"Hey!" Hendra berdiri di ambang pintu sambil bersedekap dada. Menatap dua kakaknya itu. "Panggil Mommy," sambungnya, tentu saja dia ke sini di suruh oleh Mommy tercintanya untuk memanggil dua kakaknya ini agar mereka segera sarapan.
"Apa? Manggil kakaknya itu yang sopan. Jangan manggil, hey, hey," oceh Hanun. Dia masih kesal dengan Hendra yang ngompol di atas kasurnya."Jadi olang itu jangan galak-galak!" ujar Hendra. "Nanti cepat tua." Lantas Hendra dan Hanan sama-sama tertawa."Bener, tuh! Jadi orang jangan galak-galak, ya, dek," jawab Hanan seraya mengambil tasnya dan mendekati Hendra. Keduanya berlalu meninggalkan Hanin yang menahan kesalnya."Cih! Mentang-mentang sama-sama cowok, suka banget ledekin aku," ketus Hanin, mengentakkan kakinya dengan begitu kesal."Dasi mu mana, Hanin?" tanya Flora saat mereka semua sudah berkumpul di meja makan. Sebagai ibu, tentu saja dia memperhatikan semua anaknya sebelum pergi ke sekolah dan matanya"Lama banget, sih." Hanan menatap Hanin sambil berdecak pelan. Sejak tadi dia menunggu kembarannya ini di depan kelas. Sementara Hanin malah sibuk terus mencatat tulisan dari guru mereka yang ada di papan tulis. Padahal di rumah dia bisa saja meminjam catatan Hanan, tapi ya Hanin memang sengaja berlama-lama biar Hanan menunggunya lama. Bisa dibilang ini pembalasan Hanin karena Hanan menjahilinya pagi tadi."Cuman nunggu bentar doang. Itu aja nggak bisa," cibir Hanin, dia berjalan lebih dulu. Menjadikan Hanan semakin berdecak pelan, kalau bukan adiknya. Sejak tadi sudah Hanan campakkan Hanin ini ke rawa-rawa."Bentar kata mu? Aku ada lima belas menit nunggu kamu di sana," balas Hanan.Hanin melirik sekilas Hanan. "Siapa nyuruh nunggu sambil berdiri coba? Kan, bisa sambil duduk. Kamu aja yang ribet," jawabnya lagi.Menjadi kakak dari Hanin harus punya ekstra sabar yang banyak. Hanan hanya bisa mengembuskan napas kasar, kemudian memiting kepala adikn
Sesampainya di rumah. Cokelat Hanin sudah habis karena sepanjang perjalanan dia memakan cokelat itu cepat-cepat.Tiba di rumah dia langsung mencari keberadaan Mommy-nya tentu saja untuk bercerita pasal surat cinta tadi. Biar Mommy tahu sepopuler apa Hanan di sekolah mereka."Mom!" Hanin memeluk Flora yang duduk di ruang tengah."Anak Mommy udah pada pulang." Flora tersenyum lebar, meninggalkan rajutannya sebentar untuk mencium pipi Hanin. " Mandi dulu sana! Habis itu makan siang," suruhnya.Hanin mengangguk pelan. "Tapi, Mom, Hanin ada cerita seru, lho," ujarnya memberitahu.Satu alis Flora naik. "Oh, ya? Cerita apa?" tanyanya ikut penasaran."Hanan dapar surat cinta lagi dari Kakak kelas. Haha..., anak Mommy satu itu jadi berondong," tuturnya dengan tawa yang meledak.Sedangkan Flora menggeleng pelan. Dia sudah tahu itu karena bukan kali ini saja Hanin bercerita."Mulai lagi, deh," celetuk Hanan yang baru masuk
"Lho, udah tidur, Mas?" tanya Flora saat dia masuk ke dalam kamar Hendra. Mendapati suaminya yang sedang memandangi wajah lelap putranya itu.Abian mengangguk pelan. "Habis aku bersih-bersih kan, eh dia ngeluh ngantuk. Terus tidur pas aku kelonin," jawabnya.Flora menghela napas pelan. Jadi, tidak perlu ada drama lagi malam ini karena Hendra tidak mau tidur. Pelan-pelan Abian turun dari tempat tidur Hendra. Kemudian mengajak Flora keluar dari kamar itu. Tiba di luar kamar, Abian langsung memeluk Flora dari belakang. Memberikan ciuman gemasnya ke pipi Flora membuat wanita itu kewalahan sendiri."Ih, Mas." Flora tentu mengeluh karena kecupan Abian membuat pipinya basah."Ayo ke kamar," bisik Abian tepat di telinga Flora. "Anak-anak pasti udah tidur. Jadi, sekarang waktu Daddy yang di kelonin sama Mommy." Abian mengerlingkan mata kanannya, melihat itu Flora hanya menggelengkan kepalanya pelan."Aku masih ada tugas, Mas." Flora menahan wajah
Abian itu tipenya tidak mau pakai pengaman ketika melakukan itu dengan Flora. Maka Flora lah pandai-pandai yaitu memasang suntik KB agar tidak kejebolan. Tiga anak sudah cukup bestie, Flora tidak mau nambah lagi.Sedangkan itu, Hanan tak sengaja mendengar bisikan kedua orang tuanya. Tak sengaja juga dia tersedak pelan. Dalam hati merutuki telinganya yang super tajam, tak seharusnya dia mendengar bisikan orang dewasa itu."Hanan, kamu nggak apa-apa sayang?" tanya Flora sedikit panik karena putranya tersedak.Hanan menggeleng pelan, lalu minum secara perlahan lagi. "Nggak apa-apa, Mom," jawabnya. Hanan menghela napas pelan, semoga saja dia tidak mendapat adik baru lagi. Kalau hal itu terjadi, pasti Hanin akan mengamuk besar. Memang di antara mereka tidak mau punya adik lagi. Sudah cukup Hendra karena dari awal Hanan memang menginginkan satu adik laki-laki saja. Jadi, dia punya sepasang adik yang lengkap.Sialnya, saat Hanan melanjutkan acara makan m
Abian melingkarkan tangannya ke pinggang Flora karena wanita itu sedang membelakanginya, Flora marah padanya. Itu yang harus kalian ketahui. Akibat Abian yang tidak tahu tempat dan Hendra sempat melihat bagaimana dia mencium Flora tadi. Akhirnya Flora marah setelah anak-anak tidur. Oleh karena itu juga Flora enggan tidur menghadapnya, dan itu membuat Abian tersiksa. Abian tidak bisa melihat wajah cantik istrinya itu."Sayang, aku pernah dengar dari Kalandra." Abian bercerita tanpa ada respon dari Flora. Abian juga tahu kalau dia salah tadi, tidak seharusnya dia melakukan hal itu di depan anak-anak. Dan untuk itu Abian tidak akan berani mengulang kesalahannya ini. Abian juga sudah berulang kali minta maaf pada Flora. "Kala pernah cerita ke aku. Kalau istri yang tidur membelakangi suaminya, dia akan berdosa sekali," lanjut Abian. Bukan menakuti Flora, dia memang pernah mendengar hal itu dari Kala, walau sebenarnya dia sudah tahu sejak lama tentang hal itu.Flora tida
Jam sepuluh pagi. Mereka semua pergi menuju rumah Kalandra.Abian yang ikut datang bertamu turun duluan. Karena dia ingin bertemu dengan Kala juga, berbincang dengan biasa tanpa ada urusan pekerjaan. Abian tertawa senang karena Kala sudah menunggu kehadiran mereka di teras rumah lelaki itu."Saya senang sekali karena Tuan mau bertamu ke rumah saya ini," ujar Kala. Menyambut keluarga Abian dengan ramah."Apa kabar, Kala?" tanya Abian serta memeluk Kala dengan pelukan ala laki-laki. Hampir dua Minggu mereka tidak bertemu setelah proyek mereka ke sekian kalinya selesai."Baik Tuan." Kala membalas pelukan Abian. "Tuan apa kabar?" tanya Kala balik. Kebiasaan Kala yang memanggil Abian dengan sebutan Tuan tidak pernah berubah sama sekali walau diluar jam kerja."Baik." Abian menganggukkan kepalanya pelan. "Dan semakin baik kalau kau tidak memanggil ku dengan sebutan Tuan. Ayolah! Ini bukan jam kerja," sambung Abian."Saya sudah kebiasaa
Abian memilih menyusul masuk ke dalam. Di ruang tengah sangat ramai sekali karena Anya ikut menangis sebab Hendra menangis. Astaga kebisingan ini semakin menjadi dan para ibu hanya bisa membujuk anak masing-masing."Dek Anya jangan nangis." Hendra mengusap air matanya sambil menatap Anya. "Kak Hendra aja yang nangis, Dek Anya jangan," lanjutnya seraya menggelengkan kepalanya."Kak Hendra juga nggak boleh nangis. Kalau Kak Hendra nangis, Anya juga makin nangis," balas Anya di sela sesenggukan nya.Lantas Hendra turun dari pangkuan Flora dan menghampiri Anya yang duduk di pangkuan Hana. "Kak Hendra sudah tidak nangis lagi, kok," ujarnya tapi bibirnya masih mengeluarkan sesenggukan."Anya juga udah Ndak nangis." Anya buru-buru mengusap air matanya kemudian tersenyum pada Hendra.Abian tersenyum geli melihat itu, lalu berbisik pada Kala setelah dia duduk di sebelah asistennya itu."Kalau kita jodohkan mereka berdua. Pasti seru ya, Ka
Hanan tidak puas dengan perilakunya dengan Arkan tadi. Sehingag saat pulang sekolah, dia meninggalkan Hanin di mobil bersama sopir mereka yang sudah tiba sejak awal. Lalu setelah itu Hanan berpura-pura kebelet pipis, jadi pamit ke toilet sebentar. Dia harus memberikan pelajaran kecil pada kakak kelasnya satu itu, sebab sudah lancang mencium punggung tangan Hanin dan juga membuat pergelangan tangan Hanin merah.Hanan tahu kebiasan Arkan setiap pulang sekolah, dia suka berkumpul bersama teman-temannya di bawa tangga lantai dua, mengingat sekolah mereka ini terdiri dari tiga lantai. Hanan tidak bodoh untuk menyerang Arkan di depan banyak teman-temannya. Jadi, dia berpura-pura atau lebih tepatnya berakting."Apa Kak Arkan ada di sini?" tanya Hanan sopan pada segerombolan anak kelas delapan itu.Arkan langsung bergerak maju kala tahu ada yang mencarinya, cukup terkejut melihat kedatangan Hanan. "Ada apa?" tanya Arkan tidak suka."Kak Arkkan di cari wal