuti oleh Bryan. Nina melakukan pemeriksaan tensi darah terlebih dahulu oleh suster tersebut sebelum bertemu dengan dokter kandungan itu.“Tensinya normal ya, Bu. Silakan bertemu dengan dokter.”“Baik, Sus.” Nina lalu melangkah menghampiri sang dokter.Dokter kandungan itu tersenyum ramah kala Nina sudah duduk di kursi, di depan meja kerjanya.“Ada yang bisa dibantu?” tanya dokter.“Saya ingin kontrol kehamilan, Dok. Sekalian ingin melakukan pemeriksaan USG. Saya dan suami saya ingin tau, apakah janin saya baik-baik saja.”
Hari ini, Nina sudah siap dengan pakaian casual dilengkapi jaket kulit warna hitam. Rambutnya diikat seperti ekor kuda. Membuat penampilannya semakin cantik dan segar. Dia berjalan menuju halaman rumah untuk menemui Bryan yang sudah menunggunya di sana. Sesampainya di halaman rumah, Nina tertegun melihat penampilan Bryan yang tampak seperti aktor hollywood yang tampan dan gagah.Sama seperti istrinya, Bryan juga mengenakan pakaian casual dan jaket warna hitam. Suaminya itu tengah duduk di atas motor gede yang baru saja dia beli.Senyum mengembang terbit dari bibir Bryan kala melihat istrinya sudah sampai di teras rumah.“Bagaimana dengan Brianna? Aman gak kalau kita tinggal? Kita akan lama nanti, karena aku akan mengajak kamu keliling kota Jakarta.”“Brianna sedang tidur, Mas. Aku menitipkan dia sama Mbak Siti. Jadi kamu tenang saja. Semuanya pasti aman terkendali.”“Oke. Sekarang kamu pakai ini. Setelah itu kita berangkat.” Bryan menyerahkan helm full face yang sudah dia siapkan untu
“Ya aku membelinya di restoran.”“Terus kenapa harganya bisa semahal mobil sport?” tanya Nina bingung.“K-karena tadi uangku kurang dan aku meminjamnya pada Jonas. Lalu aku memberikan mobilku kepada Jonas sebagai bentuk pelunasan utang.”“Astaga, Mas. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Kenapa semudah itu kamu memberikan mobil kepada karyawanmu?”“Mobilku kan masih banyak, sayang.”“Itu di Indonesia, Mas. Tapi di sini, hanya itu mobil kamu. Masa harus dikirim lagi sih dari Jakarta? Atau kamu mau membeli baru? Boros dong.”“Udahlah, sayang. Jangan dipikirin. Kamu habiskan saja gulai kambingnya biar aku gak kecewa karena telah mengorbankan mobilku untuk beliin kamu gulai kambing ini.”Akhirnya mereka menghabiskan gulai kambing itu berdua dan saling menyuapi secara bergantian. Suatu hal yang sering mereka lakukan dari awal kenal dan hal sekecil itu mampu membuat suasana menjadi lebih berkesan dan romantis.“Terima kasih ya, Mas. Hamil kali ini terasa beda. Karena ada kamu yang bakalan menem
“Selamat! Istri Anda hamil, Pak,” ucap dokter kandungan yang kini memeriksa Nina.Melalui USG yang dilakukan, walau janin Nina masih kecil, tapi hasil gambar yang ditangkap di layar cukup membuktikan bahwa saat ini Nina tengah hamil lagi.“Apa istri saya mengandung bayi kembar, Dok?”“Saya belum bisa memastikan, Pak. Karena kehamilan istri Bapak masih berusia 4 minggu. Sulit untuk dideteksi. Bapak dan ibu bisa kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan USG di usia kehamilan 10 minggu untuk memastikan apakah benar ada janin kembar atau tidak,” jawab dokter.Bryan menganggukkan kepalanya, tanda paham. “Oh begitu ya. Baiklah.”“Dok, kami di Sydney ini hanya sementara. Mungkin dalam minggu ini kami akan kembali ke Jakarta. Apa kondisi istri saya yang hamil ini, aman untuk bepergian naik pesawat dalam waktu yang lama?” tanya Bryan lagi. “Oh ya, kami menggunakan pesawat pribadi,” timpa
Melihat raut wajah Nina yang kebingungan, Jonas pun kembali berbicara sembari memasang senyum tipisnya. “Silakan berbicara bahasa Indonesia saja, Nyonya. Kebetulan saya menguasai bahasa Indonesia juga.”Nina menghela napas lega. “Baguslah. Saya hari ini ingin jalan-jalan, bisakah kamu rekomendasikan tempat menarik yang bisa kami kunjungi hari ini?”“Tentu. Saya akan mengantar dan memandu Nyonya ke tempat wisata yang menarik di kota ini. Mari kita berangkat sekarang. Pertama saya akan mengantar Anda untuk mengunjungi Museum dan Galeri Australia. Lalu Anda bisa ke Taronga Zoo Sydney. Kemudian Anda juga bisa mengunjungi pasar budaya Sydney, di sana Anda bisa berbelanja produk buatan suku Aborigin.” Jonas menjelaskan sambil berjalan menuju area parkir tempat mobilnya berada.“Oh, baiklah. Saya mau mengunjungi tempat yang kamu maksud. Lalu kalau saya mau berbelanja bahan makanan sehari-hari, apa bisa di pasar yang kamu sebutk
“Hari ini aku akan meeting dengan pegawaiku di kantor. Jadi aku tidak bisa ikut makan siang bersamamu. Kamu makan siang sama Mbak Siti saja ya. Mungkin besok kesibukanku sudah berkurang. Rencananya besok aku akan mengajak kamu berkunjung ke kantor. Aku ingin memperkenalkanmu kepada rekan kerjaku. Mereka sangat penasaran dengan sosok Nina Anatasya, istri dari Bryan Lawrence.” Bryan berkata sambil mencium bibir istrinya.“Kalau begitu, hari ini aku jalan-jalan bertiga ya, Mas. Aku mau jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Setelah makan siang, rencananya aku akan belanja bahan makanan untuk kita makan malam nanti.” Nina berkata sambil menatap kagum pada suaminya yang sudah berpenampilan rapi.“Oke. Nanti aku akan menyuruh Jonas untuk mengantar kamu ke tempat yang akan kamu kunjungi hari ini.”“Iya, Mas. Terima kasih.”Setelah itu mereka keluar dari kamar untuk sarapan bersama. Mereka sarapan bersama B